Mohon tunggu...
Daffa Alief
Daffa Alief Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bercita-citalah setinggi langit, jika jatuh maka akan di atas bintang-bintang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudah Meratakah Akses Pendidikan di Negeri Ini?

29 Oktober 2020   15:03 Diperbarui: 31 Oktober 2020   10:55 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membuat kita mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Dalam Bahasa Indonesia, istilah Pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an” , mengandung arti “perbuatan” (hal,cara, atau sebagainya). Istilah Pendidikan ini semula berasal dari Bahasa Yunani “paedadogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Inggris “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.

Secara terminologis, Samuel Nizar menyimpulkan dari beberapa pemikiran ilmuwan bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar secara bertahap dan stimultan (proses) terencana yang dilakukan oleh orang yang memiliki persyaratan sebagai pendidik.

Fungsi Pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu fungsi praktis dan fungsi Pendidikan menurut prinsipnya. Fungsi praktis pendidikan mungkin kita semua sudah tahu jawabannya, yaitu untuk menjadi kaya, untuk hidup yang lebih sejahtera ,untuk menjadikan kita pintar , atau menjadi manusia dewasa yang terlihat lebih baik dibandingkan manusia yang lain. Ya, memang itu semua mungkin jawaban-jawaban yang kita pikirkan selama ini. Namun, pada prinsipnya, fungsi pendidikan itu terbagi menjadi empat :

  • Sosialisasi
  • Integrasi Sosial
  • Penempatan Sosial
  • Inovasi Sosial

Saya ingin menjelaskan menurut pandangan saya apakah fungsi pendidikan itu setelah saya membaca beberapa referensi bacaan melalui media sosial dan internet :

Yang pertama yaitu sosialisasi, menurut saya sosialisasi ialah pengenalan nilai dan norma yang ada di masyarakat, jadi anak-anak dituntut untuk memahami norma dan nilai yang akan kita terapkan nanti di masyarakat.

Yang kedua ialah integrasi sosial, untuk mencapai integrasi sosial, kita sebagai manusia haruslah memahami satu sama lain. Dengan kata lain, integrasi sosial merupkan suatu kehidupan di mana manusia hidup dengan damai, aman, dan tenteram tanpa adanya konflik.

Yang ketiga ialah penempatan sosial, menurut saya penempatan sosial adalah suatu proses pengidentifikasian yang dilakukan oleh pendidik kepada yang dididiknya untuk bisa berkontribusi di masyarakat. Sebagai contoh, seorang  mahasiswa yang mempelajari ilmu kedokteran, pasti diarahkan untuk bekerja di bidang kedokteran atau di institusi kesehatan lainnya.

Yang terakhir ialah inovasi  sosial, inovasi sosial di dunia pendidikan menurut saya ialah segala sesuatu yang berkaitan dengan penemuan-penemuan baru di dunia ini. Dengan pendidikan, diharapkan umat manusia dapat menemukan penemuan-penemuan terbaru di berbagai bidang, entah Sosiologi, Psikologi, Biologi, Kedokteran, dan lainnya.

Salah satu hak semua rakyat Indonesia ialah mendapatkan pendidikan yang layak. Seperti tertuang dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “ Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan”.

Pasal itu menurut saya mempunyai pengertian, yaitu entah kulit kamu apa, entah suku kamu apa, entah golongan kamu apa, selagi kamu rakyat Indonesia, kamu layak mendapatkan pendidikan yang pantas. Akan tetapi, dewasa ini kita tidak jarang menemukan banyaknya kesenjangan pendidikan di perkotaan dan di pedesaan. Ketika tidak ada pandemi saja, ketimpangan itu sangat terlihat, apalagi ketika ada pandemi seperti saat ini. Banyak sekali anak-anak dan orang tua murid mengeluhkan jaringan internet yang tidak sampai desanya, atau lebih dari itu ada orang tua murid yang rela untuk mencuri untuk memberikan anaknya  ponsel untuk pembelajaran jarak jauh.

Sebagai contoh sebelum pandemik terjadi, pada 3 Mei 2014 terdapat kondisi yang memprihatinkan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darul Ulum di pesisir pantai Desa Mawu, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima. Sekolah yang berdiri pada tahun 2007 ini hanya bermodalkan anyaman bambu dan berlantai tanah. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi belajar setiap hari, terlebih ketika sedang pandemik seperti sekarang, apakah para murid dapat merasakan nikmatnya pendidikan seperti di perkotaan. Di sisi lain guru pun hanya bermodalkan idealisme dirinya sendiri, serta pengabdian nya kepada negara untuk membuat pendidikan di Indonesia lebih maju.

Lain daerah lain pula masalahnya, kondisi anak-anak usia sekolah di Desa Patambanua, Kecamatan Matangnga, Polewali Mandar, Sulawesi Barat bahkan terbilang lebih memprihatinkan. Anak-anak yang ingin mengenyam pendidikan dasar harus berjalan kaki melewati bukit dan hutan agar bisa sampai ke sekolah. Hal tersebut berakibat banyaknya anak-anak yang seringkali telat bahkan ada yang sampai putus sekolah. Hingga tulisan ini diturunkan, masalah ketersediaan sekolah bagi anak-anak di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, belum terselesaikan. Untuk mendirikan sekolah dasar, pemerintah setempat terbentur persyaratan minimum jumlah murid yang harus 60 orang.

Berbeda nasibnya dengan anak-anak usia sekolah di wilayah perkotaan. Sudah terdapat fasilitas yang memadai, sarana dan prasarana yang hampir lengkap, akan tetapi masih banyak yang bolos. Dilansir dari detiknews pada Kamis 14 Februari 2019, Satpol PP Depok melakukan razia di sebuah warung internet (Warnet) di Jalan Kemakmuran, Sukmajaya. Di lokasi tersebut, petugas mengamankan belasan pelajar bolos sekolah yang sedang asyik main game online. Petugas mengamankan 20 siswa yang terdiri dari 1 siswa SD, 8 orang siswa SMP, dan 11 orang siswa SMA. Beruntungnya para pelajar ini, mereka semua disuruh kembali ke rumah setelah dinasihati dan disuruh membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi.

Contoh lain terjadi di Bojonegoro, dilansir dari blokbrojonegoro.com pada Senin 31 Januari 2020, belasan pelajar berhasil diamankan oleh Satuan Polisi Pamong Praja  (Satpol PP) Bojonegoro. Dari operasi tersebut, diamankan 19 pelajar dari 3 lembaga sekolah yang berbeda. Hukuman yang diberikan Satpol PP kepada para pelajar ialah mereka menghornati bendera diiringi dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hukuman ini bertujuan agar para pelajar merasa jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Kali ini saya akan membagikan contoh ketika pandemik, di Desa Sihalo-halo, Kecamatan Dolok Sigompulon, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara yang masih minim dari jaringan internet membuat beberapa siswa terpaksa tiap harinya pergi kebukit agar dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh. Metode pembelajarannya yaitu dilakukan via aplikasi whatsapp, guru memberikan soalnya melalui grup lalu murid mengerjakan jawaban dibuku tulis lalu hasilnya dikirim melalui bentuk foto. Mereka tiap pagi berangkat dengan membawa beberapa perlengkapan sekolah dan tikar untuk alas belajarnya atau bahkan hanya kaki dan tanah yang menjadi alasnya. Mereka belajar dengan berpanas-panasan, tak jarang juga mereka dilanda hujan ketika sedang belajar.

Banyak orang tua yang merasa keberatan dengan adanya pembelajaran jarak jauh ini,, mereka merasa kewalahan untuk memenuhi permintaan anaknya untuk memberikan gawai untuk PJJ. Keadaan ini dirasakan di desa bahkan mungkin di kota pun sama. Alhasil, banyak anak yang tidak dapat mengikuti pembelajaran. Bahkan saya menemukan kasus di Garut, Jawa Barat,dilansir pada suarajabar.id terdapat seorang ayah yang rela mencuri handphone tetangganya hanya untuk anaknya, agar si anak dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh. Kejadian itu berlangsung pada Rabu 5 Agustus 2020, hingga tulisan ini diturunkan, perkara ini berakhir secara damai dan tidak dibawa ke ranah meja hijau.

Prihatin, satu kata yang bisa dituliskan dalam kegiatan belajar mengajar pada pandemi ini. Terlihat sekali pemerintah tidak siap untuk menghadapi wabah yang sedang melanda di seluruh dunia. Penjelasan di atas merupakan potret kecil kesenjangan pendidikan di Indonesia. Negara jelas belum sanggup memberikan fasilitas belajar daring menggunakan teknologi informasi dan tingkat ekonomi yang masih jauh dari kata mencukupi. Pak Menteri Nadiem sudah memberikan lampu hijau untuk memakai dana BOS digunakan untuk membeli kuota untuk belajar daring, mungkin ini dapat meringankan beban para orang tua. Satu pertanyaan terakhir yang timbul, akankah jaringan internet segera merata dipenjuru negeri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun