Itu hanya contoh konkret pelaku penyebar isu PKI dan fitnah kepada Jokowi dan kelompok pendukungnya yang sudah terbukti bersalah dan divonis penjara di pengadilan. Tetapi, informasi yang ditulis oleh wartawan Allan Nairn yang dimuat di tirto.id menunjukkan hal yang lebih mendasar tentang kemunculan isu PKI itu.
Tulisan yang aslinya berjudul "Trump's Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President" awalnya dimuat di The Intercept. Kemudian dipublikasikan di Tirto.id dengan judul "Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar. [3]
Walaupun laporan investigasi Allan Nairn itu cukup kontroversial, dan ada sumber yang membantah telah memberikan pernyataan seperti yang ditulis dalam laporan  itu, isinya bisa dimanfaatkan untuk memahami secara lebih baik terkait politik kekinian di  Indonesia  termasuk  soal PKI itu.
Munculnya kelompok-kelompok penyebar hoax dan fitnah semacam grup Saracen dan Muslim Cyber Army itu yang mengadu domba masyarakat, menebar kebencian, juga mengulang isu kebangkitan PKI tidak bisa dilepaskan dari situasi paska Pilpres 2014 dan situasi kekinian seperti yang ditulis dalam laporan Allan Nairn itu. Walaupun laporan itu tidak bisa juga bisa dipercaya seratus persen.
Dari hasil penangkapan dan pengungkapan grup Muslim Cyber Army, pihak kepolisian sampai pada kesimpulan bahwa kelompok ini punya tujuan yang lebih serius. Grup ini masih punya ikatan dengan grup Saracen yang beberapa anggotanya sebelumnya sudah ditangkap. Keduanya dinilai punya motif politik yaitu membangun opini bahwa pemerintah sudah gagal dalam menangani persoalan bangsa ini.
Dua sindikat ini disebut polisi sengaja memviralkan berita bohong untuk menciptakan gaduh dan keresahan pada masyarakat dan pemerintah. Setelah itu, mereka secara masif akan membangun opini jika pemerintah gagal dalam menyelesaikan gaduh tersebut. [4]
Walaupun hingga kini aktor intelektual dan penyandang dananya masih dalam pelacakan, cara kerja grup yang sudah muncul sejak Pilkada DKI lalu, cukup sistematis. Ada grup inti  Muslim Family  Cyber Army yang hanya beranggotakan 9 orang. Ada Cyber Muslim Defeat Hoax yang menyeting opini dan menyebarluaskannya. Ada Muslim Cyber Army United. Ada pula kelompok sniper yang bertugas menyerang pihak lain termasuk dengan mengirim virus ke target.
Jika dilihat dari perjalanan isu-isu yang menyerang Presiden Jokowi baik secara personal maupun pemerintahannya, yang ternyata sebagian mengusung isu yang sama yaitu komunisme, cukup wajar jika ada yang menilai terdapat pemain lama yang itu-itu juga dalam kasus ini. Muaranya tentu kekecewaan atas terpilihnya Jokowi sebagai presiden dan tentu saja untuk meraih kemenangan politik pada Pilpres 2019 dan menyingkirkan Jokowi dari panggung politik.
Mungkin asumsi cukup sah untuk dipakai memahami pernyataan beberapa yang mulia anggota DPR seperti Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang terkesan mendukung grup Muslim Cyber Army yang ditangkap polisi itu. Terakhir, isunya berubah bahwa yang ditangkap itu Muslim Cyber Army palsu. Asumsi itu juga bisa dipakai untuk memahami cuitan minir Fahri Hamzah di Twitter seperti ini.
![Screenshot Twitter](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/07/screenshot-20180307-122048-01-5a9f818cf13344177f2ed923.jpeg?t=o&v=555)
Berbeda ceritanya jika polisi berhasil menemukan bukti hukum adanya simbiosa mutualisme itu. Mungkin itulah pukulan balik yang diharapkan masyarakat banyak: para bos dan aktor intelektual penyebaran berita hoax yang merusak bangsa itu bisa ditangkap dan dipenjarakan. Mungkin pula dengan hasil itu, tahun-tahun politik akan jadi lebih sejuk.
Salam salaman.