Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden Jokowi: Tak Ada Demo 2 Desember

30 November 2016   10:07 Diperbarui: 30 November 2016   10:20 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: tribunnews.com

Setelah saya otak-atik sekian lama, akhirnya ketemu juga judul yang cocok untuk tulisan ini. Meski mirip judul berita di koran-koran itu, tetapi ya itulah kalimat yang pas untuk menggambarkan rencana aksi 2 Desember besok. Tak ada demonstrasi lagi, yang ada hanya doa dan Sholat Jum'at bersama di pelataran Monas. 

Karena itu acara doa dan sholat, tentu niatnya baik yaitu mendoakan keselamatan bangsa dan negara. Kalau acara doa tapi tidak membawa keselamatan bangsa dan negara dan malah menimbulkan kemudharatan, tentu perlu dipertanyakan kembali tujuan acara doa itu. Jadi tujuan acara ini yang harus dipegang erat.

Ada suara, acara doa dan sholat Jumat itu masih dalam rangka aksi bela Islam yang digerakkan oleh GNPF MUI yaitu terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama. Jadi, dengan doa itu terselip harapan agar Basuki Tjahaja Purnama yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu bisa segera ditahan. Nah, kalau ini memang doa yang "khusus" rupanya.

Kembali ke tujuan doa yang katanya untuk keselamatan dan kebaikan bangsa dan negara ini. Untuk mencapai tujuan doa itu, tentu tidak sepenuhnya diserahkan kepada Allah, Penguasa Seru Sekalian Alam. Manusia punya kewajiban pula untuk berlaku sesuai doa yang dipanjatkan itu. Jadi kalau ingin bangsa ini selamat dan dilimpahi kebaikan maka bertindaklah yang membawa keselamatan dan kebaikan.

Adalah bertolak belakang, jika manusia hendak berdoa untuk keselamatan dan kebaikan bagi bangsa ini, tetapi tingkah laku yang diperlihatkan untuk "acara" berdoa itu malah tidak menimbulkan keselamatan dan kebaikan. Misalnya, acara doa itu malah menimbulkan rasa tidak aman kelompok masyarakat lain, mengganggu kelompok masyarakat lain, atau acara doa itu justru menimbulkan kemudharaatan bagi pesertanya.

Keadaan itu bisa terjadi kalau acara doa itu diikuti oleh peserta dengan jumlah melampaui kapasitas tempat berdoa. Ini sebab yang bisa terjadi pada acara apa pun yang mengumpulkan massa. Karena itu, membatasi jumlah peserta doa agar sesuai kapasitas tempat berdoa itu penting. Ya, seperti jamaah haji yang ditetapkan kuotanya itu. 

Selain itu, jumlah massa yang berlebih juga berpotensi menimbulkan rasa tidak aman pada kelompok masyarakat lain. Ini terjadi jika peserta doa tidak bisa mengontrol perilakunya, baik ucapan maupun tindakan selama proses sebelum dan sesudah berdoa. Kecenderungan massa jumlah besar bertindak yang tidak baik itu juga besar meski datang ke acara doa, jika tidak ada kontrol dan pengawasan dari penyelenggara acara doa itu.

Jumlah yang besar juga bisa mengganggu aktivitas warga lain. Karena penduduk ibu kota Jakarta itu tidak semuanya berurusan dengan doa itu. Ada aktivitas ekonomi masyarakat, aktivitas pendidikan, birokrasi pemerintahan, pertahanan dan keamanan, yang semuanya harus berjalan untuk keselematan demi kebaikan bangsa ini. Kalau acara doa justru mengganggu itu semua, tentu perlu dikaji lagi tujuan berdoa itu.

Yang perlu juga diingat orang berdoa itu bukan banyak-banyakan peserta yang mengikutinya. Kalau itu yang terjadi, bukan acara doa namanya tetapi pemecahan rekor baik untuk MURI atau Guiness Book of Record. Ini tentu bertolak belakang dengan adab dan tujuan doa.

Berdoa dan sholat itu juga ada aturannya. Soal aturan sholat dan tempat yang dilarang sudah jelas, di antaranya jangan di jalan raya. Tetapi, ada satu hal yang sering dijadikan pertimbangan utama saat orang berdoa atau sholat yaitu tempat yang dipakai itu maqbul atau bahkan mustajab. Nah, dengan pertimbangan ini ada muncul pertanyaan, apakah berdoa dan sholat Jumat di masjid kini sudah kalah mustajab dengan di Monas. Maaf, silakan dijawab sendiri.

Kegiatan berdoa itu jelas berbeda pula dengan acara unjuk rasa atau demonstrasi. Kalau kegiatan yang ini memang untuk mengungkapkan perasaan dan tuntutan kepada pemerintah atau pihak lain yang dinilai bisa mengubah atau mengabulkan tuntutan mereka. Dari pemahaman berdoa itu berbeda dengan berunjuk rasa  ini, muncullah ungkapan "Gusti Allah kok diajak demo", "Gusti Allah kok diajak kampanye". 

Oleh karena itu, jika acara 2 Desember besok adalah acara super damai yaitu memanjatkan doa kepada Allah, Penguasa Semesta Alam, untuk mendoakan keselamatan bangsa dan negara, mendoakan kebaikan bangsa dan negara, tentu pemikiran tadi berlaku. Orang berdoa itu juga niatnya harus baik dan doanya juga baik. Ingat Allah itu tahu apa pun di hati manusia karena Allah itu penguasanya.  

Doa yang baik tentumya tidak mendoakan manusia lain celaka. Misalnya minta supaya si Fulan mati saja atau celaka. Kalau itu sih biasanya dilakukan oleh tukang santet dan sejenisnya. Nah, yang pasti peserta acara doa 2 Desember nanti bukanlah para tukang santet dan sejenisnya yang berdoa untuk mencelakai orang lain. Seorang muslim dan mukmin pasti paham ini.

Doa yang baik tentunya juga didasari niat ikhlas kepada Allah, dengan kalimat yang baik, suara yang lembut, dan tidak perlu berteriak-teriak karena Allah itu Maha Mendengar. Jangan perlakukan Allah dengan doa yang menyalahi sifat-sifat-Nya, misalnya dengan berdoa keras-keras melalui TOA atau pengeras suara. Ingat ini berdoa bukan berkampanye.

Doa yang baik jelas juga bukan berisi kalimat hujatan kepada pihak lain atau kelompok politik lain. Itu namamya orasi politik, bukan berdoa. Pelaku doa semacam ini sadar atau tidak telah melecehkan Allah. Dipikir Allah tidak tahu apa yang jadi maksud dan tujuan si pendoa. Ada juga lho yang berdoa semacam ini, nama Allah kok diseru untuk menjelekkan dan menyerang pihak lain.

Nah, kembali ke judul tulisan ini, "Presiden Jokowi: Tidak Ada Demo 2 Desember". Pernyataan presiden itu merupakan penegasan bahwa pada 2 Desember besok tidak ada demonstrasi lagi. Sesuai kesepakatan yang telah dicapai dalam pertemuan antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian, MUI, dan GNPF MUI, acara demo dan sholat Jumat di Bundaran HI, di Jl MH Thamrin dan Jl P. Sudirman dibatalkan.

Acaranya diganti dengan dzikir, istighosah, dan Sholat Jumat yang dilaksanakan di pelataran Monas. Dilakukan mulai pukul 08.00 dan selesai pukul. 13.00. Seusai acara, peserta doa langsung pulang. Jadi tidak ada demo-demoan lagi. Jika ada kelompok lain di luar Monas, itu di luar tanggung jawab GNPF MUI dan Polri serta aparat keamanan lain berhak menindaknya.

Penegasan presiden itu memang tepat agar tidak ada lagi pemberitaan atau isu bahwa ada demo besar pada 2 Desember besok. Dengan demikian masyarakat tak perlu terganggu atau khawatir dengan berita adanya demo itu. Lebih dari itu, pernyataan presiden itu merupakan penegasan bahwa pemerintah tegas akan mengawal dan menjaga aksi doa 2 Desember besok agar tidak melenceng dari tujuan.

Selaras dengan presiden, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan aksi demo paska demo 411 lalu sudah tidak tepat dilkukan lagi. Sebabnya tuntuntan para pendemo 411 agar Basuki Tjahaja Purnama diproses sesuai hukum sudah dipenuhi, (bahkan meski tanpa ada demo 411 itu sendiri). Basuki Tjahaja Purnama sudah diproses secara hukum, ditetapkan sebagai tersangka, dan kini berkasnya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.

Karena itu, panglima TNI meminta masyarakat tidak perlu lagi datang ke Jakarta untuk mengikuti acara itu. Dia menyarankan agar pada 2 Desember besok masyarakat mengadakan istighosah dan berdoa di daerah masing-masing. Anjuran panglima TNI Itu saya nilai tepat karena tanpa adanya pergerakan massa yang besar ke ibu kota, suasana Indonesia tentu lebih sejuk dan damai. Bukankah itu tujuan dari acara doa itu, yaitu untuk keselamatan dan kebaikan bangsa?

Kalau berbondong-bondong ke ibu kota untuk mengikuti acara yang berlangsung antara  pukul 08.000 sampai pukul 13.00 langsung pulang, tentu juga sangat melelahkan. Terlebih lagi, apakah doa dan istighosah di surau, masjid, dan di daerah sendiri sudah tidak mustajab lagi sehingga harus berbondong-bondong ke Monas. Kok belum pernah ada pendapat atau anjuran para alim ulama, "Berdoalah di Monas agar doamu dikabulkan". 

Jadi, marilah berdoa untuk kebaikan bangsa ini tanpa menimbulkan keburukan bagi orang atau kelompok lain. Itulah berdoa yang benar. Di sinilah anjuran Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo itu saya nilai benar dan bijaksana.  Sebagai negara besar yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia selama dikenal sebagi negara yang demokratis. Semangat toleransi bangsa Indonesia selama ini dikenal sangat baik.

Sudah berabad-abad umat Islam Indonesia menjalani dan mengamalkan ajaran Islam yang Rahmataal lil Alamin sebagaimana pengajaran para Wali Allah, para alim, para bijak yang hingga kini jadi dasar pengajaran di sebagian besar pesantren dan lembaga pendidikan Islam lain. Karena itu menjadi aneh jika semua itu hendak ditanggalkan hanya karena kasus dugaan penistaan agama yang masih dalam proses hukum untuk membuktikan kebenarannya.

Kembali ke penegasan Presiden Jokowi bahwa tidak ada demo pada 2 Desember besok dan hanya acara doa di pelataran Monas. Penegasan ini bisa dinilai sebagai jawaban atas pihak yang menginginkan ada demo besar 2 Desember besok. Tentu saja alasan keinginan ada demo besar itu tak perlu dijabarkan lagi. Bahasa kerennya itu "ada yang ingin memancing di comberan." Comberan itu kan air kotor, butek, keruh. 

Nah, diakui atau tidak ada yang berlaku seperti itu. Suasana kondusif yang diupayakan Presiden Jokowi dengan silaturrahmi politik dan safari militer, hendak dimentahkan oleh pihak ini. Pendekatan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan jajarannya ke para alim ulama dan pesantren juga hendak dimentahkan. Pendekatan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke kalangan PT dan masyarakat juga hendak dimentahkan.

Semua langkah pemerintah yang positif itu seolah dianggap tidak ada, sia-sia karena rakyat katanya sudah tidak percaya lagi. Wuiikk...sampai sebegitunya penilaiannya. Jadi pokoknya pemerintahan Jokowi itu salah tok. Mungkin  baru disebut benar ketika Basuki Tjahaja Purnama dipenjara, dihukum berat sehingga tidak bisa ikut atau kalah di Pilgub DKI Jakarta sehingga jagoannya menang. Weleh...weleh...weleh (jadi ingat nyanyian Si Komo Lewat...hehehe). Eh, kok ngelantur. 

Jadi, 2 Desember besok GNPF MUI yang dipandegani Riziek dan para sohibnya itu sudah  tidak demo lagi. Oleh karena itu, sebaiknya acara berdoanya tepat jumlah, tepat sasaran, tepat doa, tepat waktu dan membawa berkah. Jadi berdoalah dengan sebaik-baik doa untuk keselamatan dan kebaikan negeri kita NKRI yang berdasar Pancasila, UUD '45, dan Bhineka Tunggal Ika. 

Untuk berdoa dan beristighosah juga tidak lerlu berbondong-bondong datang ke Jakarta. Adakanlah istighosah, sesuai anjuran panglima TNI,  di surau, masjid, atau tempat lain di daerah sendiri. Doa yang maqbul dan mustajab itu yang utama berada di hati manusia. Sampai saat ini juga tidak ada fatwa atau anjuran para alim ulama yang berbunyi "Berdoalah di Monas karena tempat itu Mustajab".

Akhirnya, berdoalah yang baik. Jangan mendoakan orang lain celaka atau mati, karena itu pekerjaan tukang santet dan tukang sihir. Jangan pula berdoa dengan kalimat yang menjelekkan atau menyerang pihak lain yang berbeda pilihan politik dan kepentingannya. Allah jangani engkau provokasi dengan doamu. Itu tak etis atawa kurang ajar.

Salam-salaman, semoga negeri kita damai, sehahtera, dan sentosa.

Bacaan pendukung:

http://nasional.kompas.com/read/2016/11/29/10211161/jokowi.siapa.bilang.ada.demo.2.desember.yang.ada.doa.bersama

http://nasional.kompas.com/read/2016/11/29/21410641/soal.aksi.2.desember.ini.pesan.panglima.tni.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun