Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kata JK, Tak Ada Kriminalisasi di Kasus Dahlan Iskan

29 Oktober 2016   12:44 Diperbarui: 29 Oktober 2016   13:22 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik sekali membaca pernyataan Wapres Yusuf Kalla (JK) terkait kasus yang menimpa pemilik Jawa Pos Group Dahlan Iskan. Kata JK, tak ada penguasa di Jakarta, di balik kasus Dahlan Iskan. Kasus itu murni urusan Kejaksaan dan Dahlan, dan dia juga menampik kemungkinan adanya kriminalisasi terhadap Dahlan Iskan.

Pernyataan itu menjadi menarik karena Jusuf Kalla dikenal sebagai sahabat baik Surya Paloh. Bahkan Enggartiasto Lukito pengurus Partai Nasdem itu pernah menyebut mereka  sebagai dwi tunggal. Sementara Surya Paloh sempat digunjingkan ada di balik kasus Dahlan Iskan ini. Namanya juga sempat disebut dalam kasus Hary Tanoesoedibjo yang juga berurusan dengan Kejaksaan Agung.

Baik dengan Dahlan Iskan pemilik Jawa Pos Group maupun dengan Hary Tanoesoedibjo pemilik MNC Group itu, Surya Paloh pernah terlibat "perseteruan". Setelah itu, baik Dahlan Iskan maupun Hary Tanoe juga diperiksa Kejaksaan Agung dalam perkara rasuah. Dahlan diperiksa dalam kasus mobil listrik, sementara Hary Tanoe dalam kasus restitusi pajak PT Mobile 8.

Tetapi yang menjadikan Dahlan Iskan sebagai tersangka adalah Kejati DKI Jakarta dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Namun, lewat kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra, Dahlan menang di sidang praperadilan.

Hary Tanoe diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi dalam restitusi pajak PT Mobile 8. Dua kali dia diperiksa sebagai saksi atas kasus yang menimpa Hidayat dirut PT Mobile 8. Pemeriksaan itu juga terkait dugaan pemberian instruksi pencarian uang kepada Direktur Utama PT Mobile 8, Hidayat.

Lolos dari Kejaksaan Agung, ternyata Dahlan Iskan kembali jadi sasaran pemeriksaan kejaksaan, kali di Jawa Timur. Dia disangkutkan dengan kasus Wisnu Wardhana tersangka dalam kasus penjuan aset PT Panca Wira Usaha. Dahlan pernah menjabat sebagai direktur utama perusahan milik daerah itu pada kurun waktu 2000-2010. Dia akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Pemeriksaan yang beruntun atas Dahlan Iskan oleh kejaksaan itu tentu saja wajar jika menimbulkan pendapat kasus ini bukan murni perkara hukum. Ada nuansa politis yang kental, terkait kekuasaan dan kelompok kepentingan. Dan ini bermuara di Kejaksaan Agung yang dipimpin HM Prasetyo, yang juga kader Partai Nasdem yang tentu saja punya hubungan sangat dekat dengan Surya Paloh.

Tetapi, mengacu pada pernyataan Wapres Yusuf Kalla, semua asumsi dan spekulasi itu dimentahkan. Dia hanya memandang kasus ini sebagai perkara hukum murni dan merupakan urusan Dahlan Iskan dan kejaksaan. JK juga menampik kemungkinan adanya kriminalisasi dalam kasus ini.

Jadi meskipun, JK menyatakan simpatinya yang dalam atas "Apa yang menimpa Mas Dahlan",  dia jelas meragukan atau tidak bisa memahami pernyataan Dahlan Iskan tentang adanya "Yang Berkuasa" yang menginginkan Dahlan Iskan dijadikan tersangka kasus korupsi dan ditahan. JK juga tegas menampik kemungkinan penguasa yang dimaksud Dahlan itu ada di Jakarta.

Pernyataan agak berbeda, datang dari Jubir Presiden Johan Budi. Dia hanya fokus bahwa "Yang Berkuasa" yang disebut Dahlan Iskan itu jelas bukan presiden. "Saya tidak yakin apakah yang dimaksud Pak Dahlan Iskan dengan diincar kekuasaan itu adalah oleh Pak Presiden Jokowi (Joko Widodo). Sebab, Presiden dalam penegakan hukum tidak pernah mengincar siapa pun." (Kompas.com, 28/10/2016).

Penegakan hukum, kata Johan, sepenuhnya diserahkan kepada institusi penegak hukum, baik itu kejaksaan, kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan, selama ini Presiden Jokowi tidak pernah melakukan intervensi kepada aparat penegak hukum dalam melakukan proses hukum kepada siapa pun.

Johan tidak membantah atau mengomentari tentang "Yang Berkuasa" selain Presiden Jokowi, yang dimaksud dalam ucapan Dahlan Iskan. Juga tak ada bantahan tentang kemungkinan adanya kriminalisasi dalam perkara ini. Semua itu menjadi domain aparat penegak hukum.

Baik pernyataan Wapres Jusuf Kalla maupun Jubir Presiden Johan Budi, wajar saja karena tentu harus mengacu pada aspek legal formal yaitu hukum yang ada dan kewenangan yang dimiliki penegak hukum. Sementara pernyataan Dahlan Iskan  adalah asumsi pribadi walaupun telah ditunjang dengan pengalaman pribadi dikejar-kejar kasus hukum yang "tampak" dipaksakan.

Yang jadi masalah adalah upaya menjerat seseorang dengan kasus hukum yang dilandasi kepentingan tertentu bukan hal baru atau tabu di Indonesia. Munculnya istilah kriminalisasi adalah berangkat dari kejadian semacam itu. Tampak rasional secara hukum karena ditunjang pasal dan ayat kitab hukum, namun dilandasi niat busuk untuk menjatuhkan seseorang baik karena alasan ekonomi, politik, atau balas dendam.

Kasus pemeriksaan dan menjadikan tersangka pimpinan KPK dan pihak-pihak yang berseberangan dalam kasus KPK vs Polri beberapa waktu lalu (disebut ada 49 orang yang diperiksa, ditangkap, ditahan, dan ditetapkan sebagai tersangka) adalah contoh nyata. Contoh lain dengan alasan lain tentu juga masih ada.

Oleh karena itulah, menjadi naif jika melihat kasus Dahlan Iskan hanya dari kacamata hukum legal formal. Di sinilah bisa dipahami makna pernyataan Dahlan Iskan "Saya tidak kaget dengan penetapan sebagai tersangka ini, dan kemudian juga ditahan. Karena seperti anda semua tahu, saya memang sedang diincar terus oleh yang berkuasa."

MENGAPA HARUS DAHLAN ISKAN

Ada pendapat yang menilai mengapa Dahlan Iskan dijadikan sasaran adalah karena potensi dan kekuatan media yang dimilikinya yang menyebar ke seluruh Indonesia itu. Dengan potensinya dan juga kekuatan medianya, Dahlan terbukti cukup berperan dan menyumbangkan pemikiran dan tenaga untuk pasangan Jokowi-Jk pada Pilpres 2014. Relawan dan pendukungnya relatif banyak.

Jika Jokowi sampai merekrut Dahlan dalam kabinet, maka dia bisa memberikan kontribusi penyeimbang dukungan politik bagi Jokowi. Bukan rahasia lagi, jika wapres Jusuf Kalla sering disebut bermanuver untuk meningkatkan kekuatan politiknya, sehingga dulu pernah muncul isu kubu-kubuan di dalam kabinet.

Manuver Luhut di Munas Golkar juga serangkaian lobi politik Jokowi ke parpol yang masuk Koalisi Merah Putih,  akhirnya dinilai mampu mengembalikan keseimbangan kekuatan di duet Jokowi-JK dalam arti Jokowi kembali memegang kendali. Sementara itu, Dahlan seolah terlupakan. Padahal sebenarnya tidak.

Beruntunnya "serangan" yang dihadapi Dahlan Iskan sejak 2015 lalu, khususnya saat terdengar isu perombakan kabinet, menunjukkan sinyal jelas agar Jokowi tidak sampai melirik Dahlan masuk kabinet. Jika sampai masuk, bisa mengganggu keseimbangan politik yang dibangun di Istana, karena dipastikan Dahlan akan menambah kekuatan Jokowi dalam menghadapi potensi "penghambat di dalam pemerintahan". Hitung-hitungannya mirip masuknya Sri Mulyani, hanya di sini Dahlan dengan gerbong medianya.

Lho, kan sudah ada gerbong media milik Surya Paloh yang punya Metro Teve dan Media Indonesia itu. Memang, tapi bukan rahasia pula kalau Surya Paloh sangat dekat dengan Wapres Jusuf Kalla. Informasi yang beredar menyebut, yang menyodor nama Jusuf Kalla sebagai pasangan Jokowi, saat membangun koalisi dengan PDIP adalah Surya Paloh.

Yusuf Kalla secara terbuka juga menyatakan hubungannya dengan Surya Paloh sangat dekat. Dia merasa berhutang budi keoada Surya Paloh karena selama tiga kali maju ke Pilpres selalu didukung Surya Paloh. "Saya selalu berutang karena dia (Paloh) tetap mendukung saya, terus-menerus," kata Kalla saat menutup Rakernas Partai Nasdem 2015. (kompas.com, 22/9/2015)

Itulah, meski sama-sama berada dalam gerbong pemerintah, tempat duduk dan ruangannya ternyata berbeda. Karena itu pula, para menteri dari Nasdem bisa pula disebut dekat dengan Wapres Jusuf Kalla. Dulu ada Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan.

Tedjo Edhy diganti pada perombakan kabinet jilid I dan Ferry Mursyidan diganti di perombakan kabinet jilid II. Kini kader Nasdem di kabinet adalah Enggartiasto Lukito sebagai menteri perdagangan, Siti Nurbaya tetap di posisinya, dan Jaksa Agung HM Prasetyo.

Tentu saja, hitung-hitungan politik semacam itu tidak hanya memperhitungkan situasi saat ini, tapi melesat jauh ke pilpres 2019. Melihat dukungan saat ini, Jokowi relatif bisa dipastikan akan maju kembali pada Pilpres 2019. Pertanyaannya siapa yang akan mendampinginya. Yusuf Kalla mungkin sudah cukup tua, terlebih beberapa manuvernya menunjukkan dia sudah tak cocok lagi mendampingi Jokowi.

Sebagai balas budi, bisa saja dia ganti akan mendukung Surya Paloh sebagai penggantinya. Usia Surya Paloh saat ini 65 tahun dan pada 2019 nanti 68 tahun, usia yang relatif muda dibanding saat Jusuf Kalla maju mendampingi Jokowi 2014 lalu yaitu 72 tahun (kini 74 tahun).

Dahlan Iskan yang pernah memenangkan konvensi pemilihan capres Partai Demokrat namun tidak pernah dimajukan sebagai capres, tentu bisa membuyarkan kalkulasi politik yang dibangun. Bisa saja Dahlan tak ada kenginan lagi maju di pilpres, misalnya mendampingi Jokowi. Tetapi kekuatan media dan barisan pendukungnya bisa menggantikan dukungan Surya Paloh jika Jokowi tak mau berpasangan dengan Surya Paloh dan memilih cawapres lain.

Analisa politik semacam itu bisa saja salah karena sifatnya yang spekulatif dan asumtif, tetapi bisa untuk memahami situasi politik kekinian dan kemungkinannya di masa datang. Dan ini juga bisa dipakai untuk memahami kasus yang menimpa Dahlan Iskan.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Presiden Jokowi tetap memandang kasus Dahlan Iskan murni perkara hukum?   

Salam.

Bacaan pendukung:

http://nasional.kompas.com/read/2016/10/28/10450371/dahlan.iskan.sebut.diincar.penguasa.ini.kata.istana

http://m.detik.com/news/berita/d-3331805/jk-bantah-ada-penguasa-di-balik-kasus-dahlan-iskan

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/22/23142311/Jusuf.Kalla.Merasa.Berutang.Budi.pada.Surya.Paloh

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/22/22071111/Jusuf.Kalla.dan.Surya.Paloh.Dinilai.seperti.Dwi.Tunggal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun