Mohon tunggu...
Lalu Ahmad
Lalu Ahmad Mohon Tunggu... -

الفقير إلى الله

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Fenomena Fatin Shidqia dan Gejala Kompromi Fiqh

18 Juni 2013   05:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:51 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyaris tidak ada yang mempermasalahkan suara laki-laki. Namun, begitu suara itu dinisbatkan pada perempuan, timbul berbagai pendapat ulama. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa suara perempuan adalah aurat, sementara mazhab Syafi’i tidak menganggapnya aurat. Demikian pula, suara perempuan menurut jumhur ulama bukanlah aurat, berdasarkan beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa istri-istri Nabi pun sering berbicara di hadapan para shahabat dalam rangka ta’lim atau keperluan lainnya yang dibolehkan oleh syara’.

Lain hukum suara, lain pula hukum nyanyian, walaupun nyanyian lahir dari suara. Dalam bab nyanyian, ikhtilaf lebih kentara. Pendapat para ulama pun terbagi dua, antara yang mengharamkan dan yang membolehkan. Ikhtilaf ini terjadi karena ada nash yang mencela nyanyian perempuan sementara ada juga nash yang menunjukkan kebolehan perempuan bernyanyi.

Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Imam Thirmidzi berbunyi, "Akan terjadi (di akhir zaman) penenggelaman bumi, hujan batu, dan pengubahan rupa. Ada seseorang dari umat Islam (sahabat) yang bertanya, "Kapankah hal itu akan terjadi? Maka beliau menjawab, "Apabila musik dan biduanita telah merajalela dan khamer telah dianggap halal.

Qur’an juga berbicara tentang suara perempuan, “Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dan berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS: al-ahzab:32).

Sementara itu, ada pula hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra : “Aku telah diziarahi oleh Abu Bakar r.a di  rumahku. Ketika itu di sampingku ada dua orang jariah yaitu gadis dari golongan Anshar, sedang mendendangkan syair golongan Anshar pada Hari Bu'as yaitu hari tercetusnya peperangan antara golongan Aus dan Khazraj. Aisyah berkata: ‘Sebenarnya mereka berdua bukanlah penyanyi.’ Abu Bakar r.a berkata: ‘Patutkah ada nyanyian syaitan di rumah Rasulullah s.a.w dan pada Hari Raya pula?’ Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: ‘Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai Hari Raya dan ini adalah Hari Raya kami.’”

Selain nash di atas, beberapa riwayat juga memperlihatkan penunjukkan yang sekilas kontradiktif.

Maka, para ulama pun terbagi dua. Imam Al Suddi, Ibnu Manzur, Ibnu Athir berpendapat bahwa suara perempuan adalah aurat jika digunakan untuk bernyanyi, bernasyid atau melunakkan suara di hadapan lelaki yang bukan mahram.

Dalam Adwaul Bayan, dijelaskan bahwa para ulama tafsir menyebut, suara perempuan yang dilagukan adalah termasuk dari kecantikan-kecantikan (yang tidak harus dipertonton dan diperdengarkan kepada lelaki bukan mahram), tiada khilaf dalam hal ini. Menurut Ibnu Katsir dalam Al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Imam al Qurthubi berpendapat, kerana suara yang seperti ini akan menjadikan orang-orang lelaki munafiq dan ahli maksiat berfikir jahat (oleh karenanya nyanyian dilarang—pen).

Sedangkan beberapa ulama kontemporer membolehkan nyanyian perempuan dengan syarat. Dr Yusuf Qaradhawi dalam fatwanya membolehkan perempuan bernanyi dengan catatan harus berada dalam kerangka hukum Islam yang menjamin diterimanya bernyanyi tanpa adanya praktik yang dilarang seperti menari, meminum alkohol, dan mengumbar nafsu belaka Secara terpisah.

Ibrahim Salah al-Din al-Houdhud, cendikiawan lain asal Universitas Al-Azhar mengatakan aturan tentang diizinkannya Muslimah bernyanyi telah disahkan dengan sejumlah catatan seperti tidak boleh melakukan hal yang melanggar agama, tidak boleh bernyanyi ketika ada tarian dan alkohol dan tidak boleh ada kamera yang merekam. Sementara itu, cendekiawan lainnya mengatakan Muslimah harus benryanyi dalam lingkungan jender non campuran. (www.republika.co.id, 22 September 2010).

Abdurrahman al-Baghdadi dalam  bukunya "Seni dalam Pandangan Islam" membolehkan nyanyian perempuan berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah mengizinkan dua perempuan budak bernyanyi di rumahnya (HR Bukhari).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun