Nah, ketika diperlukan suatu gerakan besar untuk menggiring opini pembaca Kompasiana sesuai kepentingan politik yang dikehendaki, sementaras SDM K'er yang bisa dikendalikan belum banyak tersedia, ditempuhlah upaya memasukkan K'er baru yang membawa misi itu.Â
Mereka sah disebut sebagai cyber army, karena datangnya dalam jumlah besar, waktu kedatangan hampir bersamaan, dengan membawa misi politik sesuai doktrin yang diterima. Cara kerjanya tentu sesuai dengan aturan yang berlaku di Kompasiana sehingga Admin tidak punya alasan untuk mengganggu gugat mereka.
Jadi selain faktor pertemanan karena sudah cukup lama jadi warga Kompasiana, NT biasa diraih oleh tulisan yang memang menarik dan layak divote dan dikomentari. Kalau bisa nongkrong di NT peluang untuk dibaca tentu lebih besar daripada artikel yang tidak masuk Pilihan atau ngumpet di rubrik dalam. Masa berlaku NT ini 8 jam sejak artikel tayang.
Setelah nangkring di NT dan dibaca banyak orang, artikel masuk ke Artikel Terpopuler, yang masa tayangnya 12 jam sejak waktu awal tayang artikel. Kalau punya bolokurowo banyak di medsos lain, bisa masuk Trend Google. Yang terakhir ini, banyak yang lucu-lucu. Ada artikel yang biasa saja tetapi karena dinilai pro lawan politik Jokowi, bisa bertahan di Trend Google sampai berminggu-minggu. Absurd.
Itulah alasan mengapa posisi NT cukup strategis untuk meraih pembaca. Sebagai pendatang baru, tentu sangat susah masuk ke sana. Terlebih lagi, jika artikelnya melawan arus dan tak bermutu. Di sinilah peran penting pasukan cyber army untuk memberi dukungan dengan vote dan komen.Â
Munculnya artikel Aliando Ibrahim dengan memborong tiga NT dengan tiga artikel yang biasa saja, dalam waktu berurutan, adalah sebuah unjuk gigi tentang eksistensi mereka. Mereka telah terang-terangan memproklamirkan diri sebagai pendatang baru penguasa NT yang layak diperhitungkan.
Saya pribadi termasuk warga baru Kompasiana yang baru bergabung beberapa bulan lalu. Saya merasakan proses alami bagaimana tulisan seorang K'er bisa masuk NT, walau untuk Artikel Pilihan sampai kini tak paham apa kriteria sebenarnya karena itu hak penuh Admin. Melihat cara yang ditempuh para akun baru, hati saya kok tidak rela begitu. Benar, rasanya kok tidak rela begitu.
Menurut saya pribadi, setidaknya ada dua kemungkinan yang bisa terjadi dengan trend ini. Pertama Kompasiana makin berkurang kredibilitasnya karena admin tidak berdaya pada praktek semacam ini. Kedua, akan memunculkan geng-geng baru atau gabungan geng untuk mengendalikan kompasiana.Â
Kalau sudah seperti itu, tentu akhirnya muncul pertanyaan, apakah tren ini dibiarkan saja ataukah ada sedikit perlawanan, misalnya dengan menulis artikel semacam ini. Â Jawabannya akan menentukan arah Kompasiana selanjutnya.
Salam