Hujan deras sepanjang Sabtu dan Minggu, (6-7/5/2023) menyebabkan sejumlah bencana alam. Jembatan Kayu Gadang ambruk alias sebuah lantainya terban ke sungai.
Jembatan ini baru dua tahun selesai dibangun lewat anggaran APBN. Bencana lainnya, banjir di mana-mana. Wilayah yang jadi langganan banjir, adalah Ulakan Tapakis, Sintuak Toboh Gadang, Kampung Dalam, dan sebagian di wilayah timur Lubuk Alung.
Dari dulu, Padang Pariaman terkenal dengan etalasenya bencana. Daerah ini kerap kena bencana. Belum ada solusi dari pemerintah untuk mengurangi risiko bencana ini, meski Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah ada sejak lama.
Memang itu takdir dari Yang Maha Kuasa. Manusia boleh berikhtiar dan bahkan dianjurkan untuk berusaha. Berusaha bencana itu kurang atau sama sekali terhindar dari daerah.
Pesan Tuhan dalam Quran, bencana atau musibah dan bala itu turun tersebab oleh kelakuan manusia. Manusia sudah semakin kurang mengindahkan perintah dan larangan agama, jauh dari iman dan taqwa, maka bencana sering menghantui suatu kampung atau daerah.
Apa yang disampaikan Quran itu benar adanya, dan itu janji Tuhan, tidak dapat tidak. Gempa tiap sebentar. Meski tidak di daerah ini pusatnya, goyangannya cukup membuat masyarakat Padang Pariaman panik dan takut.
Banjir tiap hujan lebat. Habis sawah petani yang terkena itu dilanyaunya. Begitu juga kebakaran.
Tak heran, orang tua-tua dulu bicara, dima ada kebaikan, di situ kejahatan pun merajalela. Dimana ada Muhammad di situ Abu Jahil pun bekerja.
Disebut demikian, Padang Pariaman tersebut sebagai daerah yang kaya akan ulama. Di daerah ini banyak surau. Tiap kaum dan korong punya surau, tetapi kegiatan pengundang bala dan bencana itu juga marak di sini.
Dengar saja sehabis Ramadhan ini, dentuman orgen saling bersahutan. Di tengah malam. Yang dekat rumahnya orgen itu, tak bisa tidur. Bahkan saking kuatnya bunyi orgen, rumah tetangga bisa punah. Kaca rumah bisa hancur akibat dentuman orgen yang keras dan kuat.