Johan tidak membantah atau mengomentari tentang "Yang Berkuasa" selain Presiden Jokowi, yang dimaksud dalam ucapan Dahlan Iskan. Juga tak ada bantahan tentang kemungkinan adanya kriminalisasi dalam perkara ini. Semua itu menjadi domain aparat penegak hukum.
Baik pernyataan Wapres Jusuf Kalla maupun Jubir Presiden Johan Budi, wajar saja karena tentu harus mengacu pada aspek legal formal yaitu hukum yang ada dan kewenangan yang dimiliki penegak hukum. Sementara pernyataan Dahlan Iskan  adalah asumsi pribadi walaupun telah ditunjang dengan pengalaman pribadi dikejar-kejar kasus hukum yang "tampak" dipaksakan.
Yang jadi masalah adalah upaya menjerat seseorang dengan kasus hukum yang dilandasi kepentingan tertentu bukan hal baru atau tabu di Indonesia. Munculnya istilah kriminalisasi adalah berangkat dari kejadian semacam itu. Tampak rasional secara hukum karena ditunjang pasal dan ayat kitab hukum, namun dilandasi niat busuk untuk menjatuhkan seseorang baik karena alasan ekonomi, politik, atau balas dendam.
Kasus pemeriksaan dan menjadikan tersangka pimpinan KPK dan pihak-pihak yang berseberangan dalam kasus KPK vs Polri beberapa waktu lalu (disebut ada 49 orang yang diperiksa, ditangkap, ditahan, dan ditetapkan sebagai tersangka) adalah contoh nyata. Contoh lain dengan alasan lain tentu juga masih ada.
Oleh karena itulah, menjadi naif jika melihat kasus Dahlan Iskan hanya dari kacamata hukum legal formal. Di sinilah bisa dipahami makna pernyataan Dahlan Iskan "Saya tidak kaget dengan penetapan sebagai tersangka ini, dan kemudian juga ditahan. Karena seperti anda semua tahu, saya memang sedang diincar terus oleh yang berkuasa."
MENGAPA HARUS DAHLAN ISKAN
Ada pendapat yang menilai mengapa Dahlan Iskan dijadikan sasaran adalah karena potensi dan kekuatan media yang dimilikinya yang menyebar ke seluruh Indonesia itu. Dengan potensinya dan juga kekuatan medianya, Dahlan terbukti cukup berperan dan menyumbangkan pemikiran dan tenaga untuk pasangan Jokowi-Jk pada Pilpres 2014. Relawan dan pendukungnya relatif banyak.
Jika Jokowi sampai merekrut Dahlan dalam kabinet, maka dia bisa memberikan kontribusi penyeimbang dukungan politik bagi Jokowi. Bukan rahasia lagi, jika wapres Jusuf Kalla sering disebut bermanuver untuk meningkatkan kekuatan politiknya, sehingga dulu pernah muncul isu kubu-kubuan di dalam kabinet.
Manuver Luhut di Munas Golkar juga serangkaian lobi politik Jokowi ke parpol yang masuk Koalisi Merah Putih, Â akhirnya dinilai mampu mengembalikan keseimbangan kekuatan di duet Jokowi-JK dalam arti Jokowi kembali memegang kendali. Sementara itu, Dahlan seolah terlupakan. Padahal sebenarnya tidak.
Beruntunnya "serangan" yang dihadapi Dahlan Iskan sejak 2015 lalu, khususnya saat terdengar isu perombakan kabinet, menunjukkan sinyal jelas agar Jokowi tidak sampai melirik Dahlan masuk kabinet. Jika sampai masuk, bisa mengganggu keseimbangan politik yang dibangun di Istana, karena dipastikan Dahlan akan menambah kekuatan Jokowi dalam menghadapi potensi "penghambat di dalam pemerintahan". Hitung-hitungannya mirip masuknya Sri Mulyani, hanya di sini Dahlan dengan gerbong medianya.
Lho, kan sudah ada gerbong media milik Surya Paloh yang punya Metro Teve dan Media Indonesia itu. Memang, tapi bukan rahasia pula kalau Surya Paloh sangat dekat dengan Wapres Jusuf Kalla. Informasi yang beredar menyebut, yang menyodor nama Jusuf Kalla sebagai pasangan Jokowi, saat membangun koalisi dengan PDIP adalah Surya Paloh.