Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Golkar Selalu Ada dalam Kekuatan Pemerintah

3 Agustus 2023   08:24 Diperbarui: 3 Agustus 2023   08:30 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golkar sedang melakukan kampanye gratis. Semua orang bicara, menilai dan ikut menghebohkan sikap politik partai beringin ini.

Ya, sikap koalisi dalam Pilpres yang tak kunjung jelas. Sikap untuk Munaslub yang masih dalam pro dan kontra, yang oleh Ketua DPD Golkar Provinsi se Indonesia memutuskan, bahwa tidak ada Munaslub.

Sementara, nama Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto kian merosot untuk disorongkan jadi Cawapres.

Koalisi yang dibangunnya bersama PAN dan PPP pun buyar dan bubar. PPP lebih memilih keluar dan bergabung dengan PDI Perjuangan, mengusung Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024.

Lalu, kemesraan Airlangga Hartarto dengan Gus Muhaimin Iskandar, Ketua Umum DPP PKB, seolah membuka dan ingin merapat ke koalisi kebangkitan Indonesia Raya. 

Pun komunikasi politik Airlangga Hartarto dengan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani, menjadikan beringin terus berkibar, dan mengundang pro dan kontra di kalangan kader beringin itu sendiri.

Akankah Golkar tinggal atau ditinggalkan dalam koalisi di antara tiga Capres; Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo?

Golkar sudah terbiasa dan selalu menang dalam Pilpres. Kini, sepertinya kondisi itu terulang. Golkar sedang membangun komunikasi politik itu, dengan tiga kekuatan Capres saat ini.

Gejolak internal Golkar, adalah upaya kampanye gratis. Momen yang datang oleh kondisi dan situasi politik nasional.

Ya, masalah hukum yang kini mendera sang Ketua Umum yang berkali-kali di panggil Mahkamah Agung, terkait berbagai persoalan hukum di kementerian yang dipimpin Airlangga Hartarto.

Juga bagian dari menaikan nama Partai Golkar di tengah masyarakat. Golkar adalah partai senior dan sudah kenyang dengan berbagai benturan politik secara internal dan eksternal.

Tak bisa kita pungkiri, hadirnya Gerindra sebagai partai besar hari ini dan masuknya NasDem di parlemen, boleh kita sebut "cabangnya Golkar".

Makanya, setiap momen Pilpres, Golkar selalu dihadapkan dengan persimpangan. Bisa masuk kian kemari, sehingga siapa pun Presiden terpilih, Golkar ada di dalamnya.

Golkar tak pernah ada di luar pemerintah. Beringin selalu menguning di dalam kekuatan pemerintah yang sedang berjalan.

Pro kontra soal Munaslub yang mencuat nama dua orang menteri Jokowi untuk siap menggantikan Airlangga Hartarto, sudah ditegaskan oleh Presiden, bahwa semua itu urusan Golkar, bukan urusan kita.

"Kita tidak ikut soal itu," tegas Jokowi. Jatuh bangun Golkar, sepertinya jadi kekuatan tersendiri.

Awal reformasi, betapa hantaman dan cercaan pada Golkar, tetapi partai ini keluar sebagai pemenang. Ya, pemilu 1999, Golkar urutan kedua setelah PDI Perjuangan, dan pemilu 2004, Golkar nomor satu di nasional.

Golkar dengan paradigma barunya kala itu, membuat nama Akbar Tandjung yang Ketua Umum DPP Golkar kala itu menjadi santer saat ini.

Saat kisruh di internal dan eksternal, agaknya Akbar Tandjung yang mampu berselancar di situ. Di kepemimpinan Akbar Tandjung partai ini mencapai puncak kejayaan.

Setelah Golkar dipegang Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Setya Novanto dan kini Airlangga Hartarto, suara Golkar terus menurun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun