Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo, Nasionalisme, dan Antek Asing

18 Agustus 2016   11:41 Diperbarui: 18 Agustus 2016   11:53 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa yang salah pada masyarakat kita sehingga dengan mudah menuduh dan menyebut seseorang sebagai antek asing. Begitu mudahnya sehingga menyerupai kawanan yang begitu bersemangat menghajar seseorang yang diteriaki copet atau maling, sementara sang copet dan malingnya kabur entah kemana.

Kita ini memang sering berlaku aneh. Saat begitu bersemangat menjadikan asing sebagai musuh utama dengan kata "antek", kita dengan nikmatnya menyantap Cola dan segala turunannya, naik kuda-kuda mulus buatan asing, bergadang memelototi pertandingan bola di liga-liga dunia, memuja Messi, Ronaldo, Superman, hingga Erdogan sebagai idola.

Jadi, memang mengherankan dan membingungkan. Bagi yang ingin mencari relevansi kata 'antek asing' dengan kata ke-Indonesia-an mungkin akan menemukan pola relasi yang unik, yang mungkin bisa diwakili dengan istilah "benci tapi ndusel (cinta)", tanpa tahu apa yang membuat benci dan apa yang membuat ndusel. Tak jelas.

Lebih hebatnya lagi, para "pribumi" yang coba-coba menyodorkan terobosan baru agar pola relasi kata "antek", "asing", dan ke-Indonesia-an lebih sehat, dengan menunjukkan ke-Indonesiaannya, agar kita tak terus rakus dan lahap mengkonsumsi yang asing-asing, justru dilecehkan, dimusuhi, di-korupsi-kan dan dipenjara, dicap juga sebagai antek asing. Absurd.

Jadi mahluk apa antek asing itu dan mengapa kita begitu "benci tapi ndusel" kepadanya? Jawabannya bisa bermacam-macam. Bagi yang senang nongkrong di warkop asing atau pub-pub asing, suka pakai jeans asli asing, mobil wah asli asing, dan lain yang asing, 'antek asing' bisa jadi hanya istilah yang bisa dimunculkan sesuai kepentingan. 

Bagi para mahasiswa, pelajar, para chauvinis, antek asing bisa jadi musuh yang harus dilibas. Bagi politikus antek asing bisa jadi komoditi yang sangat layak jual untuk memompa emosi massa. Bagi rakyat kebanyakan, antek asing bisa berarti sesuatu yang memusingkan, model zaman Kumpeni dan Orang Kate dulu, dan mereka ogah ikut membicarakannya takut stigma Orba terulang.

Supaya agak ilmiah, baiklah kita cari makna antek asing di kamus. Kata 'antek' di KBBI (kbbi.web.id) bermakna "orang (negara) yang diperalat atau dijadikan pengikut orang (negara) lain; kaki tangan; budak. Sementara kata 'asing' bermakna: (1) aneh; tidak biasa; (2) belum biasa; kaku; (3) datang dari luar (negeri, daerah, lingkungan); (4) tersendiri; terpisah sendiri; terpencil; (5) lain; berlainan; berbeda.

Dari beberapa makna itu, 'antek asing' bisa berarti yang diperalat, pengikut, kaki tangan, atau budak dari makna 'asing' yaitu aneh, belum biasa, kaku, datang dari luar negeri, daerah, lingkungan, tersendiri, terpencil, berbeda. Bingung?

Gampangnya kalau digabung dengan makna suka-suka, kata 'antek asing' bisa berarti pengikut yang aneh, yang datang dari luar, yang terpencil, dan berlainan dari umumnya. Ini makna suka-suka, karena saat ini trennya memang orang suka menggunaan kata dengan makna suka-suka.

Jadi kalau anda penggemar berat Messi, Ronaldo, atau tokoh macam Superman Batman, dan bahkan tanpa sungkan-sungkan memakai kostum mereka, membicarakannya dengan asyik masuk, awas anda bisa masuk kategori antek asing. Demikian pula jika anda terpesona dengan rayuan maut budaya luar, sehingga sangat menggilainya, bisa pula masuk kategori antek asing

Tapi jangan khawatir, karena secara umum, makna 'antek asing' adalah seseorang yang menjadi pengikut, yang diperalat, atau menjadi budak negara lain. Jika makna ini yang dimaksud ketika menyebut seseorang atau golongan sebagai 'antek asing', dampaknya bisa sangat luar biasa. Bisa seperti seseorang yang diteriaki "copet" atau "maling", babak belur dan dihinakan.

Kata 'antek asing' menjadi menarik dibicarakan ketika Prabowo di depan pendukungnya menyebut kata itu, untuk menggolongkan orang atau pihak yang tak mendukung Sandiaga Uno. Kata ini juga muncul saat kasus kewarganegaraan Archandra Tahar diungkap ke permukaan.

Saya sendiri tidak tahu persis makna kata 'antek asing' yang diucapkan Prabowo saat menyebut "Yang tidak dukung Sandiaga Uno itu antek asing, saudara-saudara". Yang lantas dijawab Jhoni G Plate dari Nasdem, "Kami tidak dukung Sandiaga tapi kami bukan antek asing. Kami nasionalis sejati sama dengan semangat Pak Prabowo".

Yang tertangkap dari penggunaan kata 'antek asing' itu adalah begitu mudahnya kita menggolongkan seseorang sebagai antek asing. Tentunya dalam konteks Archandra Tahar, makna antek asing adalah makna kaki tangan negara asing. Sebuah cap yang mengesampingkan makna nasionalisme seseorang hanya karena pengertian sempit tentang makna tumpah darah dan kepentingan nasional.

