Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Perjalanan, Sebuah Persahabatan

13 November 2018   17:12 Diperbarui: 13 November 2018   17:15 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

8 November 2018

Hari semakin menua, mentari sudah pergi meninggalkan singgasananya. Malam akan segera mengahdirkan kegelapan, kesunyian dan kesendirian. Aku masih saja menanti kereta yang akan mengantarkanku menuju Yogyakarta. Beberapa orang lainnya, duduk sambil bermain dengan ponsel mereka. Butuh waktu lima puluh menit lagi, sampai kereta akan tiba dan mengangkut kami yang tersisa.

18.00 WIB

Dari semua orang yang ada di stasiun, mataku tertuju pada seorang pria yang duduk menyendiri diluar ruang tunggu. Untuk kedua kalinya, pria itu mendekati seorang lain untuk sekedar dipinjami korek api membakar rokok yang menganggur ditangannya, membakar tubuhnya. Wajahnya pucat, menurutku pria itu belum makan seharian, atau bisa saja dia tidak cukup tidur semalaman. Tapi, aku tidak benar -- benar tertarik dengan apa yang baru saja dialaminya, aku hanya tertarik bahwa dari seluruh sudut stasiun hanya dia yang tidak bermain dengan ponselnya. Bukankah ponsel sudah menjadi kebutuhan yang candu bagi umat manusia? Tapi aku tidak akan kesana, aku tidak akan mendekatinya, aku tidak akan sekedar berbicara dengannya.

18.05 WIB

Kami sudah duduk berdua setelah aku tawarkan korek api, untuk sekali lagi membakar rokoknya, membakar tubuhnya. Tidak banyak yang bisa dibicarakan, dia hanyalah seorang asing, aku adalah seorang asing. Percakapan singkat itu hanya membawa pria itu dan aku menghabiskan rokok pertama bagiku dan ketiga baginya di sore ini.

Perjalanannya ke Yogyakarta untuk sebuah pekerjaan, disana beberapa timnya sudah menanti untuk menyelesaikan printah yang belum juga usai. Dan bagiku, cukup disana informasi itu. Aku tidak akan bertanya lebih jauh, aku tidak akan menjadi si asing yang terlalu banyak ingin tahu urusan orang lain.

Tapi toh akhirnya aku tanyakan juga menyoal pernikahannya, dan apakah dirinya adalah seorang ayah atau belum. Dan tampaknya, pria dengan tinggi seratus tujuh puluh enam centi itu tidak keberatan mengatakan bahwa dirinya adalah suami sekaligus ayah dari seorang anak. Sekali lagi, bagiku sudah cukup. Tidak perlu berpanjang -- panjang, pada akhirnya dia dan aku akan terpisah dalam persimpangan.

18.45 WIB

Kereta api sudah hadir, aku akan meninggalkannya disana kalau saja tidak berpikir dia dan aku sudah mengobrol cukup banyak. Akhirnya kami duduk dikursi yang sama. Dua pria lain dihadapan kami, salah satunya memperhatikan dia dan aku dari ujung rambut sampai ujung kuku. Mungkin karena pemandangan kami jauh berbeda dari orang itu. Aku hanya mengenakan kaos oblong dipadukan dengan celana training hitam ditambah sandal jepit seharga sepuluh ribuan. Dia dengan pemandangan yang tidak jauh berbeda, selain celana jeans yang aku duga sudah seminggu terakhir tidak menyentuh air atau sandal jepit yang tampaknya sedikit lebih mahal daripada yang aku pakai.

Tapi aku sadar satu hal, bahwa orang yang menatap kami itu merasa bahwa seharusnya aku mengenakan Dolce Gabbana atau sejenisnya saat akan berpergian. Bukankah tampilan menjadi sangat penting bagi manusia saat ini kebanyakan?

19.55 WIB

Kereta itu sampai di salah satu stasiun di Yogyakarta. Stasiun Maguwo yang juga adalah tetangga dekat bandara Adi Sucipto. Tujuanku adalah kota Yogyakarta, Maliboro, sedangkan pria pucat itu akan turun disini. Dia sudah dua kali menawarkan untuk aku ikut bersamanya, berkenalan dengan orang -- orang baru lain. Tidak akan! Aku tidak akan terjebak dalam hubungan pertemanan aneh, asing tidak masuk akal itu.

20.05 WIB

Dia dan aku duduk setelah keluar dari stasiun. Aku masih bertanya -- Tanya kenapa dia punya inspirasi untuk mengajakku turun bersama. Aku masih mencoba mencari jawaban, kenapa aku harus turun bersamanya. Lalu kami membakar rokok sekali lagi, menunggu dia membuat keputusan hendak kemana malam ini.

20.30 WIB

Setelah menggunakan transportasi bus transjogja menuju salah satu daerah di kabupaten sleman, kami dijemput dua orang yang sekali lagi asing bagiku. Aku masih bertanya, kenapa harus ada disana bersamanya.

Sampai disebuah rumah kontrakan aku berkenalan dengan Sembilan orang lainnya. Mereka cukup bersahabat, menerimaku si asing ini dalam komunitas itu. Tunggu, aku hanya asing bagi si pria pucat itu. Bagi Sembilan orang lainnya, aku adalah teman si pria pucat yang secara tidak langsung adalah kawan mereka juga.

Lalu kami semua menjalani sisa malam dengan mata terbuka. Sisa -- sisa rokok memenuhi asbak, kopi tandas yang sudah tiada terisi lagi di gelas.

Pria itu dan aku akan tidur besok pagi pukul enam.

9 November 2018

Seharusnya dia sudah kembali ke Solo enam atau tujuh sebelumnya. Alih -- alih kami justru tergeletak tidur untuk tiga jam berikutnya.

18.00 WIB

Seharusnya, dia sudah kembali ke Solo beberapa jam sebelumnya. Tapi hujan menjebak kami bertahan dengan pekerjaannya. Bahkan pekerjaan itu pun asing bagiku.

18.45 WIB

Akhirya kami memutuskan untuk keluar juga. Hujan masih bernyanyi membasahi bumi, jadi kami seperti seharusnya dihantar menuju stasiun kereta api.

Sebelum menuju stasiun kereta api, pria itu ingin mampir sebentar membeli serangkai bunga untuk istrinya. Hari ini adalah hari pernikahan mereka.

20.00 WIB

Kami kehabisan kereta api, harus berangkat menggunakan bus umum.

22.00 WIB

Sampai di Solo. Aku tidak heran mengapa aku berada disini sekali lagi. Kota yang sama asingnya dengan Yogyakarta. Tapi, setidaknya sekarang pria itu bukanlah seorang asing lagi. Dia adalah seorang kawan dalam perjalanan, takdir menggariskan dia dan aku menghabiskan tiga puluh jam terakhir ini bersama. Dia akhirnya akan kembali pada keluarga kecil yang aku yakin sangat bahagia itu. Sedangkan aku akan melanjutkan satu, dua atau banyak perjalanan lagi. Menyusuri kenyataan tak terduga yang disediakan takdir untuk aku jalani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun