Isyu keagamaan, nyaris dipunyai oleh NU dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini terus mewarnai politik kebangsaan di tanah air ini.
Tentu kebesaran NU saat ini, tak bisa dilepaskan dari peran besar KH. Abdurrahman Wahid, dan tokoh NU lainnya di tahun 1984.
Tokoh yang tiga periode memimpin NU, akrab dengan sebutan Gus Dur, pernah jadi presiden ini mampu mengembalikan kekuatan NU dari partai politik, ke kekuatan politik kebangsaan.
Istilah NU kembali ke khittah sangat populer kala itu. Kembali ke asalnya, yakni mengurusi umat.
Menegakkan dakwah amar makruf nahi mungkar. Menyebar kedamaian lewat Islam rahmatan lil alamin.
Kembali ke khittah, meninggal PPP setelah berpusi ke partai berlambang Ka'bah pada tahun 1973.
Sebelum 1973, NU pernah jadi partai politik, dan ikut jadi partai empat besar di republik ini.
Setelah PNI, Masyumi dan NU menjadi partai besar. Luar biasa sekali, sehingga kekuatan NU berada dalam satu arah.
Penyederhanaan partai, NU terpaksa gabung dengan PPP. Suka duka dalam partai ini, membuat suara kepentingan kembali ke khittah bergema.
Ternyata, kembali ke khittah ini tak sia-sia. Organisasi tambah besar, dan besar. Keberadaannya kian diperhitungkan oleh negara.
Sepertinya, NU besar karena ada konflik. Konflik yang menjurus pada pembangunan kekuatan lembaga, adalah modal untuk bisa kuat dan besar.