Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SBY dan Dokumen Kematian Munir (3)

26 Oktober 2016   12:22 Diperbarui: 26 Oktober 2016   12:52 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situasi ini "seperti" dua pihak yang saling lempar sinyal atas hilangnya dokumen TPF Kematian Munir. Pemerintah yang sedari awal menyatakan dokumen hilang dan tak ada di Sekretariat Negara, mengarahkan penelusurannya ke Tim SBY. Dan kini,  Tim SBY telah mengarahkan penelusuran itu kembali ke lembaga pemerintahan Jokowi. Saya tak punya kompetensi untuk menilai siapa yang benar, kecuali menunggu ke mana arah bola selanjutnya.

Hanya saja ini mengingatkan pada pernyataan SBY, "Saya amati, terus terang ada yang bergeser, yang tadinya legal isu menjadi bernuansa politik. tapi saya yang bukan orang baru di dunia perpolitikan di negeri ini, hal begitu biasa." Jadi, siapa yang berpolitik dalam kasus ini?

SBY TELAH CUCI PIRING KALAU KURANG BERSIH SILAKAN JOKOWI MENGULANG

Perjalanan kasus kematian Munir tidak semakin jelas setelah penjelasan Tim SBY yang begitu rinci dan meyakinkan itu. Kewajiban mengumumkan dokumen TPF Kematian Munir sebagaimana keputusan Komisi Informasi Pusat 10 Oktober lalu juga tidak bisa segera dilakukan karena legalitas kopi dokumen yang akan diserahkan Tim SBY itu masih jadi perdebatan. 

Agar masalah ini tidak berbelok terlalu jauh ke wilayah politik yang terkait siapa yang dipercaya rakyat, tim Jokowi atau tim SBY, sebaiknya difokuskan ke persoalan legalitas naskah kopi dokumen saja. Kalau perlu, dimintakan fatwa MK dan pakar hukum. Kopi dokumen semacam itu relatif lebih mudah diperoleh, tak hanya dari tim SBY tapi juga dari internet.

Tetapi, hal itu memang tidak serta merta bisa menghilangkan kewajiban mengusut hilangnya dokumen negara itu. Bagaimanapun, hilangnya dokumen TPF Kematian Munir tidak bisa dihapus dengan sebuah naskah kopi dokumen. Rakyat tetap saja akan mempertanyakan  mengapa sebuah dokumen kasus kematian Munir bisa hilang, akibat buruknya sistem kearsipan atau ada kesengajaan karena "hilang kok berjamaah".

Penjelasan Tim SBY kemarin (maaf) lebih bernuansa cuci piring. SBY dan timnya, secara panjang dan lebar, logis dan sistematis telah menjelaskan bahwa pemerintahannya telah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam persoalan kematian Munir. Tiga rekomendasi TPF juga telah dilaksanakan. 

Soal mengapa dokumen TPF itu tidak diumumkan ke publik sebagai ketentuan dalam Kepres No 111 Tahun 2004, karena dokumen itu diperlakukan sebagai pro justisia, untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan. Kalau diumumkan, maka pelakunya dikhawatirkan lari duluan. 

Dari tiga rekomendasi TPF, salah satunya menyebut nama-nama Indra Setyawan (dirut Garuda saat itu) Ramelga Anwar (vice president corporate security Garuda), AM Hendrprijono (ketua BIN), Muchdi PR (anggota BIN), Bambang Irawan (anggota BIN). Hendroprijono oleh Sudi Silalahi dinyatakan tidak terbukti terkait peristiwa itu.

Sementara dari nama-nama itu hanya Indra Setyawan yang divonis 1 tahun penjara, selain Pollycarpus pelaku lapangan yang divonis 14 tahun penjara. Muchdi PR yang dibawa ke persidangan, dibebaskan majelis hakim karena diniai tidak bersalah. Inilah yang memicu kekecewaan banyak pihak yang menghendaki kasus ini diusut tuntas dan semua yang terlibat dihukum tanpa terkecuali.

SBY sendiri telah mengatakan "Jika memang masih ada kebenaran yang belum terkuak, saya ulangi, selalu ada pintu untuk mendapatkan atau mencari kebenaran yang sejati. Jika memang ada kebenaran yang belum terkuak. Oleh karena itu, saya mendukung langkah-langkah Presiden Jokowi, jika memang melanjutkan penegakan hukum ini, jika memang ada yang belum selesai." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun