Hasilnya, beberapa sumber air hidup lagi. Setidaknya kalau pada tahun 80'an ada tiga mata air di tepi jalan, tempat para pelintas berhenti untuk cuci muka atau bahkan minum, Â tahun 2000 awal mata air kering dan hanya keluar saat musim hujan, kini di tahun 2016 masih ada satu yang tersisa. Karena itu, setelah usaha yang susah payah itu kok sangat ironis jika pepohonan di sisi timur jalan di utara Krawak itu kini malah ditebang.
Ah sudahlah. Itu urusan Perhutani. Yang pasti udara menang tak lagi sejuk di kawasan hutan itu, sangat berbeda dengan dulu. Dan di ujung kawasan hutan yang tak lagi sejuk itulah, Air Terjun Nglirip itu berada.
Walau jalannya tak terlalu lebar, masih ada beberapa tempat parkir yang tersedia untuk kendaraan roda empat atau sepeda motor. Untuk sepeda motor, cukup bayar tiket parkir Rp 2.000, sementara tiket masuknya Rp 3.000 per orang. Jadi dengan yang Rp 8.000, saya bersana anak wedok sudah bisa menikmati Air Terjun Nglirip.
KEINDAHAN BERNUANSA MISTIS
Saya memang sudah pernah melihat foto air terjun Nglirip. Saya juga sudah pernah mendengar dan membaca kisah Putri Nglirip yang cantik yang katanya sering menampakkan diri di sana bersama dayang-dayangnya. Tetapi, saya belum pernah melihatnya secara langsung.Â
Setapak demi setapak saya melangkah di jalanan yang menurun yang lebarnya sekitar satu setengah meter itu. Hanya beberapa puluh meter, ada jalan kecil ke kiri menuju jalan berundak ke arah bawah air terjun. Katanya, jalan berundak dari semen yang tepinya berpengaman pipa besi besar itu, baru saja di bangun.
Akhirnya, setelah berjalan hanya lima menit dari tempat parkir kendaraan, saya pun melihat langsung pesona Air Terjun Nglirip yang legendaris itu. Airnya yang jatuh tampak memantulkan warna putih, sementara di bawah di batasi bebatuan tampak genangan air seperti kolam berwarna hijau keputih-putihan. Inilah pemandangan air terjun di bulan September yang mempesona. Wow...itulah perasaan saya saat itu.
Debit airnya memang tak terlampau besar. Suaranya juga tak terlalu bergemuruh seperti yang sering saya dengar dulu saat lewat di dekatnya. Namun, saya harus mengakui air terjun ini sungguh indah dan enak dipandang. Untuk menikmati keindahannya juga relatif tak perlu bersusah payah seperi saat ke Air Terjun Madakaripura di kawasan Bromo Tengger itu.
Namun, seperti di Madakaripura, saya juga diingatkan untuk selalu waspada dan menghormati tempat yang indah ini. Berbeda dengan beberapa air terjun lain, misalnya saja Air Terjun Kakek Bodo di Prigen Pasuruan atau Cuban Rondo di Malang, Â di mana kita masih bisa main air dan berbasah-basah. Tidak demikian halnya di Air Terjun Nglirip.Â
Di bulan September atau saat kemarau, pengunjung memang bisa turun ke bebatuan. Namun, tetap harus waspada karena licinnya batu, dalamnya kolam air di bawah air terjun, dan turunan terjal bebatuan sungai di depan air terjun. Jadi yang ingin main air, cukuplah puas dengan air di saluran irigasi di sisi barat air terjun.
Putri cantik itu konon masih sering menampakkan diri di bebatuan di balik air terjun, sementara di kolam depan air terjun yang dalam itu para dayangnya tampak pula bermain di air. Tapi itu cerita yang pernah saya dengar, tapi belum pernah saya lihat.