Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok belum tentu bersalah. Jadi, sebaiknya penetapan status tersangka oleh Bareskrim Polri Rabu pukul 10.00 tadi, disikapi dengan bijak. Yang pasti, Ahok masih bisa memenangkan Pilgub DKI Februari nanti kalau banyak masyarakat yang tetap memilihnya di bilik suara.
Perjalanan hukum untuk menetapan Ahok bersalah dalam kasus dugaan penistaan agama itu masih panjang. Harus melalui serangkaian sidang di pengadilan. Itu sebuah tata acara hukum di Indonesia yang tidak bisa dihilangkan hanya karena ada rombongan manusia yang teriak "Pokoke Ahok Berslah".
Nah, di persidangan itulah nanti masyarakat bisa menyaksikan proses hukum yang sebenarnya itu secara terbuka. Sebagaimana tata acara berperkara di pengadilan, sebuah perkara tentu akan mengalami proses berjenjang sesuai proses yang dikehendaki oleh para pihak yang berperkara. Ada peradilan tingkat pertama, peradilan banding, peradilan kasasi, dan seterusnya.Â
Itulah yang harus dipahami masyarakat luas, baik yang kemarin berdemo atau tidak. Terlebih lagi masyarakat yang berpendidikan, yang tahu hukum positif yang berlaku di Indonesia. Hukum kita mengacu pada KUHP, KUHAP, dan produk hukum positif lain yang sesuai. Tentunya, masyarakat yang berpendidikan inilah yang harus memberikan pengertian kepada masyarakat yang kurang berpendidikan.
Saat ini, kita harus menghormati keputusan Bareskrim yang menyatakan Ahok sebagai tersangka dan akan meneruskan kasus ini ke tahap penyidikan. Langkah ini diambil setelah "diraih kesepakatan meskipun tidak bulat didominasi oleh pendapat yang menyatakan bahwa perkara ini harus diselesaikan di pengadilan terbuka." Â (kompas.com, 16/11/2016)
Yang patut dipahami dari keputusan Bareskrim Polri ini adalah akan ada tahap lanjutan berupa penyidikan terhadap Ahok sebelum berkasnya dinyatakan lengkap dan siap untuk diserahkan ke kejaksaan dan kemudian diterusan ke pengadilan untuk disidangkan. Ini proses yang tidak bisa berjalan bim salabim, misalnya karena ada ancaman demo lanjutan.Â
Selama proses ini, Ahok tentu juga tidak bisa serta merta jadi pesakitan dan tidak bisa melanjutkan kegiatannya sebagai cagub di pilgub DKI. Tidak seperti itu, dua hal itu  tetap bisa berjalan. Dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok adalah ranah hukum pidana, yaitu dia dinilai melanggar  Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, junto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Berbeda halnya jika Ahok diduga melanggar ketetapan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Kalau Ahok melalukan pelanggaran pilkada sebagaimana ketetatapan UU itu, dia gugur dari pencalonannya. Dengan demikian, meski sudah jadi tersangka dugaan penistaan agama, Ahok tetap sah sebagai cagub yang ikut Pilgub DKI Februari 2017 nanti.
Inilah yang harus disosialisasikan oleh mereka yang mengaku berpendidikan yang kemarin ikut demo itu, juga yang tidak ikut demo, kepada akar rumput-masyarakat luas baik yang akan ikut pilgub DKI atau mereka yang ada di pelosok, yang kemarin dimobilisasi datang ke Jakarta. Jangan karena Ahok tetap bisa ikut Pilgub DKI lantas muncul lagi isu hukum tidak berjalan.
Pengertian menghormati apa pun keputusan Bareskrim Polri terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok itu, tentunya juga harus diikuti penghormatan akan hukum yang berlaku di Indonesia. Jika kita menerima keputusan penetapan Ahok sebagai tersangka, sedemikian pula kita harus menerima ketetapan hukum yang berlaku dalam proses pilgub DKI Jakarta.
Dengan demikian, ditinjau dari sudut mana pun, tak ada alasan untuk menggelar demo lagi karena tuntutan agar proses hukum kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok segera diproses hukum, telah dipenuhi. Konsekuensi dari tuntutan itu adalah menghormati proses hukum selanjutnya yang berlaku.Â