Memancing adalah cara paling tepat dilakukan masyarakat nagari ketika buka ikan larangan di sungai. Hanya dengan mancing, kelestarian ikan akan tetap terjaga dengan baik.
Ya, mancing bersama selama beberapa hari tergantung kesepakatan panitia dan masyarakat nagari terkait.
Seperti yang sering kita jumpai di aliran Sungai Batang Mangoi. Satu dari sekian sungai besar di Kabupaten Padang Pariaman. Tiap tahun di sungai ini ada kegiatan mancing bersama.
Hebatnya, di sungai ini yang melewati VII Koto lepas ikan larangannya sesuai tradisi dan wirid dari seorang ulama, terkenal Tuanku Shaliah.
Semua sungai besar dan kecil, termasuk aliran irigasi, ketika tiba bulannya, ditangkap secara bebas, tapi tak boleh dengan jala.
Dan memang, ikan larangan hampir setiap sungai ada di daerah ini. Tampak sekali sungai sebagai potensi alam nagari yang diberdayakan dengan cara membuat ikan larangan.
Bergeduru para pecandu mancing berdatangan ke sungai, ketika mendengar ada kegiatan itu.
Malah dibuat pakai inset, atau dengan menghargai ikan yang dapat selama memancing.
Tentu beda kampung, lain pula cara lomba mancingnya. Itu yang disebut dengan kearifan lokal masing-masing.
Satu inset bisa untuk satu pancing. Artinya, kala seseorang membawa dua atau lebih pancing, maka dia harus beli inset sesuai pancing yang dibawanya.
Oleh nagari, uang hasil dari kegiatan alek memancing itu, adalah untuk pembangunan sarana umum, seperti masjid, balai pemuda, pos ronda dan sarana lainnya.
Dulu. Sekitar tahun 1980 an, buka ikan larangan itu masih boleh menangkap ikannya dengan mengembangkan jala. Namun, belakangan tak lagi boleh.
Menurut masyarakat, ikan larangan ini murni karunia Tuhan. Bibit tak pernah dimasukan ke sungai. Datang sendiri. Bila ditangkap dengan jala, atau sentrum, kelangsungan ikan berikutnya akan lama tumbuh dan berkembangnya.
Jala itu main sapu rata saja besar kecil. Semua ikan yang terjala, ya habis. Tentu lambat tumbuh berikutnya.
Makanya, supaya ikan tak cepat habis, dilakukan dengan cara mancing. Dijual inset, untuk kepentingan bersama anak nagari.
Boleh kita sebut, ikan larangan adalah budaya dan tradisi di tengah masy, terutama yang nagarinya punya aliran sungai.
Ikan larangan juga disebut sebagai "ikan baniaik" atau ikan unduhan. Biasanya seorang orang siak diundang untuk meniatkan ikan larangan itu, dalam sebuah prosesi yang cukup sakral.
Tak ada sungai, tapi kampung itu ada irigasi, pun dibuat ikan larangannya. Seperti yang kita temui di Pasar Lubuk Alung.
Aliran Irigasi Anai I yang mengalirkan air, dibuat oleh masyarakat ikan larangan di situ. Juga ada kegiatan lomba mancing tiap tahun.
Yang penting selama memancing, jangan sampai tukang pancing yang dilarikan ikan. Jaga diri baik-baik. Laut Sati rantau bertuah.
Apalagi kampung yang bukan kampung kita, butuh adaptasi tukang pancing yang bisa menyesuaikan dengan alam lingkungan itu.
Kalau tidak, siap saja untuk kecewa. Kadang pancing putus, ikan tak mau dapat, dan bisa jadi tukang pancing yang dilarikan ikan.
Memancing punya kandungan filosofi yang tinggi. Tergantung cara tukang pancing memaknainya.
Ikan banyak, lubuk beransang akan banyak ditemui di sepanjang aliran sungai besar. Dan tentu di sini membuat tukang pancing kian panik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H