Mohon tunggu...
Damarra Kartika
Damarra Kartika Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi dengan Konsentrasi Studi Komunikasi Massa dan Digital Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Krisis Jurnalisme Multimedia di Indonesia Lewat Kacamata Jurnalis

26 Oktober 2020   09:51 Diperbarui: 11 November 2020   20:30 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, untuk di Tribun sendiri wartawan dituntut satu hari delapan berita. Kalau dulu masih fokus pada cetak (koran), wartawan hanya berkewajiban 4 berita lengkap", ujarnya memvalidasi angka yang saya dapat. 

Perlombaan waktu antar media online mengakibatkan jurnalis turut kehilangan waktu untuk menyusun berita sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pasal 3 KEJ menyatakan, "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah". 

Cross Content dan "Jam Istirahat" Jurnalis Media Online  

Cross content antar anak perusahaan media masih kerap terjadi. Ketika saya bertanya seputar hal ini, Kak Alam mengaku pernah mengalaminya. "Pernah, kalau itu. Kalau nggak salah kayak berita WNI yang dipekerjakan di kapal ikan China. Harusnya kita nulis satu dan terbit di lain dapat keuntungan atau fee. Tapi ya perusahaan media selalu berdalih karena mereka satu jaringan. Mereka sudah melakukan pembayaran hak karyawan sesuai dengan standar pengupahan. Karyawan dibayar sesuai ketentuan, bukan per berita", terang Kak Alam. 

Melihat puluhan bahkan ratusan berita terunggah setiap jamnya, membuat saya terusik. Apakah jurnalis memiliki "Jam Istirahat" atau hanya istirahat sesempatnya? Bisa jadi colongan atau disempat-sempatkan. 

Sumber: bandt.com.au 
Sumber: bandt.com.au 

Berdasarkan penjelasan Kak Alam pada saat wawancara, jurnalis pun masih merasakan dilema ketika menulis terkait kenaikan gaji, atau mogok buruh terkait meminta pengupahan yang layak. Salah satu faktor yang turut menyebabkan dilema ini adalah kategori pengupahan yang tidak diketahui masuk bagian mana. "Memperjuangkan hak sendiri saja masih dilematis. Apalagi kita lihat, reporter kan nggak ada jam kerjanya", pungkasnya. 

Kapan Jurnalisme Multimedia "Naik Daun" di Indonesia? 

Berdasarkan teori dan sedikit hasil wawancara dengan Kak Alam, kita dapat mengambil benang merah. Praktik jurnalisme multimedia di Indonesia masih belum maksimal. Selain karena "Kompetisi Adu Cepat" bisnis media, waktu yang dimiliki jurnalis untuk mengelola berita sangatlah terbatas. 

Menggabungkan dua media saja diburu-buru, lantas bagaimana harus menggabungkan minimal tiga media demi kelengkapan informasi? Mungkin jurnalisme multimedia masih menjadi angan masa depan bagi Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun