Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perang Melawan Koruptor Si Penista Agama

2 Desember 2016   09:38 Diperbarui: 2 Desember 2016   09:47 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPK Agus Rahardjo foto: Nahdlatul Ulama

Ketika Presiden Jokowi menyebutkan jumlah pejabat yang telah masuk penjara karena tindak pidana korupsi, tergambar jelas betapa mengerikannya kejahatan ini. Para orang terhormat, cendekia, memegang jabatan strategis di pemerintahan justru menghianati amanat yang dipegangnya, dengan menjadi maling. 

Ini sekaligus memperlihatkan baha perang melawan korupsi adalah peperangan yang mahal dan melelahkan. Tetapi perang itu harus terus berjalan karena begitu masif dan luasnya kejahatan korupsi menggerogoti kehidupan negeri ini sehingga harus terus diberantas apa pun resiko yang harus dihadapi.

Tercatat hingga saat ini, telah ada 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri dan kepala lembaga negara, 4 duta besar, tujuh komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan wali kota, 130 pejabat eselon I hingga III serta 14 hakim, masuk penjara gara-gara kasus korupsi. Jumlah ini masih akan terus bertambah, melihat masih banyaknya pejabat yang terkena OTT KPK atau ditetapkan sebagai tersangka dan perkaranya masih dalam proses peradilan.

Fakta itu memberi gambaran jelas bagaimana korupsi telah menyebar seperti penyakit kronis yang menyasar hampir ke semua kalangan. Para pejabat terhormat, berpendidikan, dan menguasai jabatan penting yang menentukan perjalanan bangsa ini justru telah menyalahgunakan kekuasaan itu sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi negeri dan masyarakat. 

Salah satu contoh yang populer akibat korupsi adalah proyek Hambalang yang mangkrak itu. Tak hanya mangkrak, banyak politisi Partai Demokrat termasuk menteri juga harus masuk penjara karena terlibat korupsi proyek itu. Bahkan, sebagian kalangan menilai perkaranya belum tuntas benar karena ada nama lain yang belum dipenjara.

Yang lebih kecil bisa kita amati dari berita ambruknya atap beberapa gedung SD karena material yang dipakai tak sesuai dengan bestek yang ditetapkan. Kejadian serupa juga bisa terjadi pada proyek jembatan, jalan atau lainnya. Betapa mengerikannya andai ada jembatan antarpulau atau gedung bertingkat juga dikorupsi, sehingga material yang dipakai tak sesuai. 

Mangkraknya 34 proyek  PLN semasa pemerintahan SBY yang 12 di antaranya tak bisa dilanjutkan adalah contoh lain adanya nuansa korupsi itu. Perkaranya kini memang dalam tahap penyelidikan KPK sehingga belum bisa diketahui siapa tersangkanya. Tetapi, kasus itu menunjukkan bagaimana sebuah proyek dikelola tidak secara benar.

Upaya perlawanan terhadap tindak kejahatan korupsi genderangnya memang telah ditabuh lebih kencang dengan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi.  Tetapi, semua juga tahu perlawanan terhadap lembaga antirasuah itu juga begitu hebatnya, termasuk dengan mengkriminalisasi para pimpinan KPK.

Antasari Azhar mantan ketua KPK yang harus meringkuk di penjara karena kasus pembunuhan yang melibatkan dirinya, adalah contoh resiko pahit yang harus dijalani seseorang yang mengobarkan perang melawan korupsi. Semasa Antasari-lah besan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau mertua Agus Yudhoyono cagub DKI sat ini, Aulia Tantowi Pohan deputi gubernur BI, dipenjara karena tindak pidana korupsi. 

Sebuah tindakan berani penegakan korupsi yang menyasar besan presiden yang berkuasa saat itu. Antasari juga hendak mengusut dugaan korupsi pengadaan alat IT di KPU yang melibatkan perusahaan Hartati Murdaya Po bendahara Partai Demokrat saat itu. Dia juga bersikukuh mengusut kasus dugaan korupsi di Bank Century yang disebut-sebut diduga melibatkan nama-nama penting dan parpol yang berkuasa saat itu.

Tetapi, tuduhan keterlibatan dalam pembunuhan Nasruddin Zulkarnain direktur PT Rajawali Putra Banjaran sahabatnya lebih dulu menjeratnya sehingga dia divonis 18 tahun penjara. Banyak fakta yang menyatakan Antasari korban rekayasa, tetapi kenyataan menunjukkan proses hukum tak berpihak kepadanya sehingga dia harus meringkuk di penjara karena kejahatan yang dinilai tidak dilakukannya.

Apakah ada hubungan antara kasus yang mendera Antasari dengan gebrakannya dalam pemberantasan korupsi itu, belum diketahui pasti. Tetapi banyak yang menilai kejadian yang menimpa Antasari itu tidak bisa dilepaskan dari tugasnya sebagai ketua KPK.

Itu adalah salah satu resiko yang harus dialami dan dihadapi pihak yang menabuh genderang perang melawan korupsi. Dalam posisi seperti itulah, menarik dicermati peran aktif Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Selain terus mendorong dan membentengi KPK dalam perang melawan korupsi, Presiden Jokowi juga meluncurkan program pemberantasan pungli yang telah menggerogoti pusat-pusat birokrasi pelayanan masyarakat. 

Akibatnya sudah jelas terlihat, serangan balik muncul dari pihak yang merasa terancam karena khawatir tindakan pungli atau korupsinya bisa menyeretnya ke penjara. Suara yang mengkritik atau mencemooh program pemberantasan pungli adalah salah satu wujud perlawanan para koruptor. Pastinya, sangat mungkin banyak bentuk perlawanan diam lain, yang bertujuan merusak atau menghambat program pembangunan pemerintah, juga telah dilakukan.

Inilah realitas baru yang jelas tampak dalam perang melawan korupsi ini. Perlawanan para koruptor tampak semakin frontal, meski berlindung dengan isu-isu lain. Ini wajar terjadi karena masih banyak orang atau pihak yang berpotensi masuk penjara akibat tindak korupsi yang dilakukannya di masa lalu atau masa kini. Sementara kita tahu pasti, hukum tak mengenal diskriminasi. Setinggi apa pun jabatan, seterhormat apa pun seseorang, kalau terbukti korupsi harus dipenjara.

Anda bisa cari sendiri nama-nama yang sudah jadi tersangka KPK yang kini masih bebas melenggang di luar. Selain Choel Malarangeng yang jadi tersangka KPK sejak 21 Desember 2015, ada nama lain juga. Selain yang sudah jadi tersangka, ada juga nama-nama yang berpotensi jadi tersangka, baik karena kasus perbankan, perminyakan, dan lainnya.  Semua masih antre.

Kenyataan itu tentu bertolak belakang dengan penilaian bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Sementara itu,  para pejabat yang terlibat dalam tindak korupsi itu juga bertindak sebagai manusia yang religius, yang memahami hukum agama dan hukum negara dengan baik, yaitu "dilarang maling". Karenanya, tindakan korupsi yang dilakukannya itu sah jika dinilai sebagai pelecehan atas nilai religiusitas yang dipertontonkannya.

Berangkat dari kenyataan ini adalah tepat pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak yang menegaskan bahwa koruptor adalah penista agama yang sesungguhnya. "Kami menyampaikan pesan kepada sahabat kami, kenapa kita tidak marah semarah-marahnya kepada penista agama, kepada koruptor. Mengambil uang rakyat adalah penistaan sesungguhnya." (kompas.com, 30/11/2016)

Harus diakui, perlawanan masyarakat terhadap kejahatan korupsi ini belum full power. Di satu sisi kita menghendaki korupsi diberantas habis, tetapi sisi lain memperlihatkan masyarakat yang berani lantang menyuarakan penolakan tidak terlampau besar. Bisa jadi karena perkara ini memang dinilai sensitif dan bisa membawa akibat buruk bagi orang yang berani melawan atau melaporkan tindak korupsi.

Sebenarnya, sudah ada kesepahaman di antara ormas-ormas Islam yang besar seperti NU dan Muhammadyah bahwa koruptor adalah penista agama yang sebenarnya. Pelaku kejahatan korupsi dinilai tidak hanya mencuri uang rakyat dan menzalimi masyarakat luas dengan tindak korupsi itu. Seorang koruptor juga dinilai telah menistakan agama karena ajaran agama jelas sekali melarang perbuatan itu tetapi justru diacuhkannya. Itulah penistaan agama yang sebenarnya.

Pernyataan ketua umum PP Pemuda Muhammadya itu adalah salah satu penegasan telah adanya gerakan aktif di ormas Islam dalam perang melawan korupsi. Di NU hal itu juga sudah berjalan lewat sosialisasi, dialog, atau pembentukan kader penggerak antikorupsi. NU juga telah menerbitkan buku tentang hal ini yaitu "Jihad NU Melawan Korupsi".

Peperangan melawan koruptor si penista agama ini, tentunya tidak melulu melalui jalur semacam itu. Kehadiran pemimpin yang punya komitmen kuat untuk melaksanakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menghadirkan sistem pencegahan korupsi yang efektif adalah sebuah kebutuhan mendesak.

Di sinilah posisi strategis Pilkada yang akan digelar serentak pada 2017. Jika ajang pilkada itu bisa menghasilkan pemimpin yang berani berperang melawan korupsi, maka harapan adanya pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, transparan, dan pro kesejahteraan rakyat makin bisa terwujud. 

Yang diperlukan adalah pemimpin yang berani berperang melawan korupsi, bukan pemimpin yang hanya bicara "katakan tidak pada korupsi" tetapi akhirnya malah korupsi dan masuk penjara. Di sinilah peran masyarakat sangat diperlukan. Pilihlah pemimpin yang punya rekam jejak baik, jangan yang hanya bagi-bagi uang atau menjanjikan bagi-bagi uang ketika terpilih nanti.

Ketika uang sudah dibagi-bagikan di situlah pintu korupsi terbuka. Apa yang bisa diharapkan dari pemimpin yang hanya bisa bagi-bagi uang. Yang bisa diharapkan adalah pemimpin yang bisa mensejahterakan rakyat dengan program nyata, mencegah korupsi sehingga anggaran tepat sasaran dan pembangunan bisa dinikmati rakyat. 

Kembali ke perang melawan koruptor si penista agama. Gerakan ini memang penuh kesulitan dan perlawanan. Tetapi, bangsa ini tentunya tak boleh menyerah pada koruptor yang makin pandai bermain isu dan menunggangi pergerakan rakyat. Mereka tetap harus dilawan apa pun taruhannya, jika tidak ingin negeri ini terpuruk dan jadi hinaan bangsa lain karena dipenuhi para maling berdasi.

Salam, damai.

Bacaan pendukung:

http://nasional.kompas.com/read/2016/12/01/11113981/cerita.jokowi.disudutkan.pejabat.as.soal.pemberantasan.korupsi.

http://nasional.kompas.com/read/2016/11/30/23050171/pemuda.muhammadiyah.koruptor.adalah.penista.agama.sesungguhnya

http://www.nu.or.id/post/read/73327/ketua-kpk-korupsi-bagian-dari-penistaan-agama

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun