Mempertahankan tradisi keagamaan, agar tidak punah disapu gelombang modernisasi, adalah cikal bakal yang mendorong lahirnya Nahdlatul Ulama (NU).
Sekarang, NU sudah menuntaskan usia 1 Abad. Tentu dengan segala riak dan gelombang pasang, hantaman dan benturan dari dalam dan luar NU, mampu dilalui dengan baik.
Malah, berbeda pendapat sudah dianggap tradisi dalam organisasi ini. Namun, muru'ah, jadi faktor utama dalam membangun NU.
Kepemimpinan di jajaran ulama yang ditempatkan di Syuriyah, adalah bukti betapa fatwa ulama, kisah dan maunahnya masih menjadi energi kekuatan dalam organisasi.
Hanya pertimbangan moral yang mampu menempatkan seorang ulama itu di jajaran Syuriyah di tingkat PBNU, PWNU dan PCNU.
Tak ada perebutan kekuasaan di sini, selain dari pertimbangan keulamaan seseorang.
Beda dengan Tanfidziah yang sering terjadi konflik. Karena Tanfidziah adalah pelaksana dari kebijakan Syuriyah.
Para ulama mumpuni, alim di kajian berbagai hal, adalah tokoh yang bisa memimpin Syuriyah ini.
Tokoh yang komitmen dengan tradisi, selalu didatangi jamaah dan santri. Dia tak banyak keluar, kecuali untuk kepentingan umat dan organisasi.
Saking sakralnya kekuatan Syuriyah ini, pertama kali diberikan ke KH Hasyim Asy'ari. Dinobatkan sebagai Rais Akbar, bukan Rais A'am.