Terus terang, mengherankan juga sikap dua petinggi DPR itu. Sebagai wakil rakyat, seharusnya mereka bisa merasakan suasana hati rakyat yang dipungli dan dampaknya bagi perekenomian bangsa. Seharusnya OPP yang digelorakan kembali oleh pemerintahan Jokowi, mereka sambut dengan gembira. Lho, lagu yang dinyanyikan kok malah "Halo-Halo Ahok....kita ketemu lagi di Sumbet Waras dan reklamasi." Itu lagu usang dan sumbang, yang terus diulang-ulang. Menjemukan, tidak kreatif dan mendidik.
Ini perlu jadi perhatian Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Nanti kalau tiba-tiba Presiden Jokowi nongol di kantor Samsat atau jembatan timbang, atau di pelabuhan, atau di tempat lain, jangan lagi ada nyanyian sumbang yang itu-itu saja. Sedikit cerdas dong.
Presiden Jokowi itu presidennya rakyat Indonedia. Semua rakyat berhak mendapat perhatiannya. Semua tempat di bumi Nusantara ini juga wajar saja didatanginya sesuai keperluan dan tujuan mengemong bangsa. Jadi nanti misalnya, presiden Indonesia memandang perlu untuk datang ke sebuah warteg, kampung kumuh, mendatangi Mbah Karjo yang sudah uzur, atau mungkin menyempatkan diri menengok Mukidi dan Markonah, itu sah-sah saja. Tak usah nyinyirlah. Sudah ada protokoler yang mengatur semua itu. Jadi Fahri Hamzah atau Fadli Zon tak usah ikut repot mengurusi. Kan lebih baik mengurui tugas-tugas di DPR yang perlu "disempurnakan" itu.
Memang sih, politikus itu suka bertindak sesuai logika politik yang berlaku. Kata K'er Felix Tani, orang Batak yang njawani itu, "Politisi itu boleh bohong tapi tak boleh salah". Artinya dia boleh bohong dengan merujuk fakta/data yang bias kepentingannya sebagai dasar pernyataan politiknya.
Dia harus melakukan itu agar pernyataannya tidak bertentangan atau menegasikan nilai/kepentingan partai pengusungnya. Kalau ini terjadi, maka dia telah melakukan kesalahan secara politis. Padahal politisi tak boleh salah.
Ketika saya tanya, apakah ini berarti politisi bisa menyebut bola itu kotak karena sesuai dengan sikap dan kepentingan partainyai, Felix menjawab, betul dan kita hanya perlu menggunan cara pandang tertentu sehingga bola yang bundar itu terlihat kotak.
Bisa saja pernyataan Felix itu benar dan bisa diterapkan dalam soal duet sumbang buat Presiden Jokowi ini. Sehingga, menjadi sebuah kesalahan jika Fahri Hamzah atau Fadli Zon memuji-muji kunjungan Presiden Jokowi di OTT di Kemenhub, karena tak sesuai dengan sikap dan kepentingan partainya. Politisi kan tidak boleh salah.
Sayangnya, rakyat banyak yang memilih para politisi sehingga bisa duduk di DPR itu tak mengenal kebenaran semacam itu. Bola itu, sampai kiamat pun bentuknya bundar dan bukan kotak. Itulah logika rakyat.
Salam, damai Indonesia.
Bacaan pendukung: