Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dinasti Politik Cenderung Korup, Pak Wapres...

7 Januari 2017   17:23 Diperbarui: 8 Januari 2017   19:28 3096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus jual beli jabatan seperti di Klaten itu hanya salah satunya. Kata orang, karena apes saja Bupati Klaten Sri Hartini tertangkap KPK. Ada yang menyebut kasus serupa juga terjadi di banyak daerah tetapi tak tersentuh hukum. Padahal di daerah juga ada kepolisian atau kejaksaan. Masa, semua harus KPK yang turun tangan.

Saat Sri Hartini melakukan mutasi pejabat di Klaten, daerah lain di Indonesia juga melakukan hal serupa selama Desember lalu atau Januari ini. Ada mutasi 999 pejabat, adas 777 pejabat, ada 5.046 pejabat, ada yang 1.137 pejabat, dan seterusnya. Seandainya, kasus serupa Klaten juga terjadi, bisa hitung berapa uang yang beredar di bisnis mutasi jabatan ini.

Hasil penelitian Komisi Aparatur Sipil Negara terhadap maraknya kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah (tempo.co, 6/1/2017), menunjukkan 90 persen dari 29.113 jabatan diperkirakan telah dilelang di pasar kerja. Harga lelang jabatan itu bervariasi. Pada kasus Bupati Klaten Sri Hartini, KASN menemukan daftar harga jabatan yang dilelang:

Eselon II (tergantung SKPD) = Rp 80 juta - Rp 400 juta; eselon III = Rp 30 juta - Rp 80 juta; eselon IV = Rp 10 juta - Rp 15 juta

Di Lingkungan Dinas Pendidikan Klaten: eselon II (kepala dinas) = Rp 400 juta; eselon III (sekretaris dan kepala bidang) = Rp 100 juta - Rp 150 juta; eselon IV (Kasubbag &Kasie) = Rp 25 juta; kepala UPTD = Rp 50 juta - Rp 100 juta; TU UPTD = Rp 25 juta.

Kepala SD = Rp 75 juta - Rp 125 juta; TU Sekolah Dasar = Rp 30 juta; kepala SMP = Rp 80 juta - Rp 150 juta; jabatan fungsional tertentu (guru mutasi dalam kabupaten) = Rp 15 juta - Rp 60 juta.

TU Puskesmas = Rp 5 juta - Rp 15 juta; jabatan tetap (tidak mutasi) = Rp 10 juta - Rp 50 juta. 

Temuan Komisi Apatatur Sipil Negara ini mengukuhkan pendapat masyarakat, bahwa praktek semacam itu sudah lazim terjadi. Temuan kasus Sri Hartini bupati Klaten itu bisa dianggap satu noktah yang tampak ke permukaan. Dan bagi bagi KPK sendiri itu adalah OTT pertama yang berhasil terkait perkara jual beli jabatan. Artinya, bisa saja segera muncul OTT lanjutan karena KPK meyakini hal seperti itu juga sangat mungkin terjadi di tempat lain.

Itulah salah satu wajah kepemimpinan di daerah, yang sangat dekat dan lekat dengan urusan penguasaan ekonomi dan penumpukan harta kekayaan. Ini tentu tidak lepas dari proses pemilihannya, yang sarat politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan. ICW mencatat sedikitnya 350 kepala daerah terjerat kasus korupsi sejak 2004 lalu.

Membayangkan kepemimpinan di daerah yang bersih, tidak terpolusi urusan semacam itu, sah-sah saja. Tetapi, kepemimpinan semacam itu bisa dibilang tak banyak. Mungkin, kalau kepala daerah dipilih secara demokratis, tanpa bayar dan membayar, masyarakat juga sudah sadar perlunya pemimpin yang bersih dan adil, tidak berasal dari kalangan korup, wajah pemimpin idaman semacam itu makin banyak.

Dengan realitas kepemimpinan daerah semacam itulah kita memandang keberadaan dinasti politik yang berkuasa di daerah-daerah. Mereka yang menjabat secara wajar saja (satu atau dua kali masa jabatan) bisa berperilaku seperti itu, dekat dengan urusan penguasaan ekonomi dan menumpuk harta. Terlebih lagi yang berhasil membentuk sebuah dinasti penguasa secara berkesinambungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun