Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ladang Wartani dan Ajang Hiburan Bersama

5 Juni 2022   07:59 Diperbarui: 5 Juni 2022   15:43 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebentar. "Tunggu panas matahari agak menurun baru kita ke ladang," ujar Ketua Keltan Wartani Syamsul Bahri sambil menghempaskan batu domino.

Dan memang, Sabtu (4/6/2022) kami anggota kelompok datang terlambat pula di ladang. Sudah agak panjang waktu Zuhur, kami serombongan baru mencogok di posko tempat biasa nongkrong sebelum dan setelah berladang.

Tentu karena sesuatu yang menyebabkan kami terlambat tiba. Tiap sebentar telpon Ketua Keltan ke Sekretarisnya dan tentu anggota yang lain, menunggu kepastian jadi atau tidaknya melihat ladang.

Kegiatan ke ladang biasanya rutin tiap akhir pekan. Sejak sebelum puasa hingga lebaran habis, baru Sabtu kemarin itu mulai diulang lagi. Digiatkan lagi, setelah sekian lama hening.

Semak mulai tumbuh dan sebagian sudah melebihi tinggi semak dari tinggi jeruk nipis dan lemon yang kami tanam.

Hempasan domino kian keras, suara kelakar pasangan yang menang pun tambah meramaikan suasana siang jelang petang itu.

Mak Gus, seorang anggota Wartani yang terkenal cekatan sejak bersua di jalan yang sudah masuk Koto Padang, tempat Wartani berladang tampak memburansang saja. Mungkin dia kecewa akibat kevakuman kelompok berkegiatan.

Dia berjalan kaki berlainan arah dengan kami. Membawa sebuah pisau, dan sempat terlongsong. Agamuddin yang membawa mobil, menyuruh Hen Palo memanggil Mak Gus, sambil menghentikan laju mobil.

"Mak Gus," kata Palo sambil mengubit dengan tangannya, dan sedikit mengeluarkan kepalanya dari kaca pintu mobil.

Tentu Mak Gus tercengang saja, tapi langsung berjalan ke arah kami dalam mobil. Dan memang antara Mak Gus dan Palo belum kenal.

Sambil berbalik dengan langkah pasti, Agamuddin pun membuka semua kaca pintu bagian kiri, dan Mak Gus pun masih melihat utuh dengan raut wajah kecewa.

"Nah, keladang kita lagi," ajak Agamuddin. Mak Gus pun menjawab lain. "Baa sabanae kelompok kito ko," ujar dia.

Kami pun meneruskan jalan, Mak Gus pun berbalik ke arah tujuannya sambil menjinjing pisaunya. Turun dari mobil, empat bungkus "nasi  baka" diberikan ke ketua, sesuai pesanan untuk anggota yang belum makan.

Dan tentunya keterlambatan kami, karena lama menunggu nasi bungkus, dan sekalian makan pula dulu di tepi laut Nareh itu.

"Suger baru saja balik pulang," celetup Wali, begitu Syamsul acap disapa kawan wartawan.

Sekalian menunggu dingin teh telur, hempasan domino ini kian mengasyikan. Dan jelang waktu Asar masuk, kami pun berpindah haluan.

Pun tiba di sebuah rumah warga, saat berjalan arah ke ladang, Mak Gus masih belum nyaman sepertinya. Dia sedang ngobrol, kami ajak keladang.

"Orang keluar, kita masuk. Terus sajalah," tegas dia menjawab ajakan kami pergi melihat ladang.

Ya, sore lazimnya orang pada keluar dari ladang, sementara kami baru akan mulai masuk ladang. Dunia terbalik kah? Tentu tidak. Ini hanya momen dan kesempatan yang begitu banyak berbarengan di masing-masing anggota.

Sehingga jadwal yang banyak terpaksa jadi tumpang tindih, dan saling berantuk satu sama lain. Meski demikian, domino tetap games yang paling mengasyikan, saat kamu sudah saling bersua, tak memilih tempat, yang penting ada domino, yuk main duluan.

Alhamdulillah, tiba di ladang kami berkeliling, melihat mana yang patut dan yang mungkin, peluh keluar juga di ladang.

Melihat semak yang subur, tentu butuh pemetaan berikutnya. Apa dan bagaimana langkah berikutnya.

Di tambah semangat sebagian kawan wartawan yang mulai mengendor oleh faktor x yang susah menjelaskannya. (

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun