Sambil berbalik dengan langkah pasti, Agamuddin pun membuka semua kaca pintu bagian kiri, dan Mak Gus pun masih melihat utuh dengan raut wajah kecewa.
"Nah, keladang kita lagi," ajak Agamuddin. Mak Gus pun menjawab lain. "Baa sabanae kelompok kito ko," ujar dia.
Kami pun meneruskan jalan, Mak Gus pun berbalik ke arah tujuannya sambil menjinjing pisaunya. Turun dari mobil, empat bungkus "nasi baka" diberikan ke ketua, sesuai pesanan untuk anggota yang belum makan.
Dan tentunya keterlambatan kami, karena lama menunggu nasi bungkus, dan sekalian makan pula dulu di tepi laut Nareh itu.
"Suger baru saja balik pulang," celetup Wali, begitu Syamsul acap disapa kawan wartawan.
Sekalian menunggu dingin teh telur, hempasan domino ini kian mengasyikan. Dan jelang waktu Asar masuk, kami pun berpindah haluan.
Pun tiba di sebuah rumah warga, saat berjalan arah ke ladang, Mak Gus masih belum nyaman sepertinya. Dia sedang ngobrol, kami ajak keladang.
"Orang keluar, kita masuk. Terus sajalah," tegas dia menjawab ajakan kami pergi melihat ladang.
Ya, sore lazimnya orang pada keluar dari ladang, sementara kami baru akan mulai masuk ladang. Dunia terbalik kah? Tentu tidak. Ini hanya momen dan kesempatan yang begitu banyak berbarengan di masing-masing anggota.
Sehingga jadwal yang banyak terpaksa jadi tumpang tindih, dan saling berantuk satu sama lain. Meski demikian, domino tetap games yang paling mengasyikan, saat kamu sudah saling bersua, tak memilih tempat, yang penting ada domino, yuk main duluan.
Alhamdulillah, tiba di ladang kami berkeliling, melihat mana yang patut dan yang mungkin, peluh keluar juga di ladang.