Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

SBY dan Dokumen Fakta Kematian Munir

14 Oktober 2016   10:52 Diperbarui: 15 Oktober 2016   18:06 3490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanya (T): Apakah Anda mengetahui dibentuknya Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir?

Jawab (J): Saya mengetahui pembentukan TPF, namun saya tak terlibat di dalamnya.

T: Apakah Anda tahu saat TPF melakukan pertemuan dengan Presiden?

J: Saya tahu dan hadir saat Presiden bertemu dengan TPF. Saat itu 3 Maret 2005, 11 Mei 2005 ,18 Mei 2005 dan 4 Juni 2005, tempat pertemuan di ruang kerja presiden.

T: Apakah saudara mengetahui hasil kerja dari Tim Pencari Fakta yang disampaikan kepada Presiden?

J: Saya tidak tahu hasil kerja TPF Munir. Setelah pertemuan terakhir saya ingat ada bundle map dari ketua tim yang diserahkan ke Presiden. Mungkin itu adalah hasil kerja yang dilaporkan kepada Presiden. (viva.co.id, 19/9/2016)

***

Itu adalah tanya jawab secara tertulis antara Komisi Informasi Pusat dan mantan Mensekab Sudi Silalahi, terkait dokumen Tim Pencari Fakta Kasus Kematian Munir, yang dibentuk mantan Presiden SBY dengan surat Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004. Kepres ini menyebutkan hasil TPF harus diumumkan ke publik, namun hingga jabatan SBY berakhir, hal itu tak pernah dilakukannya.

Kutipan tanya jawab antara KIP dan mantan Mensekab Sudi Silalahi itu menegaskan bahwa mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tahu persis soal TPF Kasus Kematian Munir termasuk juga bundel-bundel laporan TPF (yang disebut-sebut berjumlah tujuh eksemplar) yang dinyatakan raib hingga kini itu.

Dengan dasar itu, bantahan Benny Kabur Harman wakil ketua Komisi III DPR dari Partai Demokrat yang menyebut seharusnya pemerintah saat ini tanya ke mantan kepala BIN Hendropriyono dan bukan menyalahkan pemerintahan presiden SBY, tidak tepat. SBY tahu persis soal dokumen itu. Dia seharusnya berkewajiban mengumumkan hasil kerja TPF namun tidak melaksanakannya. Mengapa Pak SBY berlaku seperti itu?

Tulisan ini tak hendak menyalahkan SBY atas berlarutnya kasus ini, tetapi mempertanyakan peran dan tanggung jawabnya. Selaku presiden yang meneken Perpres No 111 Tahun 2004, SBY sudah pasti tahu butir-butir isinya, yang salah satunya dalam poin kesembilan disebutkan, "Pemerintah mengumumkan hasil penyelidikan Tim kepada masyarakat." Masalahnya, setelah pertemuannya dengan TPF 4 Juni 2005 di ruang kerjanya, sebagaimana disebut Sudi Silalahi, pemerintah belum pernah mengumumkannya.

Ironisnya, Kementerian Sekretaris Negara yang bertanggung jawab atas dokumen ini menyatakan tidak tahu dan merasa tidak pernah menerimanya. Saat KIP menyidangkan perkara ini, Yusril Ihza Mahendra yang saat itu menjabat mensesneg justru tidak hadir, sementara Sudi Silalahi hanya memberikan jawaban tertulis. SBY sendiri hingga saat ini juga belum mengeluarkan pernyataan seputar masalah ini.

Sejak awal proses pembentukannya, keberadaan TPF Kasus Kematian Munir terkesan diterima setengah hati dan menimbulkan perdebatan tentang kewenangannya. Ada tiga nama besar yang dicoret dan tak masuk tim padahal mereka sebelumnya terlibat aktif, yaitu Buya Syafii Ma'arif, Ibu Shinta Nurriyah Abdurrahman Wahid, dan Todung Mulya Lubis.

Tim itu ditetapkan dengan Kepres No 111 Tahun 2004, tertanggal 22 Desember 2004. Ketuanya Brigjen Pol. Drs. Marsudi, SH. dengan wakil ketua Asmara Nababan. Anggotanya: Bambang Widjajanto, SH, Hendardi, Usman Hamid, SH, Munarman, SH, Smita Notosusanto, I Putu Kusa, SH, Kamala Tjandrakirana, Nazarudin Bunas; Retno L. P. Marsudi, Arief Havas Oegroseno, Rachland Nashidik, dan dr. Muin Idris.

Nama-nama dalam tim itu tidak asing bagi masyarakat. Jadi jika ingin mengetahui substansi dan ruh laporan TPF masih mudah melacaknya. Termasuk juga, bundel laporan TPF selain yang sudah diserahkan, baik berupa kopi dokumen atau file. Memang repot seandainya semua itu juga hilang. Tapi sejauh ini belum ada kabar soal itu, jadi kemungkinan dokumen itu masih ada.

Persoalannya saat ini bukan sekadar ada tidaknya dokumen hasil kerja TPF kasus kematian Munir dan cara menemukannya. Berdasaran keputusan Komisi Informasi Publik, pemerintah berkewajiban mengumumkan dokumen itu ke publik. Ini merupakan keputusan sidang atas sengketa informasi yang diajukan KontraS terhadap Kementerian Sekretariat Negara RI.

Inilah masalah pokoknya. Untuk melaksanakan keputusan Komisi Informasi Publik itu, Kementerian Sekretaris Negara yang berkewajiban mengumumkannya. Sementara institusi penting simbol rapinya manajemen data sebuah negara, justru merasa tidak pernah menerima atau menyimpan dokumen itu. Apakah dengan jawaban itu serta merta kewajiban itu gugur? Tentu saja tidak. 

Cara mudah yang bisa ditempuh, sebagaimana disarankan Yusril Ihza Mahendra, adalah menghubungi TPF dan meminta dokumen arsipnya. Bisa saja ini dengan cepat bisa dilakukan. Tetapi, sebuah institusi penting semacam Kemensesneg tentu harus mencari tahu dulu ke kalangan internal, termasuk menghubungi mensesneg sebelumnya, mengapa dokumen sepenting itu bisa lewat begitu saja dari Kemensesneg.

Rasanya memang tidak masuk akal, jika dokumen hasil kerja Tim Pencari Fakta Kasus Kematian Munir bisa raib begitu saja. Sama tidak masuk akalnya dengan jika SBY yang membentuk tim itu namun tidak tahu menahu hasil kerja tim itu yang membuat kasusnya tak terselesaikan hingga kini.

Sedikit sarkastik, ini bisa digolongkan kasus aneh tapi nyata yang melibatkan institusi negara paling penting, Kementerian Sekretaris Negara sebuah representasi Istana. Aneh karena muskil terjadi tujuh bundel dokumen dan salinannya bisa raib begitu saja; aneh jika Kemensesneg tak tahu menahu soal dokumen itu. Nyata karena hingga saat ini dokumen itu belum diketahui di mana rimbanya walau petunjuk sudah jelas dan telah ada perintah presiden untuk mencarinya.

Aneh karena kasus kematian Munir adalah kasus besar yang disebut-sebut melibatkan institusi negara sehingga presiden harus membentuk tim pencari fakta, tetapi hasil kerja tim ini tak ada tindak lanjutnya. Nyata karena selaku presiden dua periode, SBY tidak menyelesaikan kasus ini walau tim yang dia bentuk disebut sudah menyerahkan laporannya. Jadi memang aneh tapi nyata.

Aneh karena Jaksa Agung Prasetyo menyatakan kasus ini sudah tamat padahal hingga kini otak di balik operasi peracunan Munir di Bandara Changi Singapura itu belum pernah diungkap dan disidang di pengadilan. Nyata karena Kejaksaan Agung, institusi negara yang diberi tanggung jawab atas kelanjutan kasus ini menyatakan kasusnya sudah tamat.

Jadi, siapa sekarang yang harus bertanggung jawab menyelesaikan kasus HAM ini? Presiden sudah berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran/ kejahatan HAM berat termasuk kasus Munir. Tetapi, Jaksa Agung Prasetyo selaku pembantu presiden kok menyatakan kasusnya sudah tamat. Aneh tapi nyata.

Kalau Presiden Jokowi sudah berkomitmen akan menyelesaikan kasus kematian Munir, tentu ada yang belum selesai dan perlu diselesaikan. Tentu, penilaian bahwa kasus Munir ini belum selesai dan perlu diselesaikan, tidak diambil secara gegabah. Presiden Jokowi pasti sudah menerima masukan dari berbagai pihak. Karena itu, menjadi aneh ketika jaksa agung menganggap kasus ini sudah selesai.

Kembali ke urusan dokumen TPF Kasus Kematian Munir yang tidak aneh dan nyata. Dokumen itu dinilai penting untuk diungkap ke publik secara resmi karena Kepres yang menjadi dasar TPF mengatakan demikian.

Selain itu, penyelesaian kasus kematian Munir yang telah menyeret Pollycarpus mantan pilot Garuda dan Muchdi PR sebagai terdakwa, masih menyisakan banyak tanya. Pollycarpus memang telah dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, dan pada PK terbaru hukumannya dikurangi jadi 14 tahun dan dia kini telah bebas. Muchdi PR yang disebut atasan Polycarpus ternyata dibebaskan.

Dua saksi penting kasus ini juga bernasib tak baik. Mereka itu mantan personel BIN, Budi Santoso yang tak berani pulang ke tanah air karena takut dihabisi, serta musisi Raymond Latuihamalo alias Ongen yang secara mendadak terkena serangan jantung  dan meninggal di pangkuan istrinya. Dalam riwayat keluarga Ongen, tak ada yang mengidap penyakit jantung.

Ada pendapat yang menyebut solusi masalah ini mudah yaitu Presiden Jokowi cukup menelepon mantan presiden SBY dan lantas menanyakan tentang dokumen yang raib itu. Tentu saja, pendapat ini tidak sembarangan berpendapat. Dasarnya ya pertemuan 4 Juni 2005 seperti yang disebut Sudi Silalah.

Tetapi, menurut analisis sementara, itu kok agak sulit terlaksana. Ini bukan sekadar angkat telepon, bicara, dan beres. Ada suasana kebatinan yang tidak sejajar. Itu kan sama saja dengan meminta Presiden Jokowi menyatakan secara tak langsung kalau Pak SBY tak boleh lepas tanggung jawab begitu saja atas kasus kematian Munir yang telah dibentuk TPF-nya itu.

Jalan tengahnya mungkin Mensesneg Pratikno proaktif mendekati Yusril Ihza Mahendra menanyakan ihwal raibnya dokumen itu. Yusril selaku ahli hukum yang bermartabat dan bertanggung jawab, tentunya juga tidak bisa sekedar mengatakan "Silakan minta kopi dokumennya ke TPF dan lantas umumkan". Itu jawaban mau enaknya sendiri. Semua kan harus ditelusuri sebab musababnya. Ini kan menyangkut kredibilitas lembaga negara.

Saat ini presiden telah memerintahkan Kejaksaan Agung untuk menemukan dokumen TPF Kasus Kematian Munir. Jika memang ada bukti baru, presiden memerintahkan memprosesnya secara hukum sehingga kasus HAM ini tuntas. Kapolri juga telah memerintahkan jajarannya untuk mencari dokumen itu. 

Namun alangkah bijaknya jika SBY baik secara langsung maupun lewat orang kepercayaannya membantu dengan memberi penjelasan atau petunjuk penting seputar kasus ini. Bukankah kasus-kasus HAM harus diselesaikan sehingga tidak jadi beban anak cucu nanti?

Salam.

Bacaan pendukung: 

KIP Putuskan Hasil TPF Kematian Munir Wajib Diumumkan ke Publik

Jaksa Agung Anggap Kasus Munir Sudah Selesai

Presiden Jokowi Perintahkan Jaksa Agung Cari Dokumen Laporan TPF Munir

Respons Sudi Silalahi Soal Sidang Informasi TPF Kasus Munir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun