Tetapi tidak pada pesannya, karena sebuah racauan pun tentulah sedang menyampaikan sebuah gagasan, yang seabsurd apapun tetaplah perlu untuk dimengerti.Â
Sehingga di akhir opini ini, saya berpendapat baik lisal-lisal Sulis Gingsul maupun racauan-racauan Gieb sejatinya masih bernama puisi, tetapi bukan pertama-tama karena bentuk, kemiripan, atau teknik, melainkan karena dalam keduanya saya masih menemukan ikhtiar paling jujur yang dimiliki manusia untuk menggenapkan perasaannya. Jujurlah pada perasaan saat menulis. Seperti yang tersaji dalam video pendek ini:
 [dam]
Lisal-lisal karya Sulis Gingsul dapat dibaca di blog: http://gembiraloka.wordpress.com dan racauan Gieb dapat dibaca dalam buku "Dialah Ini Itu" terbitan Mijil Publisher, Juli 2010.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H