Mohon tunggu...
Damarra Kartika
Damarra Kartika Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi dengan Konsentrasi Studi Komunikasi Massa dan Digital Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Stereotype Banci dan Santri yang Menghilangkan Kemanusiaan dalam Kemasan"Lovely Man" (2011)

24 September 2020   22:57 Diperbarui: 24 September 2020   23:56 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Poster Film Lovely Man (2011) via Google. 

"Oi banci! Kiw kiw.. Hahahaha.." 

Pernah dengar dialog tersebut? Atau sudah menonton film yang ada pada judul? Keep scrolling karena mungkin ini akan menggeser cara pandangmu terkait manusia dalam bungkus "banci" dan "santri". 

Relasi Banci dan Santri yang Bukan Ilusi  

Film berdurasi 1 jam 16 menit ini mendapatkan rating yang cukup tinggi pada IMDb, yakni 7.3/10. Semenarik itukah? Cerita tentang relasi antara sosok ayah dan anak perempuan memang cenderung emosional. Kalau dilihat dari posternya saja, bahkan yang belum menonton bisa menerka dengan jitu. "Bapaknya banci anaknya berhijab?". Tidak hanya sampai situ, realita yang lebih mengherankan adalah Cahaya (Raihaanun) , sang anak, merupakan seorang santri. 

Hubungan ayah dan anak perempuan dikemas dalam rupa realitas yang bertolak belakang. Pemikiran sederhana Cahaya untuk mencari Ipuy (Donny Damara) ayahnya, mengajarkan untuk kembali tidak berekspektasi apapun pada siapapun. Ayah yang tidak pernah ditemuinya dalam belasan tahun terakhir, ternyata hadir dalam rupa yang tidak pernah dibayangkan, yakni "banci". 

Banci yang Digolongkan Dalam "Spesies" Badut dan Dilecehkan 

Kita hidup di Indonesia. Negara yang ternama karena keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika. Maka seharusnya, tanpa pandang bulu dan rupa, kita menghargai sesama manusia. Apapun bentuk dan rupanya. "Banci" atau lebih objektif disapa sebagai transpuan, adalah seseorang yang terlahir dengan alat reproduksi laki-laki, dilabeli orang lain sebagai laki-laki, namun mengidentifikasi diri sebagai perempuan. Sebelum berlanjut, apakah kemudian seluruh transpuan memang dengan sengaja mengidentifikasi diri demikian? Apakah mereka dengan rela dan sengaja menjadikan diri mereka objek tertawaan dan disapa "Oi banci!". 

Jawabannya adalah tidak. Meninjau berita dari Bogor, Batam, dan Jakarta, kesaksian beberapa transpuan ialah mereka melakukan pekerjaan ini secara terpaksa. "Kenapa nggak mencoba pekerjaan lain?". Pasti rata-rata akan menjawab sudah pernah, tetapi hasil yang didapatkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Maka yang mereka lakukan adalah mencari nafkah. Berusaha, sama seperti dengan manusia lainnya, dengan cara yang berbeda. 

Katanya Indonesia memang banyak perbedaan, tapi mengapa ketika hal tersebut bergema, yang lain justru sibuk meronta dan menuntut menjadi sama ? 

Seolah berperan sebagai badut penghibur, mereka sering ditertawakan, dijadikan bahan ejekan dan cibiran, bahkan dilecehkan. Salah satu scene dalam Lovely Man ialah Ipuy tertangkap oleh salah seorang klien bersama beberapa bodyguardnya setelah kedapatan mencuri sejumlah uang. Tidak berhenti sampai dipukuli dan disakiti secara verbal seperti, "Satu banci mati, nggak bakal ada yang peduli kan?" , yang terjadi selanjutnya bahkan membuat saya meneteskan air mata. Ipuy dalam kelemahannya "dipakai" oleh salah satu bodyguard untuk memuaskan nafsunya. 

Siapa yang lebi tidak memanusiakan manusia? 

Stereotype "Banci" dan "Santri" yang Menghilangkan Kemanusiaan

Gambar 2. Salah satu adegan representasi Banci dan Santri dalam Lovely Man via Google. 
Gambar 2. Salah satu adegan representasi Banci dan Santri dalam Lovely Man via Google. 

