Siang yang masih terik, terasa sekali peluh keluar. Langsung ke arena Balai Batu. "Ini candinya," sebut Boby.
"Tidak. Itu tidak candi. Itu Balai Batu," sela seorang ibu setengah baya. Lalu kami berdialog.
Dia sedang membersihkan semak, sekalian menyabit rumput buat ternak barangkali. Di luar pagar Menhir.
Namun, ibu setengah baya ini tak tahu banyak pula ceritanya. "Yang tahu cerita ini, siapa niniak mamak yang punya hak peto di balai ini, suami awak yang tahu," sebut dia.
Menurut cerita banyak orang di kampung itu, Balai Batu sering dijadikan tempat menolak bala.
Artinya, ketika dalam kampung sudah ada bala, seperti padi acap tak menjadi, ladang masyarakat sering tidak menghasilkan, maka para pemuka kampung memutuskan untuk diadakan ritual tolak bala.
Bertempat di Balai Batu. Tentu sekampung itu orang datang, membawa makanan, dilakukan kegiatan tolak bala menurut ilmu dan tradisi yang berlaku di kampung itu.
Kami sempat naik ke rumah ibu setengah baya, penunggu Menhir Koto Gadang itu. Lama bercerita, melihat buku peninggalan orang yang sudah melakukan penelitian di kampung itu soal Menhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H