Ya Allah, jauhkan kami dari pekerti "ono ngarep ewuh-ewuhi, ono mburi ngegol-egoli" (di depan merintangi, di belakang jadi beban).Â
Ya Allah, ingatkan kami bahwa "ajining diri ono ing lathi, ajining diri ono ing cuitan"
(Ungkapan Jawa yang umum adalah "ajining diri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busono, oleh Anas bagian akhir diubah menjadi ajining diri ono ing cuitan. Makna bebasnya, Â harga diri itu ada di ucapan, harga diri itu ada di cuitan. Jadi berhati-hatilah, jagalah lidah ucapan dan jagalah cuitan di twitter.)
Ya Allah, jauhkan para pemimpin kami dari JARKONI "biso ngajar ora biso nglakoni" (bisa mengajarkan tapi tak bisa mempraktekkan).
Ya Allah, jangan lupakan kami dari petuah leluhur "ojo metani alaning liyan" (jangan mencari keburukan orang lain).
Ya Allah, jangan ubah "lengser keprabon madeg pandhito" menjadi "lengser keprabon madeg CAKIL".
Dalam pandangan Jawa, seorang pandito adalah seorang guru terhormat, penuntun umat, yang memberi suri tauladan, yang sudah purna dengan dirinya sendiri, yang hanya memikirkan kemaslahatan rakyat dan negara, dan mendekatkan diri ke Illahi Robbi, menanggalkan sifat memuja nafsu duniawi. Seperti itulah seharusnya seorang raja atau pemimpin setelah tidak menjabat, yaitu "lengser keprabon madeg pandito".
Cakil atau butho adalah raksasa yang perilakunya kurang terpuji, mengumbar hawa nafsu, mau menang sendiri, individualis, suka berbuat gara-gara, pemuja kenikmatan dunia, dan meresahkan rakyat. Seorang raja atau pemimpin setelah tidak menjabat lagi, seharusnya menjauhi perilaku cakil yang buruk hati dan perangainya.
Jadi, meskipun twit Anas itu ada yang ditujukan langsung ke SBY ataupun berupa sindiran tak langsung, makna yang dikandung dalam falsafah Jawa yang dikutipnya cukup dalam. Oleh karena itu, lepas dari motivasinya kultwit Anas Urbaningrum ini cukup bermanfaat untuk bahan perenungan bagi yang berniat menjadi pemimpin, yang saat ini menjadi pemimpin, ataupun yang usai menjadi pemimpin atau berstatus mantan.
Kultwi Anas itu adalah pelajaran tentang kepemimpinan, tentang etika seorang pemimpin, juga bagaimana seseorang harus bertindak menjadi negarawan yang harus purna terhadap dirinya sendiri. Anas menyebut: Negarawan mengutamakan pupuk. Politisi menyukai karbit. Negarawan memperjuangkan generasi berikutnya. Politisi memperjuangkan keturunan berikutnya. Demokrasi menjunjung kepentingan rakyat. Dinasti memanggil kepentingan anak.Â
Begitulah kultwit Anas Urbaningrum yang banyak mengutip falsafah Jawa. Kebenaran tetaplah kebenaran, kebijaksanaan tetaplah kebijaksanaan, jangan pandang siapa yang menyatakannya. Seorang rakyat jelata, petani, pedagang, guru, bahkan seorang narapidana seperti Anas Urbaningrum pun bisa membawa kebenaran dan kebijaksanaan.