Dia bersikukuh menyatakan tidak tertarik mengenal Achmad Fathanah walaupun tahu Fathanah itu temannya Lutfi Hasan Ishaaq. Fahri sendiri saat itu menjabat wakil Sekjen PKS mendampingi Lutfi Hasan Ishaaq. Sementara foto yang disebut itu memperlihatkan Fahri duduk satu meja dengan Achmad Fathanah dan beberapa petinggi PKS.
Suswono (menteri pertanian saat itu) di persidangan kasus itu juga menyatakan pernah satu mobil dengan Achmad Fathanah, Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq, dan Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah pada 2012 lalu. Mereka saat itu dalam perjalanan menuju rumah Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin karena diundang sarapan pagi. (kompas.com, 22/8/2013)
Itu dua kasus yang sempat menyeret nama Fahri Hamzah di persidangan korupsi. Yang pasti dua kasus itu terbukti belum mampu menunjukkan Fahri Hamzah terlibat korupsi sehingga aman-aman saja hingga kini. Tetapi, mengapa Fahri Hamzah begitu getol memusuhi KPK bahkan meminta lembaga itu dibubarkan?
Yang tahu jawaban pastinya tentu Fahri Hamzah sendiri. Sikap Fahri ini bisa dikategorikan aneh tapi nyata. Disebut aneh, karena Indonesia sekarang sedang dilanda darurat korupsi dan perlu lembaga antirasuah seperti KPK untuk memeranginya tetapi Fahri Hamzah malah minta dibubarkan. Rakyat banyak berharap agar KPK lebih garang dan perkasa menindak koruptor, Fahri malah memusuhi dan melemahkan KPK. Lha Fahri Hamzah itu wakilnya siapa, ya?
Kembali ke masalah hak angket yang diusulkan Fahri Hamzah terkait kasus E-KTP yang menyeret banyak nama besar termasuk anggota dan ketua DPR itu. Fahri telah mencoba membawa persoalan hukum ini ke wilayah politik dengan memanfaatkan hak angket yang dimiliki DPR. Secara kasat mata Fahri Hamzah telah mencoba menghambat proses penanganan kasus hukum ini.
Alasan yang dipakai sungguh mengada-ada yaitu adanya kejanggalan dalam nama-nama pejabat dan anggota DPR yang disebut dalam kasus ini. Menurut dia, nama-nama legislator yang disebut baru dilantik pada saat penganggaran e-KTP. Fahri merasa tak masuk akal jika ada konspirasi di antara mereka yang baru saja dilantik.
Dia mempertanyakan bagaimana bisa anggota DPR baru dengan menteri baru langsung buat kesepakatan. Selain itu, pada 2014 Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) membuat audit di akhir periode DPR dan pemerintahan lalu dan menyatakan kedua lembaga tersebut bersih. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga disebut Fahri pernah mengatakan bahwa audit kepada proyek e-KTP ini merupakan yang paling sempurna di antara proyek-proyek lainnya.
Jika itu alasan Fahri, dia memang belum mempelajari kasus E-KTP yang kini disidangkan itu. Dalam dakwaan jaksa terungkap apa yang jadi dasar omongan Fahri itu. Seharusnya Fahri menghargai proses hukum yang sedang berlangsung dan bukannya melemparkan opini dan menggiring masalah korupsi ini ke wilayah politik.
Yang lebih kejam lagi, Fahri telah menuduh Ketua KPK Agus Rahardjo terlibat konflik kepentingan dalam kasus itu. Fahri menyebut Agus dalam kedudukannya saat itu sebagai ketua Lembaga Pengkajian Barang dan Jasa Kementerian Dalam Negeri termasuk yang pernah membawa pengusaha menemui Gamawan Fauzi yang menjabat mendagri saat itu.
"Oleh sebab itu, untuk menghindari konflik kepentingan, saya meminta Agus mengundurkan diri jadi ketua KPK. Kalau posisi dia sebagai mantan Ketua Lembaga Pengkajian Barang dan Jasa dan Ketua KPK sekarang maka kasus ini bisa menyimpang. Dia tahu kasus ini, dia terlibat kasus ini bahkan dia terlibat dalam melobi salah satu konsorsium meskipun itu konsorsium BUMN," kata Fahri. (detik.com, 14/3/2017)
Ini sebuah tuduhan yang serius. Walaupun sebagai anggota DPR dia memiliki kekebalan dalam mengeluarkan pendapat, ucapan Fahri ini sudah melampaui hal itu. Dia harus bisa membuktikan tuduhannya itu, yang berpotensi mengkriminalisasi Agus Rahardjo.