Kedua, untuk menghadapi kebangkitan Otoritarianisme Digital di Indonesia, kelompok organisasi masyarakat sipil perlu senantiasa menguji regulasi-regulasi internet dan tindakan-tindakan yang membatasi hak digital lewat jalur hukum. Batu uji hukum internasional dapat digunakan untuk mematahkan jeruji yang terlanjur membatasi ruang gerak warga.
Karena itu, UU ITE yang memuat sejumlah pasal bermasalah perlu segera didorong agar direvisi oleh para pembuat kebijakan. Begitu pula dengan hukum-hukum yang selama ini dianggap menjadi batu sandungan demokrasi.
Ketiga, orientasi pengaturan di mayantara perlu berubah dan berpusat pada manusia (human-center approach), bukan berbasis pada teknologi informasi atau pada ekonomi digital yang selama ini perusahaan-perusahaan teknologi raksasa menjalankan surveillance marketing dengan cara melanggar hak-hak privasi warga.Â
Dengan menjalankan sejumlah rekomendasi ini, pemulihan ruang mayantara dapat berangsur-angsur mengembalikan demokrasi digital menjadi panggung bagi pelaksanaan demokrasi deliberatif yang memberi hak yang sama bagi setiap warga dalam mengembangkan Indonesia menuju negara yang maju.
Denpasar, 10 Januari 2022
* Dimuat dalam buku kumpulan tulisan Mata Air Indonesia Maju: Sebuah Bunga Rampai Tulisan Untuk Cak Imin, Gramedia, 2022
[1] Laporan Kwartal 2 tahun 2020 APJII https://apjii.or.id/content/read/39/521/Laporan-Survei-Internet-APJII-2019---2020-%5BQ2%5D
[2] The Economist Intelligence Unit, "Democracy Index 2020: In sickness and in health?", 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H