Sekali lagi Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekesalannya terhadap pihak yang menuding dia terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Kali ini, dia menyatakan akan menggebuk si penyebar isu tersebut. Namun, sayangnya presiden belum berhasil menemukan orang yang membuatnya kesal itu.
Lah, masak sih sekelas Presiden Jokowi dan aparatnya belum berhasil menemukan biang kerok pembuat dan penyebar tuduhan PKI itu? Bagi orang awam seperti saya, pernyataan presiden ini seperti sekaligus menggambarkan bagaimana lihainya si pembuat berita hoax PKI itu dalam menjalankan aksinya.
Pernyataan presiden soal tuduhan terlibat PKI, yang diutarakannya di Serang Banten, Rabu kemarin itu, seperti mengulangi kekesalannya yang diungkapkan di Bogor 6 Maret lalu, "PKI saja dibubarkan 1965. Saya lahir 1961. Berarti ada PKI balita. Lucu banget itu. Ngawur banget itu."Â
Memang sudah berkali-kali tuduhan terlibat PKI itu dilontarkan kepada Jokowi. Dan, sudah sering pula dia membanrah isu itu. Namun, agaknya isu itu memang secara masif dilontarkan untuk menjatuhkan Jokowi sejak masa Pilpres 2014 dulu. Berulang dan terus berulang.Â
Persoalan ini menjadi menarik ketika Presiden Jokowi menyebut belum bisa menemukan orang yang melontarkan tuduhan keji itu. Dia ingin dan akan menggebuk orang atau pihak yang menuduhnya terlibat PKI, tetapi sampai saat ini belum berhasil menemukan orang atau pihak yang menuduhnya itu.
"Jengkel tapi cari orangnya enggak ketemu. Awas kalau ketemu tak gebuk betul itu." Itulah pernyataan Jokowi di Serang, Banten, Rabu (14/3) kemarin. Â [1]Â Manusiawi Presiden Jokowi merasa kesal dan ingin menggebuk si pelaku.
Itu mungkin sama manusiawinya seperti kita yang juga marah dan jengkel dengan maraknya penyebaran ujaran kebencian, berita hoax, upaya adu domba di media sosial dewasa ini. Bedanya kita warga masyarakat biasa, sementara Jokowi seorang presiden yang punya kekuasaan dan aparat yang membantunya.
Karena itu ketika Presiden Jokowi menyatakan belum berhasil menemukan orang yang menuduhnya terlibat PKI, tentunya bisa menimbulkan banyak praduga tentang kinerja para pembantunya. Namun lebih dari itu, bisa saja ada penilaian bahwa pihak penyebar tuduhan PKI memiliki jaringan yang rapi dan sulit diendus keberadaannya oleh aparat. Ibaratnya kentut, baunya semerbak ke mana-mana namun sumbernya entah di mana.
Tuduhan dan serangan berita hoax terhadap figur Jokowi memang punya kisah yang cukup lama, pastinya sejak dia ikut ajang Pilpres 2014 lalu. Saat itu, portal berita Kompas.com edisi 16 Juli 2014 sempat menulis soal Rob Allyn, konsultan politik pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta yang dituduh terlibat kampanye kotor atau kampanye hitam demi memenangkan kliennya itu dalam Pilpres 20014.Â
Selain bantahan Rob Allyn, kompas.com memuat kutipan menarik dari "indonesia-2014" yang pemimpin umumnya Goenawan Mohamad soal tuduhan komunis, kafir, dll yang diarahkan ke Jokowi saat itu
"Apa yang terjadi di Indonesia saat ini khas karya-karya Allyn: penuh kebohongan, fitnah, rekayasa, dan pelintiran. Jokowi misalnya dituduh sebagai komunis, kafir, anti-Islam, Kristen, memiliki orangtua Tionghoa-Singapura. Begitu juga konsep Revolusi Mental, ini dituduh sebagai gagasan komunis. Di sepanjang proses pemfitnahan ini, beredar bukti-bukti hasil rekayasa, seperti foto, akta kelahiran atau bahkan surat nikah palsu," tulis Indonesia-2014 dalam artikel yang terbit pada 13 Juli 2014."
(Baca Jokowi dan Serangan Isu PKI)
Faktanya, hingga saat ini model isu yang beredar juga tidak jauh dari hal-hal yang disebut Indonesia-2014 itu. Baik Jokowi maupun pendukungnya, terutama PDIP, masih sering jadi sasaran Isu soal PKI ini. Bahkan tuduhan yang dilontarkan Alfian Tanjung yang membuat dosen Universitas Buya Hamka itu divonis 2 tahun penjara akhir 2017 kemarin, ternyata diulang kembali. Kivlan Zen, tersangka tindakan makar tahun lalu, beberapa hari lalu mengulang tuduhan bahwa banyak kader PDIP yang terlibat PKI.
Dia sempat menyebut nama Budiman Sudjatmiko, Eva Kusuma Sundari, Rieke Diah Pitaloka. Tentu saja itu tuduhan lama yang pernah muncul pada waktu yang lalu. Ketiga orang yang dituduhnya itu pun jelas menolak tuduhan itu. Jika melihat kasus Alfian Tanjung atau isu sebelumnya, tuduhan Kivlan Zen bisa disebut sudah basi.
PDIP sudah menyatakan akan membawa persoalan ini ke ranah hukum dan melaporkan Kivlan Zen ke polisi. [2] Budiman Sudjatmiko bahkan sudah mempersilakan Kivlan Zen untuk memilih sel di LP Cipinang. Apakah Kivlan akan bernasib sama dengan Alfian Tanjung memang masih harus ditunggu. Namun, yang pasti isu dan tuduhan PKI ini selalu diulang dari yang itu itu juga.
Dalam kasus yang terakhir ini jelas siapa orang yang melontarkan tuduhan itu yaitu Kivlan Zen. Demikian pula dalam kasus Bambang Tri penulis Jokowi Undercover atau Alfian Tanjung yang sudah divonis penjara itu.Â
Itu jelas sangat berbeda dengan kasus kekesalan Presiden Jokowi yang akan menggebuk orang atau pihak yang menuduhnya terlibat PKI itu tetapi belum berhasil menangkap pelakunya. Dalam kasus tuduhan terhadap presiden ini belum jelas siapa pelakunya, yang masih dicari itu. Inilah yang menarik untuk dikaji dan dibicarakan.
Apakah pernyataan presiden itu sebagai sentilan kepada para aparat penegak hukum agar segera menuntaskan persoalan tuduhan terlibat PKI itu? Bisa saja begitu. Bisa juga itu sekaligus ekspresi kekecewaan presiden atas kerja anak buahnya yang tak kunjung berhasil menuntaskan persoalan itu.
Polisi memang telah berhasil mengungkap dan menangkap pentolan grup produsen hoax, fitnah, dan pengadu domba di medsos, Muslim Cyber Army. Kepolisian juga sudah menyimpulkan bahwa grup Saracen ikut terlibat di MCA. Dua sindikat ini disebut sengaja memviralkan berita bohong untuk menciptakan gaduh dan keresahan pada masyarakat dan pemerintah. Setelah itu, mereka secara masif akan membangun opini jika pemerintah gagal dalam menyelesaikan gaduh tersebut.Â
Namun, hingga saat ini, siapa aktor intelektual dan penyandang dana kelompok MCA itu masih misterius? Apakah pihak ini pula yang terlibat dalam penyebaran tuduhan terlibat PKI terhadap Presiden Jokowi? Itulah jawaban yang patut ditunggu.
Salam salaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H