Mohon tunggu...
Damar Aisyah
Damar Aisyah Mohon Tunggu... -

Pemilik blog www.damaraisyah.com, freelance writer, day dreamer, book lover, Instagrammer @aisydamara

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Belajar Kembali dan Bekerja Sama dengan Alam di Omah Lor Yogyakarta

14 September 2018   13:54 Diperbarui: 14 September 2018   16:38 2134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak saya di depan salah satu bangunan di Omah Lor

Ojek yang kami tumpangi berhenti tepat di depan sebuah bangunan kembar. Bangunan ini mirip mercusuar,tinggi menjulang, tapi karena dibangun dari jalinan bambu maka bagi saya lebih menyerupai kreativitas dan keunikan dari pemiliknya. Kami sempat terdiam beberapa saat, sambil celingukan saya berusaha mencari tahu di mana letak pintu masuk sehingga dapat menemui si empunya rumah.

Omah Lor, begitu sebutan yang diberikan si pemilik untuk rumah yang akan kami kunjungi.  Dibangun di dusun Gunungsari, desa  Candibinangun,  Pakem,  Omah Lor menyajikan atmosfir berbeda di tengah hiruk pikuk Yogyakarta yang hampir serupa dengan Ibu Kota.

Kami pun kemudian berjalan menyusuri titian setengah jadi yang sengaja dibuat sebagai jembatan darurat. Dari situ, tibalah kami di area halaman yang sedang dalam proses pengerjaan taman.

"Pak, maaf numpang tanya. Bu Dwi apa di rumah, ya?" begitu tanya saya pada salah satu pekerja bangunan yang sedang menyusun pecahan batu bakal jalan setapak di halaman.

"Bu Dwinya ada, tapi mungkin sedang di belakang. Tunggu sebentar ya, saya panggilkan dulu." Laki-laki itu pun kemudian berlalu meninggalkan kami. Berjalan menuju salah satu bangunan berbentuk kerucut yang hampir keseluruhannya berbahan dasar bambu.

Daripada berdiam diri menunggu si empunya rumah, saya pikir lebih baik berjalan-jalan di pekarangan sekitar rumah bambu ini. Perhatian saya pun langsung tertuju pada beberapa rak bambu yang berderet rapi di bagian samping pekarangan rumah. Aneka bibit sayuran organik yang disemai dalam polybag dan media tanam lain menunjukkan tanda-tanda siap dipindahkan dalam area yang lebih luas.  Tak ketinggalan cabai, tomat, sawi,  adas dan aneka herba lokal nampak tumbuh liar di sekitarnya. Membuat saya geregetan ingin mencabut untuk dibawa pulang ke Jakarta.

Aneka benih sayuran organik (dok.pribadi)
Aneka benih sayuran organik (dok.pribadi)
omah-lor-4-5b9a5d77aeebe164d6588782.jpg
omah-lor-4-5b9a5d77aeebe164d6588782.jpg
"Hei, Nduk! Wis suwe ta?" begitu sapa perempuan itu dalam bahasa Jawa Suroboyoan. Ia pun berjalan menghampiri kami bersama Nocky dan tiga ekor anjing lainnya,  yang bahkan saya lupa menanyakan jenisnya.

Hampir tujuh tahun tak berjumpa, perempuan ini tetap seperti sedia kala. Nyentrik dan apa adanya. Kalau ada yang berubah mungkin lebih pada gaya hidupnya yang semakin dekat dengan alam.

Kami pun berpelukan untuk melepas kerinduan yang sudah terlalu lama. Tak lupa, saya mengenalkan  kedua anak saya---Najwa dan Najib---kepada perempuan yang biasa saya panggil "Mbak Wik" ini.

Awalnya, baik saya maupun anak-anak merasa sedikit canggung dan agak ngeri dengan keempat anjing yang sedianya selalu mengikuti si empunya rumah. Tapi kemudian kami terbiasa, karena anjing-anjing ini sudah familiar dengan manusia,  bahkan gampang akrab dengan yang belum mereka kenal. Saya pun berusaha menenangkan anak-anak sambil meyakinkan bahwa Nocky dan teman-temannya adalah kawan.

Kembali dan Bekerja Sama dengan Alam

 "Sampeyan hebat, Mbak!" kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut saya kepada perempuan mungil  di depan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun