Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Serangan Isu PKI

7 Maret 2018   13:11 Diperbarui: 7 Maret 2018   15:16 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Portal berita Kompas.com pada 16 Juli 2014 menulis soal Rob Allyn konsultan politik pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta yang dituduh terlibat kampanye kotor atau kampanye hitam demi memenangkan kliennya itu dalam Pilpres 20014. Selain bantahan Rob Allyn, ada kutipan menarik dari indonesia-2014 yang pemimpin umumnya Goenawan Mohamad soal tuduhan komunis, kafir, dll yang diarahkan ke Jokowi saat itu

"Apa yang terjadi di Indonesia saat ini khas karya-karya Allyn: penuh kebohongan, fitnah, rekayasa, dan pelintiran. Jokowi misalnya dituduh sebagai komunis, kafir, anti-Islam, Kristen, memiliki orangtua Tionghoa-Singapura. Begitu juga konsep Revolusi Mental, ini dituduh sebagai gagasan komunis. Di sepanjang proses pemfitnahan ini, beredar bukti-bukti hasil rekayasa, seperti foto, akta kelahiran atau bahkan surat nikah palsu," tulis Indonesia-2014 dalam artikel yang terbit pada 13 Juli 2014."[1]

Dan Selasa 6 Maret 2018 kemarin, hampir 4 tahun setelah Pilpres, Kompas.com memuat berita tentang Presiden Jokowi yang merasa jengkel karena tuduhan PKI itu masih disuarakan. "Saya saja, sampai sekarang masih ada yang bilang, 'Pak Jokowi PKI'. Banyak yang seperti itu....PKI saja dibubarkan 1965. Saya lahir 1961. Berarti ada PKI balita. Lucu banget itu. Ngawur banget itu," kata Presiden Jokowi saat berpidato di acara pembagian 15.000 sertifikat bagi masyarakat di Kabupaten Bogor.[2]

Apakah ini berarti sumber isu PKI dan yang lainnya itu masih berasal dari sumber yang sama? Ini pertanyaan menggoda yang tidak bisa dijawab tanpa bukti yang jelas karena bisa berimplikasi pada persoalan hukum. Jadi saya persilakan menunggu hasil penelitian polisi dan aparat terkait. 

Namun, itu tidak berarti kita tidak bisa berasumsi dari data dan fakta yang tercecer di jagat informasi. Salah satu fakta yang ada menunjukkan tuduhan itu secara gamblang telah dilontarkan saat momen Pilpres 2014. 

Obor Rakyat, taboid fitnah yang dikelola salah satu anggota staf kepresiden saat itu, lebih jelas lagi fitnahnya. Tabloid itu disebarkan secara gratis ke masjid dan ponpes di Jawa melalui Kantor Pos.

Setiyardi Budiono pemimpin redaksi tabloid itu diketahui menjabat asisten staf khusus presiden bidang otonomi Velix Wanggai, kolega Andi Arief. Meski mengaku tak tahu aktivitas Setyardi Budiono di Obor Rakyat, cap sebagai bos pimred Obor Rakyat tetap melekat.

Bersama penulis Obor Rakyat Darmawan Sepriyosa, Setiyardi Budiono telah dijatuhi hukuman delapan bulan penjara di PN Jakarta Pusat pada 22 November 2016 lalu namun keduanya mengajukan banding. Belum diketahui vonis terakhir untuk keduanya.

Dari Obor Rakyat muncul buku Jokowi Undercover yang ditulis Bambang Tri asal Blora yang di antaranya menyebut ada pemalsuan identitas dengan mengatakan Jokowi masih satu ibu dengan Bimo seorang kader PDIP disebut beribukan seorang Gerwani. Ini isu lama yang muncul saat Pilpres 2014 sebelum Bambang Tri menulis bukunya. Di PN Blora, Bambang Tri divonis 3 tahun penjara, 29 Mei karena terbukti mempraktekkan ujaran kebencian dan melanggar UU ITE.

Setelah Bambang Tri, muncul Alfian Tanjung dosen Universitas Buya Hamka yang menuduh staf ahli kepresiden Teten Masduki adalah kader PKI. Tak hanya itu, dia juga menyebut nama Urip Supriyanto, Budiman Sudjatmiko, hingga Nezar Patria anggota Dewan Pers  itu. Mereka disebut sering rapat di Istana. PDIP juga disebut 85 persen kadernya adalah kader PKI.

Alfian akhirnya ditahan di Mako Brimob dan diproses secara hukum juga. Pada 13 Desember 2017 kemarin, majelis hakim PN Surabaya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Itu hanya contoh konkret pelaku penyebar isu PKI dan fitnah kepada Jokowi dan kelompok pendukungnya yang sudah terbukti bersalah dan divonis penjara di pengadilan. Tetapi, informasi yang ditulis oleh wartawan Allan Nairn yang dimuat di tirto.id menunjukkan hal yang lebih mendasar tentang kemunculan isu PKI itu.

Tulisan yang aslinya berjudul "Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President" awalnya dimuat di The Intercept. Kemudian dipublikasikan di Tirto.id dengan judul "Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar. [3]

Walaupun laporan investigasi Allan Nairn itu cukup kontroversial, dan ada sumber yang membantah telah memberikan pernyataan seperti yang ditulis dalam laporan  itu, isinya bisa dimanfaatkan untuk memahami secara lebih baik terkait politik kekinian di  Indonesia  termasuk  soal PKI itu.

Munculnya kelompok-kelompok penyebar hoax dan fitnah semacam grup Saracen dan Muslim Cyber Army itu yang mengadu domba masyarakat, menebar kebencian, juga mengulang isu kebangkitan PKI tidak bisa dilepaskan dari situasi paska Pilpres 2014 dan situasi kekinian seperti yang ditulis dalam laporan Allan Nairn itu. Walaupun laporan itu tidak bisa juga bisa dipercaya seratus persen.

Dari hasil penangkapan dan pengungkapan grup Muslim Cyber Army, pihak kepolisian sampai pada kesimpulan bahwa kelompok ini punya tujuan yang lebih serius. Grup ini masih punya ikatan dengan grup Saracen yang beberapa anggotanya sebelumnya sudah ditangkap. Keduanya dinilai punya motif politik yaitu membangun opini bahwa pemerintah sudah gagal dalam menangani persoalan bangsa ini.

Dua sindikat ini disebut polisi sengaja memviralkan berita bohong untuk menciptakan gaduh dan keresahan pada masyarakat dan pemerintah. Setelah itu, mereka secara masif akan membangun opini jika pemerintah gagal dalam menyelesaikan gaduh tersebut. [4]

Walaupun hingga kini aktor intelektual dan penyandang dananya masih dalam pelacakan, cara kerja grup yang sudah muncul sejak Pilkada DKI lalu, cukup sistematis. Ada grup inti  Muslim Family  Cyber Army yang hanya beranggotakan 9 orang. Ada Cyber Muslim Defeat Hoax yang menyeting opini dan menyebarluaskannya. Ada Muslim Cyber Army United. Ada pula kelompok sniper yang bertugas menyerang pihak lain termasuk dengan mengirim virus ke target.

Jika dilihat dari perjalanan isu-isu yang menyerang Presiden Jokowi baik secara personal maupun pemerintahannya, yang ternyata sebagian mengusung isu yang sama yaitu komunisme, cukup wajar jika ada yang menilai terdapat pemain lama yang itu-itu juga dalam kasus ini. Muaranya tentu kekecewaan atas terpilihnya Jokowi sebagai presiden dan tentu saja untuk meraih kemenangan politik pada Pilpres 2019 dan menyingkirkan Jokowi dari panggung politik.

Mungkin asumsi cukup sah untuk dipakai memahami pernyataan beberapa yang mulia anggota DPR seperti Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang terkesan mendukung grup Muslim Cyber Army yang ditangkap polisi itu. Terakhir, isunya berubah bahwa yang ditangkap itu Muslim Cyber Army palsu. Asumsi itu juga bisa dipakai untuk memahami cuitan minir Fahri Hamzah di Twitter seperti ini.

Screenshot Twitter
Screenshot Twitter
Dengan demikian, kejengkelan Presiden Jokowi itu mungkin masih akan berlanjut selama situasi politik kekinian masih seperti itu. Tampaknya pula simbiosa mutualisme antara para laskar pembuat sampah hoax itu dengan pemilik kepentingan politik praktis tidak malu-malu lagi dipertontonkan karena mereka tahu pasti bahwa sinyal dan asumsi saja tidak bisa menjerat mereka secara hukum.

Berbeda ceritanya jika polisi berhasil menemukan bukti hukum adanya simbiosa mutualisme itu. Mungkin itulah pukulan balik yang diharapkan masyarakat banyak: para bos dan aktor intelektual penyebaran berita hoax yang merusak bangsa itu bisa ditangkap dan dipenjarakan. Mungkin pula dengan hasil itu, tahun-tahun politik akan jadi lebih sejuk.

Salam salaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun