Memaknai Hari Buku Nasional yang jatuh setiap tanggal 17 Mei, saya ingin seperti KH. Abdurrahman Wahid. Tokoh hebat yang mampu menyatukan hobi membaca dengan menulis buku.
Gus Dur, begitu bapak bangsa dari trah NU yang pernah jadi Presiden ini disapa banyak orang, adalah satu dari sekian banyak tokoh yang membuat saya terinspirasi soal membaca dan menulis.
Tak heran, di pustaka pribadi saya ada banyak buku tentang Gus Dur. Ketika saya sering dan suka beli buku di Gramedia, tampak buku soal Gus Dur, tanpa membaca sinopsisnya, saya langsung beli.
Dari hobi membaca, ilmu kepenulisan saya pun terasa meningkat dan terus ingin menulis.
Semakin banyak saya membaca buku, semakin banyak pula karya tulis yang saya lahirkan. Namun, yang berbentuk buku belum seberapa.
Ada beberapa buku yang saya coba tulis, baik secara sendiri maupun dengan berkolaborasi dengan kawan wartawan.
Buku, hingga saat ini, di tengah memenuhinya digitalisasi, agaknya masih sebuah kebutuhan akan ilmu pengetahuan.
Jendela dunia, dan membuat kesehatan mata terpelihara dengan baik. Hanya saja, dua tahun terakhir saya jarang beli buku. Mungkin karena uang semakin berkurang pula, sehingga terasa berat untuk melangkah ke Gramedia.
Alhamdulillah, koleksi buku dari berbagai disiplin ilmu ada sekitar 1.000 an. Semuanya, banyak yang dibeli, ada pula dikasih teman, pembagian dalam kegiatan dan tentunya juga ada buku yang ditulis sendiri.
Saya banyak belajar dari buku. Terutama ilmu kepenulisan. Kalaupun ada ikut pelatihan dan sekolah jurnalistik, presentasenya lebih banyak belajar secara otodidak, lewat buku.
Membaca dan menulis merupakan ajaran pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad Saw, yang ditandai dengan ayat pertama turun.
Yakni, Iqra'. Bacalah. Bila kita teruskan membaca ayat itu, tersebut di dalamnya akan pentingnya membaca dan menulis.
Inilah yang saya simak dari seorang Gus Dur, tokoh yang penuh dengan kontro versi menurut sebagian orang menanggapinya.
Dari ilmu membaca dan menulis, Gus Dur jadi tokoh merdeka, bebas berekspresi dan menuangkan pikirannya.
Dia tidak terpengaruh oleh baju kekuasaannya. Pun hilangnya jabatannya, juga tidak mempengaruhi akan kejiwaannya.
Luar biasa teladan yang dilahirkan Gus Dur kepada kita semua. Konon, dalam buku biografi Gus Dur diceritakan, kalau kuliahnya terbengkalai akibat keseringan ke pustaka.
Soal buku, Gus Dur senang menghabiskan banyak waktu. Tentu, yang menginspirasi Gus Dur akan hal demikian, adalah nilai-nilai kesantriannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H