Ibu...
Pagi ini begitu indah,
Tak ada rintik hujan yang membasahi bumi,
Tak ada pula angin kencang yang menusuk langkah kaki,
Mentari tersenyum, seakan memberi sebuah harapan,
Bahwa takkan adalagi bencana esok hari,
Ibu...
Kutatap perlahan jauh kekampung halaman,
Saudara - saudara kita masih bergelimangan air mata,
Diamuk bencana yang tak surut jua,
Hatiku kemudian bertanya,
Apakah kebahagiaan itu benar adanya?
Apakah surga itu bukan hanya mimpi?
Jika memang surga itu indah...
Apakah aku akan menemukanmu disana?
Atau aku akan terbenam dineraka, karena tidak mencintaimu
Aku bahkan tidak mengenalmu ibu...
Salahkah aku yang kemudian bertanya kepada-Nya
Kenapa aku tak diizinkan untuk mengecup telapak kakimu?
Telapak kaki wanita yang melahirkanku,
Tempat dimana sesungguhnya surga itu berada... katanya
Kuingat lagi anak kecil yang kemarin kulihat,
Ia menggenggam tangan ibunya, mereka ketakutan dihantam bencana lagi
Lalu, kenapa aku tak pernah layak untuk menggenggam tanganmu ibu?
Yang kutahu, dimasa depan anak kecil akan menjadi dewasa sepertiku sekarang,
Lalu ia mengenang kembali saat - saat ketakutannya bersama ibunya,
Tapi aku, apa yang bisa kukenang darimu bu?
Selain hanya cerita orang yang entah itu benar atau tidak,
Aku bahkan tidak perduli saat mereka mengatakan bahwa kau mencintaiku,
Ibu...
Jika surga itu benar ada,
Kutitipkan satu tempat saja untukku agar bisa bersamamu walau hanya sekejap,
Minta pada-Nya bu, agar kau dan aku dapat merasakan indahnya kebersamaan,
Minta pada-Nya bu, agar kau dan aku bisa merasakan ketakutan bersama,
Minta pada-Nya bu, agar aku bisa menggenggam tanganmu walau hanya sebentar,
Setelah itu, aku rela bu, aku rela bila akhirnya dilempar ke Neraka
Setidaknya ketika Neraka kelak, dalam jeritanku aku masih bisa menyombong dan berkata
Aku sudah mengenal ibuku...
Aku sudah merasakan kebersamaan bersama ibuku...
Aku sudah menggenggam tangan ibuku...