Ilustrasi cincin pernikahan
Tak perlu waktu lama setelah Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis di seluruh negara bagian menjadi perdebatan. Saat detik itu juga, perdebatan dimulai.
Seluruh dunia memantau, melihat, ada yang mendukung, ada pula yang tidak. Bebas-bebas saja rasanya menyoal pelegalan nikah sesama jenis. Bahkan, negara sekelas Indonesia ikut-ikut heboh mengenai isu panas yang mengalahkan isu transfer sepak bola pada musim panas tentunya. Sekarang di warung-warung kopi, pasti tidak sengaja ada saja orang yang memperdebatkan pelegalan pernikahan sesama jenis.
Sebagai individu, saya menjadi yang anti pernikahan sesama jenis. Ada alasan yang cukup mendasari saya menolak hal tersebut, salah satunya didasari ajaran agama saya. Tapi, setelah membaca-baca sana-sini, saya rasa beropini dengan dalil agama pasti dibilang udik, tidak masuk di akal.
"Aelah, takut kena azab kan pasti! Enggak nyambung kali mau lo bikin dosa jaman sekarang, lo liat Las Vegas, di sana isinya maksiat semua, Tuhan enggak ngasih azab juga! Jangan pake alesan kampungan lah"
Tentu, selain menohok, agama adalah keyakinan saya. Tak perlu didebatkan. Lalu, saya mulai mencari referensi lain. Ya, sebut saja mencari pembenaran jika nanti saya (akhirnya) beropini soal pernikahan sesama jenis.
Kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) pasti pertama-tama akan melontarkan opini bertameng Hak Asasi Manusia (HAM).
"Cinta itu kasih sayang, hak semua manusia. Mau laki nikah sama laki, asal cinta. Enggak usah larang-larang hak orang lah!"
Jika berdebat melalui lorong HAM, tentunya ini sebagai tameng yang sulit untuk dibantah. Apalagi, di zaman yang serba toleran dan liberal. Kebebasan. Ya, inti dari HAM adalah kebebasan, kebebasan memilih, berpendapat (seperti yang saya lakukan), dan kebebasan lainnya.
Namun, apa iya menikah sesama jenis itu merupakan hak asasi seutuhnya? Apa bukan malah mencederai?
Mengutip berita dari Republika (Ok, media ini emang islam banget, tapi pendapat orang di dalamnya masuk akal), mereka mengambil opini dari Ketua MUI Pusat, Yunahar Ilyas yang mengatakan,
"Orang-orang mengira kalau membela homo seksual itu berarti membela HAM, ingin menegakan HAM. Padahal kalau mereka sadar sebenarnya itu malah sebaliknya. Jadi sangat keliru mereka membela HAM atas dasar HAM,"
Lebih jauh, Yunahar menilai jika, LGBT sendiri malah ancaman nomor satu HAM. Kenapa? Karena kalau menikah sesama jenis, pastinya enggak akan ada keturunan. Kalau enggak ada keturunan, eksistensi manusia terancam! Bahkan, mereka melanggar hak hidup bayi yang belum berbentuk janin. Sama aja kayak aborsi. Ini sih namanya pemusnahan massal manusia, tapi caranya lewat cinta, tanpa kekerasan, bukan pakai perang.
Brian Kolfage, seorang mantan prajurit Angkatan Udara Amerika, dan sekarang seorang motivational speaker, dalam sebuah videonya yang sedang tenar di Facebook, menjelaskan jika pernikahan bukan hanya soal pria dan wanita menikah karena cinta. Tapi juga aspek stabilisasi dan melestarikan keberadaan manusia di tengah masyarakat.
Dalam pernikahan, menurut Brian, tujuannya ialah; membuat anak, membesarkan anak, melindungi wanita, menjunjung norma-norma sosial, serta menurunkan angka kejahatan, kemiskinan, dan menaikan kesejahteraan.
"Halah, banyak orang nikah juga masih ada KDRT, masih ada suami bunuh istri, ibu bunuh anak! Lagian, nikah enggak cuma soal keturunan atau anak!"
Pertama, itu, nikah beda jenis aja masih banyak kejahatan. Kedua, munafik rasanya tidak mengharapkan kehadiran seorang anak dalam pernikahan.
Lagipula, melihat sejarah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang homoseks lebih menakutkan.
"Sok tau lo ah!"
Oke, oke, daripada dibilang sok tahu, ini biar otentik ada penjelasannya.
Ingat kasus Ryan Jombang? Seorang homoseksual yang memutilasi pasangannya dan membunuh 11 korban lainnya? Atau Babeh dan Robot Gedek, pelaku sodomi kepada belasan anak jalanan dan setelah itu anak-anak jalanan yang menjadi korban turut dibunuh?
Oke, penjelasan sebaiknya saya kutip dari omongan orang yang pas dari Koran Kompas. Kriminolog UI, Prof Dr Niti Baskoro, mengutip sejumlah hasil riset internasional bahwa kaum homoseks lebih keji ketika meledak.
”Bukan hanya karena yang satu pria dan yang lain perempuan, tetapi juga karena pasangan homoseks lebih terbuka, lebih loyal dan setia, serta berbasis pada kasih sayang pasangan ketimbang kebutuhan seksual mereka. Bisa dimaklumi bila kemarahan mereka menjadi seperti amuk bila dikhianati pasangannya atau pasangannya direndahkan, ”
Jadi, apa iya cinta sesama jenis itu mendukung hak asasi? Apa bukan malah cara perlahan memusnahkan umat manusia di muka bumi? Bahkan untuk calon-calon bayi yang masih berbentuk sperma mencari sel telur, tameng hak asasi itu malah mematikan hak mereka untuk hidup.
*Sumber kutipan:
https://www.facebook.com/BrianKolfage/videos/948080755254042/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H