Jadi siapa sebenarnya antek asing itu? Antek asing adalah orang yang tak punya rasa nasionalisme ke-Indonesia-an. Karena tak ada rasa nasionalisme ke-Indinesia-an dia menghambakan diri bagi kepentingan negara luar, menjual negerinya untuk kekayaan pribadi dan negara asing.

Banyak contoh konkretnya; para mafia di banyak sektor ekomomi bisa masuk golongan ini. Yang mematikan industri dalam negeri untuk menjamin kelangsungan penguasaan industri asing, bisa disebut antek asing pula. Ketika seseorang menjalin kerja sama mutualisme dengan negara asing dengan mengorbankan kepentingan negerinya, dia juga antek asing.

Sebaliknya seseorang yang ingin berbakti pada negerinya, mencurahkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan bagi negerinya, ke-Indonesia-annya, tentu bukanlah antek asing. Sebaliknya seseorang yang sengaja "mengebom" lewat sosial media, untuk menggoyang pemerintahan negaranya demi negara lain, ia bisa disebut antek asing. Ada kepentingan nasional dan negara, yang jelas bisa membedakan antek asing dengan pengabdi bangsa dan negara.

Meskipun dia memegang paspor Indonesia, KTP Indonesia, menduduki jabatan terhormat di masyarakat atau pemerintahan, jika sepak terjangnya justru menggerogoti dan menjual negaranya ke pihak luar, dia adalah antek asing. Sebaliknya, meski tidak memiliki paspor kewarganegaraan, KTP indonesia, namun dia mengabdikan segenap jiwanya, kemampuannya, pengetahuannya, keterampilannya, untuk Indonesia jelas dia bukan antek asing.

Ketut Tantri atau Muriel Stuart Walker, Mochamad Idjon Djanbi atau Rokus Bernardus Visser, Haji Johannes Cornelis Princen, tiga nama ini adalah warga asing tapi sangat cinta kepada Indonesia. Ketut Tantri dikenal karena pidato radionya dalam bahasa Inggris, bersama Bung Tomo menggelorakan perjuangan Indonesia, ia juga membuatkan pidato Bung Karno dalam Bahasa Inggris. Meski ia akhirnya memilih tinggal Australia, Indonesia tak akan pernah melupkan jasa dan pengorbanannya.

Mochamad Idjon Djanbi salah satu Bapak Kopassus adalah warga Kanada, masuk KNIL dan jatuh cinta dengan Indonesia. Kecintaannya membuatnya memilih Indonesia dan meninggalkan istri dan anaknya. Meski ada kisah "kekurang-ramahan" beberapa pejabat militer terhadapnya, dia memilih Indonesia sampai akhir hayatnya. 

HJC Princen juga berasal dari asing, Belanda. Namun kecintaannya kepada Indonesia tidak diragukan lagi. Dia berjuang secara fisik saat awal kemerdekaan Indonesia, berjuang di dunia politik meski harus keluar masuk penjara. Dia ikut berjuang dalam menegakkan hak-hak asasi manusia, dan ikut membentuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Mereka bertiga adalah contoh orang asing namun bukan antek asing, mereka mengabdikan sebagian hidupnya bagi Indonesia karena kecintaannya bagi negeri ini. Saat ini banyak putra-putri kita yang menjadi asing karena tuntutan kerja, dengan memegang paspor asing. Apakah mereka serta merta menjadi antek asing dan menanggalkan ke-Indonesiaannya? 

Rasa cinta dan ke- Indonesia-an jelas tidak bisa dibatasi atas dasar lembaran kertas bernama paspor. Kalau mereka terpanggil dan dipanggil pulang untuk membangun tanah tumpah darahnya, tanah tumpah darah bapak-ibunya, jelas mereka adalah pengabdi bangsa dan negara Indonesia, bukan antek asing.

Karena itulah munculnya kata antek asing dalam kasus Archandra atau Pilkada DKI Jakarta mungkin bisa jadi bahan instropeksi, tentang cara kita menilai ke-Indonesiaan kita. Bukan paspor atau KTP yang menentukan apakah kita ini masuk golongan pengabdi bangsa dan negara, atau antek asing. Apa yang bisa dan diperbuat bagi bangsa ini adalah ukurannya.

Mungkin sudah waktunya kita mengubah pola pikir kita tentang masalah, sesuai perkembangan dunia baru yang berebut talenta super warga dunia, untuk membangun negeri masing-masing. Orang menyebut hal itu sebagai Talent War. Sudah banyak negara yang berebut talenta super ini dengan memberikan kewarganegaraan, bantuan finansial dan kemudahan lain agar para talenta super ini bisa jadi pemicu kemajuan dan kebesaran negara.

Indonesia dikaruniai banyak talenta super yang kini bertebaran di seluruh dunia, yang kita kenal sebagai diaspora Indonesia. Ratusan dari mereka benar-benar super dan banyak negara yang ingin menggaetnya. Apakah kita akan membiarkan mereka lepas begitu saja, karena sikap puritan kita dalam memaknai nasionalisme dan ke-Indonesia-an kita. Kita membiarkan aturan hukum melahap mereka, memutus rasa cinta dan pengabdian mereka?

Itulah yang terjadi saat ini. Kepentingan politik domestik, ekonomi kartel dan mafia, menggiring opini massa untuk dengan mudah mengatakan "antek asing". Sementara negara dan para bijak tampak tergagap-gagap dan gamang menghadapi persaingan dunia baru ini.

Salam damai. Dirgahayu Indonesiaku. Merdeka.

Bacaan pendukung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun