Sore selepas shalat Ashar berjamaah di lantai dua, sebagian santri langsung menuju ruangan pustaka.
Mengambil sebuah buku dan kitab, lalu di lantai membaca buku bacaan yang sudah dipilihnya.
Lalu, kawannya yang lain masih mencari-cari buku yang diingatnya dalam hati. Tak banyak sih, hanya sekitar seratusan buku yang tersedia di pustaka Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan itu.
Dan pustaka umum, baru setahun ini dibuka. Sebelumnya ada pustaka, tapi milik pribadi Buya Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, sang pendiri pesantren itu.
Isinya banyak kitab-kitab tua, besar dan kajian kitab kuning. Begitu pun para guru, secara pribadinya juga mengoleksi kitab, terutama mata pelajaran wajib di kelas pesantren.
Pustaka umum ini mulai dibuka, ketika Amiruddin, anak mendiang Buya Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah ingin menyumbangkan bukunya yang banyak ke pesantren.
Oleh pesantren, kata berjawab gayung bersambut, ruangan lantai dasar pun disekat.
Besar sih. Dua ruangan kantor, satu ruangan pustaka. Ruangan pustaka bisa memuat untuk 25 orang yang akan melakukan baca buku atau diskusi dan bedah buku, misalnya.
Tak pakai AC, tapi disediakan kipas angin, sehingga ketika membaca di ruangan yang cukup rancak itu terasa nyaman dan mengasyikan.
Pengurus pustaka membuat aturan, bahwa membaca buku atau kitab milik pustaka tak boleh di asrama.