Di Indonesia, penayangan film ini pada awalnya dilarang karena mendapat kecaman dari Forum Pembela Islam atau FPI. Wajar ya? "Banci" dianggap menyimpang. Berlawanan dengan kultur sosial budaya dan agama di Indonesia. Terlebih lagi dalam film ini, disandingkan dengan "santri", yang dipandang sebagai orang suci. Banyak belajar soal agama, dan tentu akan menjadi bahan cemooh apabila melakukan perbuatan tercela, bahkan bila hanya sekadar berjalan dengan "banci". 

Kalau dipikir, sama-sama berat ya? Jadi banci, ada beban sosialnya, begitu pula menjadi santri. Sayangnya, beban yang ditimpakan kepada individu dengan 2 label tadi, berasal dari pikiran dan ucapan asal manusia lainnya. Salah satu kalimat plot twist favorit saya sepanjang film adalah "Jilbab kok dibuntingin.", yang terlontar dari mulut Ipuy. 

Hubungan bapak dan anak yang kompleks sekaligus sederhana dan apa adanya ini membawa saya pada pemikiran soal struktur yang salah dalam kesadaran sosial terkait "banci" dan "santri". Keduanya hanya label. Sekadar definisi yang ditempelkan berdasarkan arti harafiah. Adjie Santosoputro, seorang meditator, mengunggah suatu gambar berisi tulisan, 

".. setiap kata yang aku gunakan untuk menjelaskan rasa apel ke temanku yang belum pernah makan apel, sangat sangatlah terbatas dibanding rasa apel itu sendiri. Dia jadi benar-benar tahu gimana rasa apel hanya setelah dia sendiri yang makan apel."

Maka tidak akan menjadi tugas mudah bagi kita, menilai "rasa apel" itu, dan sembarangan melontarkannya ke orang lain. Demikian pula stereotype atau stigma yang terdapat di pikiran kita, terkait sesuatu yang berlawanan dengan nilai atau idealisme kita. Kta bahkan tidak pernah merasakan kehidupannya atau bahkan belum mendengar ceritanya. Namun, dengan mudahnya menghakimi suatu hal terlihat salah karena bertentangan dengan apa yang kita benarkan. 

Paradigma Kritis yang Mengalir Dalam 76 Menit 

Gambar 3. Salah satu adegan dalam film Lovely Man via Google. 
Gambar 3. Salah satu adegan dalam film Lovely Man via Google. 

Menurut Septiani melalui Representasi Perempuan dalam Film, paradigma kritis memiliki tujuan untuk membongkar aspek yang tersembunyi dalam realitas semu yang tampak. Kenapa harus dibongkar? Struktur atau aspek realitas semu ini sibuk dibangun dan dilanggengkan oleh kekuatan sosial, politik, budaya, ekonomi, etnik, nilai gender, agama, dan kawanannya.  

Film yang masuk dalam nominasi Film Terbaik versi Festival Film Indonesia 2012 dan meraih berbagai penghargaan di luar negeri ini ingin mengatakan bahwa "Banci is more than what you think they are.". Seperti banyak aspek yang mempengaruhi kehidupan manusia, demikian juga banyak aspek mempengaruhi transpuan dalam segala keberadaannya. Peran ayah sekaligus "banci" ternyata dapat dilaksanakan dengan sangat baik. Ipuy adalah definisi "lovely manyang mengayomi bahkan mau berkorban padahal bisa jadi malamnya dia akan mati. 

Sejalan dengan hakikat seorang santri yang juga adalah manusia. Maka bukan berarti seorang santri, yang menghabiskan sepersekian hidupnya menekuni agama, tidak diperkenankan melakukan kesalahan. 

Manusia ya manusia. Sangat berpotensi melakukan kesalahan dan dosa. Maka tugas kita bukanlah menghakimi, apalagi menebar stereotype asal tentang saudara kita.

Why The Title Loudly Pronounce “Lovely Man”? 

Ketimbang sibuk tidak melakukan apa-apa di tengah pandemi, Lovely Man (2011) akan menjadi angin segar dengan konsep videografinya yang tidak biasa. Ringan sekalian berefleksi. Berefleksi melalui banci dan santri. Ini cuplikan trailernya, boleh ditonton supaya penasaran. 


Semoga cukup untuk menggerakkan kamu menikmati cerita Cahaya dan Ipuy dalam berbagai platform streaming film yang ada! 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun