Entah apa penyebab Achmad Zaki CEO dan founder BukaLapak mencuit di Twitter yang isinya mempersoalkan besaran anggaran research and development Indonesia yang dinilai rendah. Sayangnya, data yang dia kutip itu data tahun'2013, sementara data terbaru tahun 2018 telah berubah jauh meningkat berlipat-lipat. Kloplah sudah kekonyolannya.
Jangan heran jika kemudian ada yang menilai cuitan Zaki itu berniat jahat menjatuhkan kredibilitas pemerintahan Jokowi dengan data usang. Data yang dia pakai, ada saat periode presiden sebelumnya karena Jokowi baru menjabat pada 2014. Mustahil Zaki tidak tahu soal ini karena justru semasa Jokowi anggaran itu meningkat berlipat-lipat.
Meskipun begitu, kita tidak bisa juga langsung menuduh seperti itu tanpa mencoba memahami cuitan itu secara utuh. Tetapi ternyata untuk memahami persoalan cuitan itu secara utuh sehingga tidak terkesan menjustifikasi Zaki pasti bersalah, cukup sulit juga. Pertama, cuitan itu sudah dicoba dihapus Zaki meski tidak bisa hilang dari peredaran. Kedua, tidak ada cuitan prolog dan sejenisnya yang bisa membantu. Ketiga, penjelasan Zaki setelah masalah ini ramai di jagat medsos terasa hambar dan "ngeles".
Jika kita tahu prolog cuitan itu, mungkin kita bisa memahami persoalan ini secara lebih baik. Namun, data prolog itu tidak kita dapatkan. Jadi, mau tidak mau data yang ada yang bicara. Kita tentu tidak bisa membuka Buku 1001 Tafsir Mimpi untuk memahami persoalan ini. Ini jelas bukan cuitan angka togel yang cantik dan bawa hoki.
BukaLapak tercatat sebagai perusahaan startup asli Indonesia yang didirikan dan dikelola tenaga asli Indonesia, dengan perputaran uang mencapai 4 miliar US Dollar tahun lalu. Ada sekitar 4 juta UMKM yang telah bergabung di sini, sejak perusahaan ini berdiri 9 tahun lalu. Di Indonesia, BukaLapak, tercatat sebagai perusahaan startup terbesar kedua setelah Tokopedia.
Jika kita amati data awal ini, tidak tampak ada persoalan yang membuat Zaki mencuit seperti itu. Sebaliknya, data itu menunjukkan betapa besar perputaran uang di BukaLapak dan betapa banyak UMKM yang bergabung di sana. Artinya lagi, platform BukaLapak telah menghidupi sekian juta jiwa tenaga kerja dan keluarga mereka. Artinya lagi, jika ada apa-apa terhadap BukaLapak, dampak ekonomi yang timbul cukup "lumayan".
Fakta berikutnya yang ada adalah, Achmad Zaki CEO dan pendiri BukaLapak sudah tampil sebagai orang kaya di Asia, dengan kekayaan mencapai Rp 1 triliun lebih. Ini berarti secara ekonomi, Zaki sudah sangat mapan terlebih lagi istrinya juga mempunyai perusahaan HijUp yang mewadahi usaha busana muslim. Artinya, dengan kemapanan ekonomi ini, sulit memahami lahirnya cuitan itu.
Terlebih lagi, Achmad Zaki saat ulang tahun ke-9 perusahaannya yang dirayakan secara besar-besaran di Jakarta Convention Center, yang dihadiri Presiden Jokowi 10 Januari lalu, telah menyebut Jokowi sebagai Bapak BukaLapak. [1] Tidak hanya itu, Diajeng Lestari pendiri HijUp.com istri Zaki, bersama beberapa disainer busana muslim juga diterima presiden di istana 31 Januari lalu. Ini bukan hal yang remeh, ini sebuah kebanggaan yang tentunya akan membuat perusahaan Zaki itu makin berkibar.
Oleh karena itu, cuitan Zaki di Twitter 13 Februari kemarin tentang budget R&D Indonesia dibandingkan negara lain yang terhitung kecil, dengan dibumbui kalimat "Mudah2an presiden baru bisa naikin", sungguh mengherankan dan buat penasaran. Ada apa dengan Achmad Zaki? Frase 'presiden baru' sontak membuat warganet tersengat, marah. Marah karena Zaki dinilai tidak tahu diri. Akibatnya, BukaLapak pun jadi sasaran dengan gerakan #uninstall BukaLapak".
Pertanyaannya, apakah hal ini sudah dipikirkan dan diperhitungkan oleh Zaki mencuit di Twitter? Kalau itu cuitan spontan, rasanya terlalu konyol dengan akibat yang ditimbulkannya. Kalau itu disengaja berarti ada motif politik yang sudah dihitung untung ruginya secara hati-hati. Zaki itu seorang CEO, urusan hitung-hitungan pastilah sudah piawai.
Dari sisi ini, faktor politik menjadi sangat dominan sebagai latar belakang cuitan itu. Ada reaksi yang sengaja hendak diraih dengan cuitan itu. Ini tahun politik dan April nanti kita melaksanakan pilpres. Sekarang tensi emosi pendukung kedua calon cukup tinggi. Frase "presiden baru" otomatis akan menggiring pemahaman orang ke presiden yang menggantikan Jokowi. Artinya lagi, Zaki secara tersurat ingin Jokowi diganti agar anggaran research and development bertambah. Kesimpulan yang sederhana.
Jangan heran kalau cuitan Achmad Zaki itu dengan cepat memancing reaksi: uninstall BukaLapak. Tak sekadar jadi gerakan masal, beragam sindiran hingga cemoohan mengiringi aksi uninstall BukaLapak itu. Sebuah reaksi spontan akibat cuitan Zaki yang dinilai tidak tahu diri.
Persoalannya, apakah reaksi emosional itu merugikan atau menguntungkan seorang Achmad Zaki? Inilah yang harus dicermati dengan hati-hati karena gerakan #uninstal BukaLapak" itu secara politis sangat tidak menguntungkan kubu Jokowi. Kalau gerakan ini membahana, yang dirugikan secara langsung adalah empat juta lebih pelapak yang tergabung di situ. Empat juta pelapak itu membawa sekian juta jiwa lagi yang biasanya bergantung secara ekonomi.
Nah, jika mereka secara ekonomi terdholimi akibat gerakan "uninstall" ini, tentu wajar jika mereka juga marah dan memusuhi para pengusung gerakan itu. Karena gerakan"uninstall BukaLapak" itu disangkutkan dengan Jokowi, maka wajar juga jika nantinya dukungan suara dari pelapak, tenaga kerja dan keluarga mereka juga bisa tergerus.
Jadi, dihitung secara politis, akibat cuitan Achmad Zaki yang ditanggapi secara emosional dengan gerakan "uninstall BukaLapak" itu, sangat tidak menguntungkan bagi Jokowi di pilpres nanti. Persoalan ini sudah bergeser menjadi urusan ekonomi keluarga dan perut yang harus diisi. Pada akhirnya, Jokowi yang akan disalahkan sebagai pelampiasan.
Memang terasa susah untuk tidak mengaitkan persoalan cuitan CEO BukaLapak ini dengan masalah politik. Frase "presiden baru" itu penyebab pokoknya. Itu masih ditambah lagi dengan data usang yang dipakai Zaki yang justru terkesan sengaja untuk menyudutkan pemerintahan Jokowi. Pada akhirnya, orang pun akan mengorek informasi tentang Zaki secara politis.Â
Ternyata, Achmad Zaki CEO BukaLapak memang mengidolakan Sandiaga Uno cawapres Prabowo. Bahkan dia sudah menganggapnya sebagai mentor. Dia sendiri yang mengutarakan hal itu Juli 2017 lalu saat menjadi pembicara dalam sebuah seminar bersama Sandiaga. Dia menyebut Sandiaga yang menginspirasi dia membuat dan membesarkan BukaLapak. [2]
Karena itulah, sangat wajar juga jika banyak yang menilai Achmad Zaki telah dengan sengaja memasuki wilayah politik dengan membawa kepentingan tertentu, dengan cuitan di Twitter itu. Sulit sekali bagi Zaki untuk menghilangkan atau menyembunyikan fakta itu, karena jejak digitalnya tidak terhapus.
Sebenarnya, soal Zaki berharap ada presiden baru (yang telah dijelaskannya bahwa presiden baru yang dia maksud itu bukan berarti bukan Jokowi) itu wajar saja. Lha wong namanya pilihan politik kok. Bebas-bebas saja. Terlebih dia kan mengidolakan Sandiaga Uno dan telah menganggap sebagai mentor yang telah menginspirasinya.
Persoalannya bukan pada pilihan politik itu. Silakan saja dia memihak dan memilih pasangan nomor 02 Prabowo-Sandi. Namun, sebagai CEO sebuah perusahaan yang baru sebulan lalu menganugerahi sebutan Bapak BukaLapak kepada Jokowi, kok tiba-tiba mencuit di Twitter seperti itu. Ini bisa dinilai  seperti  diberi susu tetapi membalasnya dengan "air comberan".Â
Terlebih lagi, justru pada saat kepemimpinan Jokowi inilah perhatian pemerintah terhadap bisnis startup semacam BukaLapak dan bisnis berbasis teknologi IT sangat besar. Tidak hanya itu, data yang disebut Zaki dalam tulisannya itu yang dia sebut data tahun 2016, ternyata data tahun 2013. Jadi data anggaran R&D Zaki itu sangat tidak valid. Terkait soal data itu, biar ahli yang membahasnya.Â
Dengan demikian, ada dua pandangan yang bisa dipakai dalam memahami persoalan cuitan Zaki itu. Pertama secara politik, Zaki dimungkinkan telah menghitung untung ruginya cuitannya yang akan menguntungkan pasangan lawan politik Jokowi. Reaksi emosional pendukung Jokowi justru menimbulkan antipati dari pelapak beserta jutaan  tenaga kerja dan keluarga mereka yang berakibat pada pilihan di pilpres nanti.
Secara etika, jika memang cuitan Zaki itu tidak bermotif politik, apa yang dilakukan Zaki sangat tercela karena dinilai tidak tahu diri. Tindakannya itu telah menambah panjang daftar orang-orang di negeri yang mengabaikan etika, mulai dari yang jenggotan sampai anak sekolah, mulai dari yang disebut Yang Mulia anggota DPR hingga preman medsos yang menggumbar makian.
Achmad Zaki mungkin hanya salah satu saja yang kepekaan etikanya sudah luntur. Sulit rasanya menerima kenyataan adanya seseorang yang diperlakukan begitu baik tiba-tiba bersikap sebaliknya. Ini Indonesia, negeri yang warganya masih punya nilai-nilai luhur. Jadi karena itulah, Zaki panen hujatan.
Persoalannya adalah ketika kita mengetahui bahwa reaksi emosional berupa aksi "uninstall BukaLapak" itu sangat merugikan, baik bagi pelapak beserta jutaan tenaga kerja dan keluarga mereka, juga dukungan terhadap Jokowi pada pilpres nanti, apakah akan terus berlanjut? Ini yang harus dipikirkan dan dikaji ulang.Â
Kalau sekedar persoalan etika dasar yang dilanggar Achmad Zaki, mungkin banjir sindiran dan hujatan di medsos sudah cukup. Tetapi kalau benar ada kepentingan politik dalam cuitan itu, alangkah naifnya jika kita terjebak dalam skenario itu. Jangan emosional, berpikirlah jernih sebagai orang yang waras dan bermartabat.
Salam damai nan indah
Salam waras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H