Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Muktamar Lampung, di Balik Sarung Presiden

23 Desember 2021   09:39 Diperbarui: 23 Desember 2021   09:56 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dengan gagahnya memakai sarung saat membuka Muktamar NU ke-34 Lampung. (foto dok twitter jokowi)

Kondisi ini jauh beda dengan presiden-presiden sebelum Jokowi, yang cenderung lebih formal saat hadir di tengah komunitas sarungan.

Dan memang sudah menjadi tradisi setiap kali muktamar NU, yang membuka adalah Presiden, dan menutup Wapres. 

Sepertinya, NU mengajarkan politik kebangsaan yang santun kepada semua anak bangsa. Biduk lewat, kiambang bertaut betul-betul dinikmati dan diresapi oleh NU.

Ini tercermin ketika muktamar ke-31 di Solo, Jawa Tengah tahun 2004. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi yang sempat maju jadi Cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri kalah oleh pasangan SBY-JK.

Presiden SBY dengan gagahnya datang ke arena muktamar, dan membuka secara resmi. Begitu juga Wapres JK juga datang untuk menutup helat NU.

Presiden Joko Widodo, tampak beda dari pemimpin sebelumnya. Mungkin karena dia dari sipil, sehingga lebih senang dengan tampilan yang menyesuaikan keadaan yang sedang dihadapinya.

Bagi ulama NU dan santrinya, sarung dan memakai sarung dalam helat besar seperti muktamar, Konbes misalnya, tidak asing dan tidak ganjil, karena memang pakaian keseharian ulama.

Secara tak langsung, agaknya Presiden Jokowi menyampaikan agar warga NU kembali membudayakan tradisinya sendiri.

Ya, tradisi sarung dalam setiap momen apapun juga. Apalagi momen itu NU sendiri yang membuat, tentu tak salah bila semua peserta memakai sarung.

Di balik sarung presiden, sebuah buku karya KH Lukman Hakim, saat menulis tentang Presiden Gus Dur dulu, mengingatkan saya akan fenomena Jokowi yang memakai sarung di Lampung.

Banyak cerita yang lahir dari balik sebuah sarung. Banyak hikmah yang keluar dari ulama yang senantiasa pakai sarung, dan tentu banyak canda dan tawa ketika mendiskusikan perjalan bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun