Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setiap Orang Berpotensi Berhadapan dengan Dunia Mistis, Doa dan Ilmu Solusinya

29 Oktober 2021   11:06 Diperbarui: 29 Oktober 2021   13:25 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal pengangkut batubara di Sungai Musi, lolos dengan baik karena tau laut sati rantau bertuah. (foto dok damanhuri)

Fenomena itu acap saya alami. Kadang tiba-tiba saja muncul dan terasa menyengat bau orang memasak sambal. Ketakutan kian bertambah. Anehnya, kalau kita berjalan di tempat itu ada agak dua atau tiga orang, tak sedikit pun terasa takut dan ngeri.

Barangkali itu yang disebut dengan dunia gaib, yang tak bisa di lihat dengan kasat mata. Kalau pun terlihat, kata guru itu halusinasi kita yang timbul saat rasa takut merasuki tubuh kita.

Saat di surau pun juga ada mistisnya. Terutama tatkala guru mengajar tak hadir, dan mengaji pun libur. Surau Koto Runciang itu ada tiga bangunannya. Dua surau terbuat dari kayu, dan satu dari bangunan permanen. Orang menyebutnya dengan Surau Gadang, terletak di tengah dari tiga surau yang berjejer memanjang dari utara ke selatan.

Ngaji di surau kayu di bagian ujung utara. Sedang tidur sehabis ngaji, ketiga surau itu terisi. Selain anak mengaji, juga ada orang yang berulah di rumah istrinya, dia jadikan surau itu tempat tidur, dan ada pula tempat kumpulan ibu-ibu tua yang tengah melakukan shalat 40 hari. Tapi waktunya musiman, tak selalu ada tiap hari.

Di tengah malam yang sepi, hanya desauan air Sungai Batang Ampalu yang terdengar mengalir ke alurnya menuju muara, tiba-tiba ada saja yang mengetok pintu.

Tak ada suara berbunyi, selain ketukan. Ketika ditanya, siapa itu, tak pula ada sahutan dari luar

Ketukan pintu kian kencang, ketika dibuka tak ada siapa-siapa di luar surau. Ketakutan anak-anak tanpa guru malam itu bertambah. Lampu strokeng sudah dimatikan. Hanya sebuah lampu togok tegak menyala.

Sampai-sampai tak bisa kencing ke luar surau saking takutnya. Ditahan saja sampai pagi. Malah ada yang kecing sambil tidur, dan di ketawain teman paginya karena tikar basah dan harus dicucinya.

Kedua Surau Langkuik namanya. Terletak di sebelah timur rumah orangtua. Masih dalam Nagari Ambung Kapur. Hanya letaknya sedikit agak di bawah, di tengah sawah, dekat dengan sungai kecil. Sungai Batang Kudu namanya.

Ya, di tempat yang jauh dari pemukiman warga. Tak ada rumah penduduk sekeliling surau itu. Yang ada hanya satu-satunya surau tempat mengaji.

Keangkeran Surau Langkuik ini, siang-siang pun kita shalat sendirian di sana bisa merasa dikerjain oleh makhluk yang tidak tampak tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun