Dengan demikian, ada dua pandangan yang bisa dipakai dalam memahami persoalan cuitan Zaki itu. Pertama secara politik, Zaki dimungkinkan telah menghitung untung ruginya cuitannya yang akan menguntungkan pasangan lawan politik Jokowi. Reaksi emosional pendukung Jokowi justru menimbulkan antipati dari pelapak beserta jutaan  tenaga kerja dan keluarga mereka yang berakibat pada pilihan di pilpres nanti.
Secara etika, jika memang cuitan Zaki itu tidak bermotif politik, apa yang dilakukan Zaki sangat tercela karena dinilai tidak tahu diri. Tindakannya itu telah menambah panjang daftar orang-orang di negeri yang mengabaikan etika, mulai dari yang jenggotan sampai anak sekolah, mulai dari yang disebut Yang Mulia anggota DPR hingga preman medsos yang menggumbar makian.
Achmad Zaki mungkin hanya salah satu saja yang kepekaan etikanya sudah luntur. Sulit rasanya menerima kenyataan adanya seseorang yang diperlakukan begitu baik tiba-tiba bersikap sebaliknya. Ini Indonesia, negeri yang warganya masih punya nilai-nilai luhur. Jadi karena itulah, Zaki panen hujatan.
Persoalannya adalah ketika kita mengetahui bahwa reaksi emosional berupa aksi "uninstall BukaLapak" itu sangat merugikan, baik bagi pelapak beserta jutaan tenaga kerja dan keluarga mereka, juga dukungan terhadap Jokowi pada pilpres nanti, apakah akan terus berlanjut? Ini yang harus dipikirkan dan dikaji ulang.Â
Kalau sekedar persoalan etika dasar yang dilanggar Achmad Zaki, mungkin banjir sindiran dan hujatan di medsos sudah cukup. Tetapi kalau benar ada kepentingan politik dalam cuitan itu, alangkah naifnya jika kita terjebak dalam skenario itu. Jangan emosional, berpikirlah jernih sebagai orang yang waras dan bermartabat.
Salam damai nan indah
Salam waras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H