"Sarjio baru besok datang mau melihat dan membelinya...." ujar Tukijo kepada kawan kawannya yang tak lain adalah juga hanya tetangganya saja.
Ke esok harinya nampak sebuah sepeda motor bergerak dengan asap putih yang terus memanjang sepanjang lorong jalan diantara tanaman lombok yang masih diselimuti embun.
"Jo...Jo...." teriak Sarjio, tak seberapa lama Tukijo nampak keluar
"Wah mruput tenan kang!...ini lho anjing anjingnya" sambil membawa Sarjio jagal anjing di daerah itu ke balik rumahnya.
Namun mata Sarjio terbelalak dan sedikit menggigil gemetar " "wah kalau yang ini bukan anjing anjing seperti biasanya.." ujarnya dengan muka yang berubah pucat nampak ketakutan.
"Lho..apa bedanya to kang?" sergah Tukijo
"Pokonya yang ini beda....ini cuma anjing jadi jadian, kalau di "beleh" ( disembelih) tidak enak dimakan dagingnya, lebih baik kau lepas saja daripada bikin masalah..." lanjut Sarjio sambil bergegas pergi meninggalkan Tukijo. Tukijo nampak terpaku heran dan hanya memandangi anjing anjing itu sampai suara motor butut itu berlalu.
Waktu berlalu dengan sedikit desir dihati Tukijo merenungkan apa yang dikatakan Sarjio tadi padi, keraguan mulai mengelyut dipikirna dan hatinya. "Lalu akan aku apakan sebaiknya anjing anjing ini, kalau ku lepas mungkin juga akan balik lagi tapi kalau ku bunuh ah...eh tapi apa benar ini anjing jadi jadian?" akh itu hanya tahayul..." bergelut pikiran dan hati Tukijo sambil terus menerawang diantara tanaman lomboknya yang nampak awut awutan dan rusah dirusah anjing anjing itu.
Terperanjat setengah mati ketika Tukijo tak sempat lagi menghindar sebuah gigitan tepat mendarat di lengannya, seekor anjing basar berwarna coklat mencoba menyerang dan Tukijo berisaha berkelebat menghindar dan lari namun sia sia, ternyata anjing besar besar berwarna coklat itu tidak sendiri dia bersama sama dan banyak bermunculan dari balik rimbunnya tanaman lombok.
Sejumlah gigitan dari anjing anjing itu akhirnya membuat tubuh Tukijo lunglai dan tidak berdaya. Dia hanya pasrah tak berdaya menghadapi anjing anjing galak beringat buas seperti haus darah menggigit dan menarik narik tubuhnya, dunia mendadak gelap dan taksadarkan diri ....
Linglung, Tukijo terbangun"...dimana aku?" ini pikirnya....perih dilengan, paha serta perut dan dadanya terasa menyiksa. Diperhatikannya ruangan tempat dia terjaga kini. "Ya ini seperti dikerangkeng....eh tapi kok aku yang didalam sini bukan mereka mereka", guman Tukijo. Anjing anjing di dalam bangungn itu nampak berkeliaran bebas dan kadang bercakap, mulutnya yang basah liurnya meleleh kemana mana sedikit darah masih nampak berpelotan dimulut sejumlah anjing yang menatap bengis Tukijo, sesekali anjing anjing yang nampak lebih besar ukurannya dari yang ia tanggap itu dan herannya mereka nampak sama semua berwarna coklat itu menyalak dihadapan Tukijo. Dalam kesakitan perih yang tiada tara Tukijo merasakan sesuatu dalam tubuhnya yang mendadak bergetar seperti mersakan jijik, ia kini terus meratap karena merasa dirinya kini menjadi orang najis karena telah didit anjing dan belum sedikitpun dibasuh dan dibersihkan dari kenajisan dengan air, meski dia mencoba terus berteriak teriak minta tolong, namun apalah gunanya di diterus berteriak teriak minta tolong karena dia sekarang dikerumunan anjing anjing yang pasti tak paham bahasanya, tak peduli ataupun peka, kini hanya kepasrahan yang dapat dilakukan, diapun tak pernah berharap karena apalah gunanya berharap pada anjing anjing meski kawan kawanya terus mencoba mengeluaraknya namun yang dihadapi ternyata tidak saja anjing anjing kecil tapi ternyata harus berhadapan dengan penguasa anjing, bos anjing, raja anjing dan juragan anjing.