Bagindo Armaidi Tanjung termasuk penulis buku yang sangat produktif. Di tengah kesibukannya beraktivitas sosial kemasyarakatan, tak jadi penghambat baginya untuk terus melahirkan karya buku.
Pria kelahiran 1969 yang saya kenal dan mengenal dia sejak 2000 an ini telah menulis puluhan judul buku. Bahkan paling banyak buku yang dia tulis sendiri, ketimbang menulis berbarengan dengan kawan penulis lain.
Di samping sering menulis buku, Armaidi juga terkenal wartawan senior yang rajin baca buku. Di pustaka pribadinya bejibun tumpukan buku yang sudah dan akan dibacanya.
Pun berbagi buku dengan orang lain dan lembaga, menjadi bagian dari rutinitas tak terjadwal yang dilakukan Armaidi.
Aktif di dunia pergerakan sejak mahasiswa, Armaidi meleburkan diri ke organisasi terbesar di dunia; Nahdlatul Ulama. Dia pengagum Gus Dur, bapak bangsa yang telah banyak melahirkan karya buku.
Sepertinya, menerbitkan buku tak begitu sulit bagi Armaidi. Tak terasa, hampir tiap sebentar buku hadir dan meluncur begitu saja.
Saya kenal pertama kali dengan Armaidi, adalah lewat buku. Di samping Padang Pos tempat media kami saling kenal dulunya.
Dia begitu ringan meminjamkan segepok bukunya ke saya kala itu. Artinya, sebagai penulis dan wartawan, Armaidi punya jiwa sosial yang tinggi.
Saya banyak belajar dari dia soal menerbitkan buku ini. Hanya saja, kelemahan Armaidi, dia lebih cenderung mengerjakan sendiri.
Mulai dari naskah. Itu jelas. Editing, setting cover, dan segala tetek bengek yang berhubungan dengan sebuah buku, Armaidi sepertinya lebih senang mengerjakan sendiri, dan tak mau melibatkan pihak lain.
Sepertinya di situ pula letak kepuasan batin seorang Armaidi. Wartawan yang mau menulis buku seperti Armaidi di Sumbar ini tak banyak.
Armaidi adalah satu dari sedikit wartawan yang suka menulis buku. Dia terus belajar dari penulis hebat lewat buku karyanya.
Sebagai aktivis senior, Armaidi pun kerap menularkan ilmu menulisnya ke kader muda, mahasiswa yang mau ikut dengannya dalam mendalami ilmu menulis.
Hidup sangat sederhana, dan mampu mencapai segala puncak karir. Puncak karir wartawan adalah jadi Pemred. Sudah lama Armaidi berada di pucuk pimpinan media.
Puncak seorang penulis, ya membuat dan menulis buku. Bejibun buku yang sudah ditulisnya. Dia tetap dan istiqamah dalam kesederhanaannya.
Senang naik motor, di tengah nyaris tak ada lagi Pemred yang tidak punya mobil saat ini. Kemana pun dia pergi, mengajar ke kampus, ke lapangan meliput, ke ladang tak pernah dia tinggalkan tas.
Tas sandang. Isinya pasti sejumlah buku. Jadi, menjelang dan sesudah acara, dia nyaman saja dengan sebuah buku yang sengaja dibacanya.
Saya pernah membuat sebuah buku sejarah dengan Armaidi. Merupakan sponsor Pemkab Padang Pariaman, dan buku itu menjadi buku sejarah penting yang hadir di daerah ini.
Menceritakan pergolakan rakyat Padang Pariaman mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari 1945-1950.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H