Di dalam Perda itu dijelaskan titik sentral, sebagai sejarah panjang dan bahkan menjadikan peradaban Ulakan itu sendiri.
Bagi Heri Firmansyah Tuanku Khalifah, perbedaan cara pandang yang melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat, adalah akibat gagal paham.
Perlu diluruskan, sesuai titah yang kalau bahasa adatnya, warih bajawek pusako batolong sejak dulu sampai sekarang.
Sejarah ini tak boleh berbelok, atau dibelokkan, melenceng dari yang sebenarnya.
Untuk itu, kuasa hukum Adamsyah melanjutkan dan ingin persoalan ini tidak melebar kemana-mana.
Dia meluruskan kembali, karena di sebagian masyarakat berkembang opini, bahwa Ulakan tanah sarikat. Padah tidak. Yang betulnya, Ulakan itu berada dalam ulayat.
Itu Ulakan dan itulah Minangkabau. Tak ada ulayat yang tidak dipegang oleh niniak mamak nan berulayat.
"Perunungan yang panjang, terkait beberapa tahun lalu beredar luas hal-hal yang membuat kebesaran niniak mamak nan berulayat terusik," ulas Adamsyah.
Terusik, niniak mamak nan berulayat Rangkayo Amai Said Datuak Bandaro dilecehkan, Tuanku Khalifah difitnah dan segala macamnya yang berbau penghinaan, yang tentunya tidak elok dibiarkan begitu saja liar di jagat media sosial.
Ditambah perusakan terhadap cagar budaya, berupa prasasti nama-nama Khalifah Syekh Burhanuddin, lalu ada perampasan uang makam dan uang Masjid Agung, yang semestinya tidak boleh terjadi, tepati faktanya demikian.
Sudah terjadi, dan sedang diperkarakan secara hukum. Prosesnya sedang berjalan. Pihak Polres Padang Pariaman sudah menetapkan tersangkanya.