Pemekaran wilayah sangat penting, dan berdampak pada lapangan pekerjaan. Pemekaran wilayah yang mulai berjalan sejak otonomi daerah, sepertinya banyak menimbulkan manfaat, meskipun mudaratnya juga terbawa ikut.
Di Kabupaten Padang Pariaman terasa sekali penyesalan, kenapa wilayah nagarinya tidak dari awal dulu dimekarkan.
Bayangkan, era otonomi daerah bergilir, Sumbar memakai sistem nagari. Berubah desa ke nagari, sekaligus berkurang jumlah pemerintahnya.
Dari 300 lebih desa sebelum otonomi daerah di Padang Pariaman, kembali ke nagari hanya bisa dijadikan 60 pemerintahan nagari.
Lalu, wacana pemekaran bergulir, nagari ini pun dikembangkan dan dipecah. Satu nagari sebagian ada jadi tiga sampai lima pemerintahan nagari.
Namun, ada pula sampai kini tak mau masyarakat memekarkan nagarinya. Di Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai dan Nagari Sintuak di Kecamatan Sintuak Toboh Gadang.
Dua nagari sangat besar. Punya lima desa dulunya. Sekarang masyarakat ingin memekarkan, tapi masih ditahan prosesnya oleh kabupaten.
Dan ditambah lagi, persyaratan sebuah nagari semakin berat dari persyaratan dulu. Baik dari luas wilayah maupun dari segi jumlah penduduk.
Untuk sebuah nagari yang sama dengan desa di Jawa, harus ada jumlah penduduknya 4.000 jiwa. Sebelumnya hanya 1.500 orang.
Akibatnya, nagari yang besar itu hampir sama menerima alokasi dana desa dengan nagari yang kecil dari pusat.
Nah, tentu sebuah ketimpangan sosial yang terasa tinggi, sangat berpengaruh kepada tatanan pembangunan di nagari itu sendiri.
Dengan adanya pelayanan semakin didekatkan ke masyarakat, seharusnya ada kebijakan tertentu untuk memperluas wilayah pemerintahan ini.
Satu pemerintah nagari ini punya setidaknya 15 orang pegawai, yang tentunya dari anak nagari itu sendiri.
Bila nagarinya besar, tentu sangat rugi dari segi lapangan pekerjaan bagi anak nagari. Nah, kalau dijadikan lima pemerintahan nagari, kali kan saja jumlah tenaga kerja yang akan diserap nantinya.
Belum lagi peningkatan sumberdaya manusia. Sebab, walinagari sama juga dengan kepala daerah, dipilih langsung oleh masyarakat.
Dan wilayah paling di ujung akan merasa diperhatikan, karena pusat pemerintahannya sudah dekat.
Ketimpangan soal pembangunan dan perhatian ini sangat dirasakan oleh masyarakat Tigo Jurai, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak.
Tigo Jurai itu berdekatan dengan koto Dalam. Kalau ke pusat pemerintahan nagarinya, masyarakat mesti lewat berbelok jauh, melintasi nagari banyak, baru tiba di pusat nagarinya sendiri.
Dan kabarnya, walinagari sebagai sang pemimpin sangat jarang tiba di wilayah itu, meskipun sudah diundang, tiba kepala daerah misalnya, tetap saja Walinagari ya tak mau turun ke sana.
Jadi, sudah sepatutnya wilayah ini dimekarkan, agar masyarakat dekat dengan pemimpinnya, dan urusan jadi lancar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H