Mohon tunggu...
Damri Hasibuan
Damri Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Seseorang yang ingin meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahaya Tulisan Vulgar bagi Penulis dan Pembaca

17 Juni 2023   19:32 Diperbarui: 17 Juni 2023   20:02 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebelum kita lanjut ke pembahasan inti, ada baiknya kita mengetahui pengertian kata vulgar dan apakah sama dengan kata p*rn*? Sebagaimana dikutip dari KBBI, Wikipedia, dan Kamus Bahasa Inggris, vulgar adalah kata sifat yang berarti; cabul, carut, kasar, tidak sopan, tidak senonoh, dan yang mengarah pada seksual. Sedangkan dari segi linguistik vulgar dapat diartikan sebagai kesalahan dalam pengucapan, pengejaan, dan pembentukan kata. Sementara makna p*rn* juga sama, yaitu cabul.

Seiring dengan semakin majunya teknologi digital, maka perkembangan literasi juga semakin pesat. Sekilas itu dianggap sebagai prestasi yang cukup signifikan, tetapi siapa sangka jika kita telusuri secara mendalam ada satu fenomena yang sangat penting kita sadari untuk diperbaiki bersama-sama. Yaitu, literasi edukatif tetapi penuh dengan modus. Yakni, kerap kali kita menjumpai tulisan-tulisan yang bertengger di dunia maya bukan malah mencerdaskan anak bangsa melainkan sebaliknya. 

Kenapa? Pesan yang disematkan dalam tulisan tidak mengandung nilai, norma, motivasi, melainkan penuh dengan cerita amoral yang mengundang anak-anak usia di bawah umur berpikiran jorok. Melihat cover yang terpampang, sudah tampak jelas kalau isinya jauh dari nilai-nilai konstruktif dan spritual. Banyak sekali penulis yang tidak menyadari dampak negatif yang dia tulis demi mendapatkan banyak readers dan meraup keuntungan yang besar. Sampai-sampai ada sebagian penulis yang memang hobinya menuliskan hal-hal yang berbasis vulgar hingga pada titik-titik terdalamnya. Transparan tanpa sensor. 

Yang membuat guru dan orang tuanya malu besar ketika membaca tulisan anaknya yang banjir dengan kata-kata vulgar. 

 Lantas, apa yang terjadi ketika tulisan-tulisan vulgar masih terus digencarkan? Berdasarkan survey yang dilaksanakan Kemenkes tahun 2017 ada sebanyak 94% siswa yang pernah mengakses konten p*rn* yang diakses melalui komik sebanyak 43%, internet sebanyak 57%, game sebanyak 4%, film/TV sebanyak 17%, Media sosial sebanyak 34%, Majalah sebanyak 19%, Buku sebanyak 26%, dan lain-lain 4%. 

Bahkan yang lebih mencengangkan lagi ada 75 persen pelajar kita pernah melakukan suatu hubungan yang terlarang atau belum sepantasnya mereka lakukan dan semakin banyaknya kasus perselingkuhan dalam tubuh masyarakat serta masih banyak lagi dampak-dampak buruk yang diakibatkan dari mengkonsumsi cerita vulgar. Itu hasil penelitian pada tujuh tahun yang silam, lalu bagaimana dengan sekarang?

 Kebayang tidak jika ada sebuah buku, sekali lagi sebuah buku yang dibaca oleh jutaan penduduk Indonesia, tetapi isinya penuh dengan hal-hal yang berbau vulgar, kira-kira apa yang akan dihasilkan setelahnya? Apakah kemajuan atau malah kehancuran? Ironisnya, dewasa ini untuk menemukan tulisan-tulisan yang berbau vulgar semakin mudah mendapatinya di medsos. 

Mirisnya lagi, tulisan-tulisan untuk usia dewasa banyak dikonsumsi oleh anak-anak dan remaja. Bukan tanpa alasan melainkan karena tulisan-tulisan yang beredar luas di internet atau PF online dipublis tanpa perifikasi oleh pihak yang berwenang. Justru, ada sebagian otoritas yang mensupport hal itu demi meraup keuntungan dan popularitas komunitasnya. Miris bukan?

 Jika masih terus dipertemukan dengan hal-hal tersebut, yang salah sebenarnya siapa? Apakah medianya atau konsumen alias pembaca dan penulisnya? Kedua mitra inilah yang perlu diberikan kesadaran dan kewarasan berpikir agar tidak melulu mencari kesenangan hawa nafsu semata melainkan kesenangan spiritual juga urgent dikedepankan. Kalau keduanya sudah memiliki kesadaran yang jernih, maka dia sebagai pembaca akan berpikir berkali-kali untuk mengkonsumsi tulisan yang hanya memuaskan hawa nafsunya sesaat, tetapi menyimpan duka spiritual yang sangat mendalam dan berkelanjutan.

Begitupun sebagai penulis, akan terus berpikir agar apa yang akan dia suguhkan kepada masyarakat luas dapat memberikan edukasi positif yang berkepanjangan.

Setiap konsumen sangat penting mengetahui apa dampak negatif dari tulisan vulgar ataupun p*rn#.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun