Pertanyaan dan kecurigaan itu yang bisa menjawabnya hanya pihak kepolisian sendiri. Dan rasanya, jawaban atas pertanyaan dan kecurigaan itu sudah tidak cukup dengan kata-kata tetapi harus berupa tindakan nyata. Namun, maukah polisi melakukannya? Rasanya kok banyak yang akan meragukannya
Oleh karena itu, seharusnya institusi yang membawahkan kepolisian, yang harus peka menangkap situasi ini. Presiden selaku atasan langsung kapolri seyogyanya tidak lagi bersikap pasif dengan menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan ke kepolisian. Kalau memang kenyataannya diperlukan sebuah tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap kasus itu, mengapa pula harus ragu.
Kenyataan menunjukkan hingga hari ini (hari ke-207), sejak terjadinya penyerangan terhadap Novel Baswedan usai sholat Subuh di Masjid Jami Al-Ihsan di RT 003 RW 010 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April 2017, kasus itu tidak jelas. Kurangnya barang bukti jadi alasan sulitnya mengungkap kasus ini, yang disebut lebih sulit dari pengungkapan kasus Bom Bali.
Dengan dasar itu, sebuah tim gabungan pencari fakta tentu bisa membantu tugas pengungkapan. Kalau memang polri sudah kesulitan, mengapa pula menolak pembentukan tim gabungan pencari fakta. Memang banyak informasi tak sedap soal sulitnya pengungkapan kasus ini, misalnya soal keterlibatan jenderal polisi. Informasi semacam ini tentu perlu kejelasan.
Yang terjadi justru sebaliknya, penanganan kasus penyerangan terhadap Novel ini justru terkesan "tertatih-tatih". Sebuah kondisi yang mengherankan mengingat SDM yang dimiliki polri cukup mumpuni. Yang justru terdengar malah ada upaya pihak luar membuka kasus lama Novel (yang sudah dihentikan penuntutannya oleh kejaksaan) dan menjadikan dia tersangka.
Terkait pentingnya pembentukan tim gabungan pencari fakta kasus penyerangan terhadap Novel itu, pendapat mantan ketua MK Mahfud MD cukup menarik:Â
"Menurut saya, mengungkap kasus Novel ini tidak sulit. Tinggal mau atau tidak." Di sisi lain, rakyat dan sejumlah LSM mendesak Presiden Joko Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kasus Novel Baswedan.... "Ketika itu dibentuk tim pencari fakta, rakyat akan puas karena rakyat melihat sudah dibentuk TGPF-nya. Memang mungkin lebih baik dibikin." [1]
Jadi, mengacu pendapat Mahfud MD, mengungkap kasus Novel itu sebenarnya tidak sulit dan tinggal mau atau tidak. Lha kalau begitu mengapa kok penanganan kasus ini hingga hari ke-207 kok masih tidak jelas hasilnya? Apakah itu berarti itu kurang "mau"nya? Kalau memang demikian, "mau"nya memang harus ditambah. Mungkin memang diperlukan energi tambahan untuk mendongkrak "mau"nya itu.
Dalam konteks ini, pembentukan tim gabungan pencari fakta kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan sangat tepat adanya. Keberadaan tim ini bisa jadi energi tambahan yang bisa mendongkrak "mau"nya tadi, sehingga kasus ini bisa diselesaikan dan penjahatnya bisa ditangkap dan dipenjara.Â
Namun, lagi-lagi pembentukan tim gabungan ini memang harus dengan persetujuan dan perintah presiden. Pertanyaannya, apakah presiden "berkenan" karena ini menyangkut relasi presiden dengan kapolri dan jajarannya. Ya, kita berharap baik saja dari keduanya, baik presiden maupun kapolri untuk legowo membentuk tim gabungan pencari fakta itu.
Kalau tidak mau dan tidak legowo bagaimana? Udah ah, jawab sendiri saja.