Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Semarak Berjemaah Tiap Waktu, Pelatihan Manajemen di BDK Padang Itu Terasa di Pesantren

16 Maret 2023   21:43 Diperbarui: 16 Maret 2023   21:56 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta pelatihan manajemen pesantren se Sumbar dan Jambi mengikuti apel gabungan setiap pagi. (foto dok pribadi)

Misalnya, ada imam dari kalangan peserta yang ketika membaca ayat tidak pakai bismillah. Lalu, Subuh tak berkunut, tidak ada yang mempersoalkan. 

Tentu ini perkembangan kajian pesantren kian lentur dan mau menerima perbedaan. Perbedaan amaliyah, dan cara ibadah, adalah bagian dari kekuatan Islam itu sendiri. 

Sehabis salam ada imamnya yang langsung membawa zikir, dan banyak yang tidak. Artinya, persoalan zikir dan doa sehabis shalat terpulang pada pribadi masing-masing. 

Dan ini tentu perbedaan yang tidak mendasar, yang tidak perlu dipersoalkan. Umumnya, pesantren yang berbasis surau atau pesantren yang bertrah Nahdlatul Ulama (NU), sehabis shalat berjemaah itu pasti melakukan wirid bersama. 

Zikir dan doa bersama yang dipimpin oleh imam, atau santri yang disuruh oleh imam shalat. Atau di pesantren itu dibuat aturan azan bergiliran, memimpin zikir dan doa bergilir pula.

Seperti pesantren di Padang Pariaman, Sumatera Barat. Ini pesantrennya umum berbasis surau. Maka tradisi zikir dan doa sehabis shalat pun dilakukan secara bersama.

Pesantren berbasis surau itu kaya akan amal ibadah. Malah ada tradisi "sembahyang empat puluh hari". Artinya, ada kelompok lansia perempuan yang tidak lagi punya tanggungan, maka mereka lebih memilih berdiam di surau atau pesantren, lalu ikut sembahyang itu.

Cuma, kadang-kadang hal ini salah kaprah juga di sebagian kalangan ibu-ibu lansia itu. Selesai 40 hari, mereka pula ke rumah, lalu datang waktu shalat, mereka tidak ke surau lagi. 

Seharusnya, praktek sembahyang 40 hari itu dijadikan pemancing semangat untuk terus sembahyang berjemaah tiap waktu. Tidak ada batasnya. Tiap waktu shalat wajib dilakukan berjamaah. Ini baru hebat dan luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun