Berbagai bentuk dan rupa batu dalam komplek yang dipagari sekelilingnya itu, seolah bicara, dan ingin mengatakan bahwa dia pembuat peradaban itu dulunya.
Teriknya panas, Selasa (31/5/2022) seketika hilang hangatnya oleh kesepian di komplek Menhir Koto Tinggi, Nagari Maek, Kecamatan Bukik Barisan, Kabupaten Limapuluh Kota.
Banyak orang menyebutkan, kalau Menhir itu kuburan lama. Lama sekali. Malah orang yang pertama kali datang dan hadir di situ membuat peradaban, sebelum zaman prasejarah.
Ada sekitar 500 an Menhir di situ, dalam hitungan banyak orang yang memberitakannya. Di bagian tengah ada tempat duduk yang dibuat dari semen.
Dan itu mungkin ada juga benarnya. Karena sebagian ada yang berbentuk kuburan. Ya, kayak baju nisan lama. Namun, di sisi lain, ada batu besar, tinggi, kadang ada lukisan dan tulisan.
Apakah itu kuburan juga. Entahlah. Cukup lama saya punya keinginan ke "mudiak" itu. Kampung sekitar 45 kilometer dari Kota Payakumbuh arah ke barat ini, baru Selasa kemarin saya tempuh.
Kami bertiga, dua motor. Pipit Faidal Fanum dan Burhanis Arfan. Dari Belubus berangkat sekitar pukul 10.00 wib, menyisiri Bukik Barisan.
Banyak mendaki, tentu banyak pula menurun. Banyak kelokan, membuat kita harus hati-hati, lantaran turunan terjal, ada lurah di sebelah kiri dan kanan jalan.
Menyebut nama Maek, orang sudah tahu negeri itu terkenal dengan seribu menhirnya. Dan memang itulah nagari yang dulunya tak ditempuh kendaraan.
Dulu, dari Maek ke Limbanang orang naik kuda. Kuda beban dinamakan sampai Simun. Lalu dari Simun baru naik mobil ke Limbanang.
Dan jejak itu masih terkesan seperti itu adanya. Konon, cerita pemilik warung di Simun itu, kedainya ini jati tempat peristirahatan dan perpisahan antara kuda beban dan mobil.
Dan kita kalau mau ke Maek pun seperti harus berhenti di Simun. Ya, sambil mendinginkan mesin motor, lantaran habis menempuh medan yang cukup berat.
Ada gerengan, sekalian minuman hangat dan dingin. Sebab, dari Simun ke Maek kita banyak menurun. Malah ada turunan yang cukup terjal, dan tentunya butuh kehati-hatian.
Setelah sekian kali bertanya, akhirnya sebelum waktu Zuhur masuk, kami sampai di komplek Menhir Koto Tinggi. Sepi tak ada orang yang bersua di situ.
Ada surau kecil di bagian sudut di ujung baratnya, tapi tak terurus. Lapangan yang luas itulah berserak batu dalam berbagai ukuran, yang disebut juga Menhir.
Bobby, begitu Burhanis Arfan disapa banyak orang menilai inilah kampung tertua itu.
Penyuka barang antik ini juga banyak menemukan bukti, betapa peradaban manusia di Maek ini jauh sebelum Masehi.
Namun, apa yang dia sampaikan tentu perlu perdebatan. Banyak bukti menyebutkan demikian, tak terlepas dari pelaku sejarah itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H