Saya hanyalah seorang ayah biasa yang ingin anaknya segera pulang ke kampung. Tubuh saya sudah renta, bahkan nafas saya pun tidak ingin lagi berada dalam raga ini. Kepada pak gubernur yang terhormat, tolong samapaikan pesan saya kepada anak saya, kalau saya sangat merindukannya. Dia anak yang baik, sopan dan pintar. ANton pun sudah sukses, punya istri yang cantik dan anak yang bijak. Saya sangat merindukan mereka semua, saya ingin melihat mereka untuk terakhir kalinya.
Sudah seringkali saya menulis surat untuk anak saya, tapi dia selalu menelpon saya, hanya untuk menanyakan kabar saya. Saya selalu baik, ketika mengingat anak saya sudah sukses. Tolong saya pak, supaya anak saya segera pulang, saya ingin memeluknya seperti ia kecil dulu, mencium keningnya dan memberi kehangatan dari seorang ayah untuk puteranya.
Nama anak saya Anton Nababan, alamatnya di cilandak jakarta selatan. Saya mohon dengan sangat pak gubernur
terimakasih, salam hormat saya
Tetesan air mata anton tak terbendung, ayah yang sangat merindukannya bahkan nyaris ia lupakan. Kerinduan pula yang membuat sang ayah berani melibatkan gubernur untuk bicara pada anton. Tapi semua sudah sia - sia, kerinduan sang ayah harus terpisah oleh kematian.
Surat ini pernah ada, walau memang tidak pernah sampai ditangan gubernur. Anton (bukan nama sebenarnya) terakhir pulang kampung tujuh tahun sebelum ayahnya meninggal, saat ardi (bukan nama sebenarnya) masih berusia beberapa bulan. Anton menemukan surat ini, dibawah bantal sang ayah, yang hendak ia bersihkan.
salam